Budaya-Tionghoa.Net | I (baca ‘i’ atau ‘yi’) mengandung arti solidaritas, senasib sepenanggungan, menjunjung kebenaran, atau memiliki kebenaran sejati. Bila Jen (Cinta Kasih) sudah ditegakkan, maka I (Kebenaran) harus menyertainya.
Guru Meng Zi bersabda, ” Jen adalah tempat yang aman untuk bernaung bagi setiap orang; maka Kebenaran (I) adalah jalan yang lapang bagi setiap manusia.” (Meng Zi IV A/10).
Confucius menilai sifat menjunjung tinggi Kebenaran (I) tidak dapat dikalahkan oleh kekayaan ataupun kehormatan duniawi. Bagi Beliau, lebih baik hidup secara sederhana daripada harus mengorbankan Kebenaran.
|
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Tidak makan apa-apa kecuali nasi saja, tidak minum apa-apa kecuali air putih saja. Dengan menggunakan lengan yang dilipat sebagai bantal, saya masih bisa menikmati kesenangan. Kekayaan dan kehormatan yang diperoleh secara tidak menjunjung Kebenaran (I), bagiku adalah seperti awan yang lewat di langit.” (Lun Yu VII/16).
Apabila suatu pembicaraan dilakukan tanpa mengarah kepada suatu Kebenaran, maka pembicaraan demikian akan sia-sia belaka, sehingga sebaiknya dihindari
saja.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Pada saat beberapa orang berkumpul seharian tanpa membicarakan sesuatu mengenai Kebenaran Sejati (I), dan mereka terlalu senang dengan saran yang kecil mengenai kepintaran, maka pembicaraan tersebut akan merupakan kasus yang sulit.” (Lun Yu XV/17).
Kebenaran Sejati (I) merupakan pertimbangan utama bagi seorang Budiman [C’un Zi] dalam bertindak, dan hal ini akan dilakukannya secara konsisten dan konsekwen, tanpa ada yang disembunyikan, rendah hati, dan sesuai norma kesusilaan yang berlaku.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Seorang yang Budiman melakukan sesuatu selalu mempertimbangkan Kebenaran sejati sebagai hal yang paling pokok. Dia bertingkah laku sesuai dengan norma kesusilaan. Dia melakukannya secara terus terang dan rendah hati. Dia menyelesaikannya dengan hormat. Inilah yang dinamakan seorang yang Budiman.” (Lun Yu XV/17).
Keberanian yang dilakukan oleh seorang Budiman [C’un Zi] yang tanpa dilandasi oleh Kebenaran Sejati, akan menimbulkan kekacauan. Demikian juga seorang yang bermoral rendah, hanya mengutamakan keberanian, tanpa dilandasi oleh Kebenaran Sejati, maka dia dapat disebut perampok.
Terhadap pertanyaan dari seorang muridnya, Zi Lu mengenai apakah seorang Budiman yang berwatak luhur menghargai keberanian, maka Guru Khung Fu Zi menjawab, ” Seorang Budiman yang berwatak luhur meletakkan Kebenaran Sejati di tempat teratas. Seorang Budiman yang berwatak luhur, bila hanya mengutamakan keberanian tanpa memiliki Kebenaran Sejati akan menimbulkan kekacauan. Seorang yang bermoral rendah, bila hanya mengutamakan keberanian tanpa memiliki Kebenaran Sejati, dapat dinyatakan sebagai perampok.” (Lun Yu XVII/23).
Li (Susila)
Li mengandung arti sopan santun, tata krama , budi pekerti, susila. Pada awalnya Li dikaitkan dengan perlakuan yang benar dalam upacara dan ritual keagamaan, kemudian diperluas pengertiannya sampai mencakup adat istiadat, dan tradisi dari sekelompok masyarakat. Confucius kemudian menerapkannya lebih jauh, dengan mengkaitkannya terhadap hubungan antar manusia, yang menciptakan suatu susunan gambaran terbentuknya Jen dalam diri setiap orang.
Li haruslah dibentuk dari lingkup sosial yang paling sempit, yaitu di rumah sendiri, dimana orangtua kita sendiri haruslah senantiasa dilayani dengan Li, baik sewaktu masih hidup ataupun sesudah meninggal.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Apabila orang tua masih hidup, layanilah mereka dengan Li, apabila mereka telah meninggal makamkanlah dengan Li, dan sembahyangilah dengan Li.” (Lun Yu II/5).
Berbagai sifat baik seperti hormat, berhati-hati, berani dan jujur yang apabila dilakukan tanpa Li akan menimbulkan kerepotan, ketakutan, kekacauan dan kekasaran dalam tindakan.
Guru Khung Fu Zi bersabda : ” Menghormat tanpa mengenal Li, akan merupakan pekerjaan yang merepotkan. Berhati-hati tanpa Li, akan menimbulkan perasaan serba takut. Keberanian tanpa Li, akan menimbulkan kekacauan. Kejujuran tanpa Li, akan menimbulkan sifat yang kasar.” (Lun Yu VIII/2).
Jen yang sempurna merupakan suatu aspek pengendalian diri yang dalam, dimana haruslah senantiasa berlandaskan pada Li.
Ketika seorang murid Khung Fu Zi, Yen Yuan menanyakan mengenai Jen yang sempurna, dijawab oleh Guru Khung Fu Zi, ” Mengendalikan diri dan kembali pada Li, itulah Jen yang sempurna. Bila pada suatu hari dapat mengendalikan diri dan kembali kepada Li, dunia akan kembali pada Jen yang sempurna. Yang tidak bersusila janganlah dilihat, didengar, dibicarakan maupun dilakukan ” (Lun Yu XII/1).
Seorang Budiman yang berbudi luhur, selain harus mengenal firman Yang Maha Esa, haruslah juga menguasai Li. Dengan demikian seorang Budiman akan dapat mengembangkan kepribadiaanya.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Tanpa mengenal firman Yang Maha Esa, tidaklah mungkin menjadi seorang Budiman yang berbudi luhur, tanpa menguasai Li, tidaklah mungkin mengembangkan suatu kepribadian, tanpa mengetahui makna kandungan dari kata-kata, tidaklah mungkin dapat mengenal manusia.” (Lun Yu XX/3 = alinea terakhir dari Lun Yu).
Hsin (Dapat Dipercaya)
Pengertian Hsin dalam ajaran Confucius, tidak hanya berarti bahwa orang percaya pada dirinya sendiri, tetapi juga harus dapat dipercaya oleh orang lain. Dalam era kehidupan saat ini, terdapat begitu banyak orang yang hanya percaya pada dirinya sendiri, tetapi tidak berhasil memperoleh kepercayaan dari orang lain, sehingga terjadi kemerosotan nilai moralitas di dalam kehidupan bermasyarakat.
Kepercayaan dapat diartikan sebagai suatu gandaran dari kendaraan. Suatu kendaraan tentunya tidak bisa dijalankan apabila tidak memilki gandaran. Demikian juga , apabila seseorang telah kehilangan sifat dapat dipercaya oleh orang lain, maka akan sulitlah kehidupannya.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada seseorang, bila dia tidak lagi memiliki kepercayaan ? Bagaimana bisa menjalankan sebuah gerobak besar, yang tidak mempunyai gandaran atau sebuah
gerobak kecil yang tidak mempunyai gandaran ? ” (Lun Yu II/22).
Suatu pemerintahan harus memiliki legitimasi dan kepercayaan dari rakyatnya. Tanpa kepercayaan rakyat tersebut, maka suatu pemerintahan tidak berarti apa-apa lagi. Kita sering melihat berbagai pemberontakan, gerakan reformasi, gerakan separatis, dan berbagai gerakan demonstrasi melanda suatu negara, dimana pemerintahnya sudah tidak memiliki kepercayaan ataupun legitimasi pemerintahan dari rakyatnya lagi. Kekuatan rakyat yang tergabung dalam suatu
gerakan, merupakan gelombang dasyat yang dapat meruntuhkan berbagai rangkap tembok kekuasaan.
Zi Kung menanyakan mengenai pemerintahan kepada Guru Khung Fu Zi yang dijawab,” Yang diperlukan dalam suatu pemerintahan adalah makanan yang cukup, senjata yang memadai dan kepercayaan rakyat kepada pemerintahannya.” Lalu Zi Kung menanyakan lebih lanjut, bahwa jika terpaksa harus menyerahkan salah satu dari tiga hal tersebut, maka mana yang harus didahulukan ?, yang dijawab oleh Guru Khung Fu Zi,” Serahkan senjatanya.” Kemudian Zi Kung menanyakan lagi, bahwa apabila kita tidak mempunyai pilihan selain menyerahkan yang dua tersisa tersebut, maka mana yang harus didahulukan, dan Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Serahkanlah makanannya. Sejak dulu, kematian tidak bisa dihindarkan, namun bila rakyat tidak mempunyai kepercayaan terhadap pemerintahannya, maka akan tidak ada apa-apa lagi yang bisa dipegang.” (Lun Yu XII/7).
Delapan Sifat Mulia Kebajikan [Pa Te’].
Seorang Budiman [C’un Zi] selain dituntut memiliki Lima Sifat Mulia [Wu Chang], juga harus memperluas sifat mulia tersebut menjadi Delapan Sifat Mulia Kebajikan atau Pa Te’. Sifat mulia yang tercakup dalam Pa Te’, sebagian besar sudah teruraikan dalam Wu-Chang, kecuali sifat mulia Jen (Cinta Kasih), yang oleh sebagian kalangan dianggap suatu sifat mulia pokok
terpenting yang sepenuhnya berdiri sendiri dengan hakikat sejati sifat Jen tersebut. Sifat lainnya dari Wu Chang yang tidak tercakup dalam Pa Te’ yaitu sifat Chih (Kebijaksanaan). Delapan Sifat Mulia Kebajikan atau Pa Te’ , terdiri dari :
Hsiao : Bhakti , yakni berbhakti terhadap orangtua, leluhur, dan guru.
Ti : Persaudaraan , yakni senantiasa berlaku hormat terhadap yang lebih tua sebagai saudara atau adanya sifat rendah hati.
Cung : Kesetiaan, yakni kesetiaan terhadap atasan, teman dan kerabat.
Hsin : Dapat Dipercaya, yakni senantiasa memiliki sifat-sifat dan bertingkah laku yang dapat dipercaya
Li : Susila, yakni bersusila atau bertata-krama, sopan santun dan berbudi pekerti yang luhur
I : Kebenaran, yakni senantiasa menjunjung tinggi kebenaran sejati atau suatu sifat solidaritas
Lien : Sederhana, yakni sifat hidup yang sederhana dan senantiasa menjaga kesucian, yaitu tidak menyimpang atau menyeleweng.
Ch’e : Tahu Malu, yakni suatu sifat tahu diri atau tahu malu untuk tidak berbuat asusila.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua