Budaya-Tionghoa.Net| Kesetiaan (Cung) mengandung arti setia, yaitu setia terhadap atasan, guru, teman dan kerabat. Cung juga berarti dapat melaksanakan apa yang telah dijanjikan dan dapat memegang teguh janji yang diucapkan. Seseorang yang penuh kesetiaan senantiasa menunjukkan kesungguhan hati dan kerukunan terhadap gurunya, teman maupun saudaranya.
|
Zi Lu bertanya, “Bagaimanakah seseorang itu pantas disebut sebagai seorang Siswa?” Guru Khung Fu Zi bersabda, “Seseorang yang penuh kesungguhan hati, kesetiaan dan kerukunan, maka dapatlah disebut seorang Siswa. Dengan kawan dia menunjukkan kesungguhan dan kesetiaan, dengan saudara dia menunjukkan kesabaran dan kerukunan.” (Lun Yu XIII/28)
Tingkah laku seseorang akan dapat diterima oleh siapapun apabila dia senantiasa memegang teguh dan senantiasa bersikap penuh kesetiaan terhadap semua perkataan ataupun perbuatan yang dilakukannya.
Guru Khung Fu Zi bersabda, “Hendaklah seseorang itu senantiasa memegang teguh perkataannya dengan Kesetiaan dan dapat dipercaya; perbuatanmu hendaklah selalu diperhatikan dengan kesungguhan hati. Dengan demikian di manapun, tingkah lakumu akan dapat diterima. Kalau perkataanmu tidak dipegang dengan Kesetiaan dan dapat dipercaya, perbuatanmu tidak diperhatikan secara sungguh-sungguh, maka sekalipun di kampung halaman sendiri mungkinkah dapat didengar?” (Lun Yu XV/6 (2)
Sikap setia dalam melakukan tugas bukanlah diukur dari cepat diselesaikannya suatu pekerjaan, ataupun hanya dengan melihat keuntungan yang biasa saja. Sikap yang demikian, akan menjadikan seseorang tidak mampu menyelesaikan tugas dengan baik (karena terburu-buru), dan tidak akan mencapai sesuatu yang luhur (karena mengharapkan keuntungan yang biasa saja).
Pada waktu Zi Hsia menjadi gubernur Ju Fu, dia meminta nasehat Guru Khung Fu Zi mengenai pemerintahan, maka Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Janganlah tergesa-gesa mengharapkan hasilnya; janganlah hanya melihat keuntungan yang biasa-biasa saja. Jika anda ingin mendapat hasil yang cepat, anda tidak akan bisa menyelesaikan tugas anda. Dan jika hanya melihat keuntungan yang biasa-biasa saja, anda tidak akan bisa mencapai sesuatu yang luhur.” (Lun Yu XIII/17).
4. Dapat Dipercaya [Hsin]
(Lihat pembahasan mengenai Hsin pada Wu Chang = Lima Sifat Mulia) .
5. Susila [Li]
(Lihat pembahasan mengenai LI pada Wu Chang = Lima Sifat Mulia)
6. Kebenaran (I)
(Lihat pembahasan mengenai I pada Wu Chang = Lima Sifat Mulia).
7. Kesederhanaan (Lien)
Lien berarti pola hidup sederhana, dapat menahan diri untuk tidak melakukan penyelewengan-penyelewengan atau senantiasa menjaga kesucian dalam kepribadian kita.
Kehidupan di kota besar yang penuh dengan berbagai godaan, sering menyebabkan kelemahan batin seseorang untuk melakukan penyelewengan, berfoya-foya menghabiskan harta kekayaan, ataupun senang mengubar hawa nafsu
belaka. Pengendalian diri melalui meditasi pada saat usia muda, akan dapat mengendalikan Chi’ (suatu komponen dasar dari alam semesta yang mengisi tubuh manusia dan bersikulasi dengan darah), sehingga tidak terbawa oleh hawa nafsu yang sering memuncak pada usia muda. Demikian juga pada waktu usia tua, dimana Chi’ telah berkurang, maka kitapun tetap harus menjaga diri dengan pengolahan diri ke dalam (meditasi).
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Tiga hal yang harus diwaspadai oleh seorang Budiman dalam menjalani kehidupan ini : Bila dia masih muda, darah dan Chi’ tidak stabil, untuk itu dia harus menjaga dirinya terhadap hawa nafsu. Setelah cukup dewasa, darah dan Chi’-nya memuncak, untuk itu dia harus menjaga diri terhadap keinginan melawan alam. Pada usia tua, darah dan Chi’-nya berkurang, maka dia harus menjaga dirinya.” (Lun Yu XVI/7).
Ajaran Sang Buddha juga menekankan perlunya sikap sederhana atau tidak berfoya-foya sewaktu masih muda, sebagaimana sabda Sang Buddha berikut, “Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi masih muda, akan merana seperti bangau tua yang berdiam di kolam yang tidak ada ikannya. Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi masih muda, akan terbaring seperti busur panah yang rusak, menyesali masa lampaunya.” (Dhammapada, 155-156).
8. Kesadaran Diri / Rasa malu [Ch’e]
Ch’e mengandung arti tahu malu, yaitu suatu sikap mawas diri untuk merasa malu apabila melakukan suatu perbuatan yang melanggar susila atau budi pekerti.
Seseorang yang tidak memiliki rasa malu, maka kehidupannya akan sulit sekali. Segala perbuatan yang melanggar susila ataupun budi pekerti, akan dianggapnya biasa saja. Hal ini sering menimpa para pejabat tinggi negara yang bermental korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dimana apabila terjadi perombakan (reformasi), maka kehidupannya tidaklah akan tenang.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Bagi seseorang yang tidak mempunyai apa-apa untuk merasa malu dan tidak mempunyai apa-apa yang disembunyikan. Ini berarti bahwa tingkah laku sehari-harinya diuji keras.” (Lun Yu XIV/21).
Sering kita menemui orang-orang ataupun pejabat tinggi pemerintahan yang tidak pernah merasa malu mengucapkan sesuatu dimana terkesan hanya untuk menyenangkan pihak lain. Usaha untuk membela diri dari perbuatannya yang melanggar budi pekerti, sudah sering kita baca dan dengar dari berbagai pernyataan yang diberikan oleh seorang pejabat tinggi negara yang tidak tahu malu, tidak memiliki kesadaran diri. Perbuatan yang dilakukan sama sekali jauh dari kenyataan atas apa yang diucapkannya.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Seorang Budiman [C’un Zi] akan malu bila apa yang diucapkannya melampaui perbuatannya.” (Lun Yu)
Sikap tahu malu juga sangat dituntut dalam ajaran Sang Buddha, dimana dikatakan bahwa sangatlah sulit untuk hidup selalu tahu malu, tetapi hidup itu mudah bagi yang tahu malu. Hal ini mencerminkan betapa sulitnya kita dapat membina sikap tahu malu. Budaya tahu malu, tidaklah semudah pengucapannya. Sang Buddha bersabda, ” Hidup ini mudah bagi orang yang tidak tahu malu, yang suka menonjolkan diri seperti seekor burung gagak, suka menfitnah, tidak tahu sopan – santun, pongah dan menjalankan hidup kotor.
Hidup ini sukar bagi orang yang tahu malu, yang senantiasa mengejar kesucian, yang bebas dari kemelekatan, rendah hati, menjalankan hidup bersih dan penuh perhatian ” ( Dhammapada, 245)
Pelaksanaan Delapan Sifat Mulia Kebajikan [Pa Te’] tersebut di atas sangat penting sekali untuk dapat dimengerti, diingat dan dilakukan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari, agar dapat menjadi seorang manusia yang Budiman (C’un Zi).
Budaya-Tionghoa.Net| 1225