Budaya-Tionghoa.Net | Sop buntut sudah dikenal dan terkenal di kampung kita. Sangat digemari tetapi tidak mudah membuatnya. Dalam pengertian sangat lama baru jadi. Dalam panci presto yang sangat panas karena bagaikan diperas itu, memerlukan satu sampai dua jam. Dalam panci biasa, paling sedikit sampai empat jam. Juga memerlukan kesabaran, karena menunggu begitu lama. Sop buntut yang enak, pabila sudah agak lunak, apinya lalu dikecilkan. Nah, menggangu syaraf lagi – harus lagi-lagi bersabar. Sekali-kali jangan karena mau cepat, lalu apinya dibesarkan. Itu pemaksaan namanya. Dan apa saja yang sifatnya dipaksakan, tidak bakalan enak! Biarlah yang wajar-wajar saja.
.
|
Sebagai seorang penganut Buddha yang setia, dan pengikut ajaran Confucius yang Budiman, serta pengikut Taoisme yang sejati, maka dalam pelaksanaan puja bhakti terhadap para Buddha
Ini disatu pihak. Pada pihak lain, rasanya tidak begitu seimbang antara enak – sedapnya – nikmatnya dengan apa yang sudah dikeluarkan : ongkos listriknya – gasnya dan waktu yang begitu lama menunggu sampai jadinya. Tetapi apa saja dalam dunia ini, harus ada bayarannya – imbalannya – itu sudah hukum alam!
Masak Sop Butut
Rebus buntut. Jangan dikasi apa-apa sebelum mendidih. Sesudah sedikit agak lunak, barulah diberi bumbu. Garam secukupnya – merica secukupnya – pala secukupnya – cengkeh dan kayu manis secukupnya. Biarkan sampai setengah lunak, lalu apinya kecilkan. Sesudah itu barulah diberi atau dicampuri irisan wortel dan irisan sledri. Sudah lunak, bisa diangkat. Pengalaman kami, bila dimasak dengan presto, makan-waktu antara satu sampai dua jam. Kalau dengan panci biasa, sampai lebih empat jam. Ketika hendak dihidangkan, taburilah bawang goreng dan siapkan timun segar atau apa saja yang sesuai menurut selera kita. Nah, bereslah sudah – tinggal dilahap pelan-pelan dan nikmat-nikmat.
Antara kami pegawai resto atau teman lainnya, pada bersoal-jawab dalam batin. Kok kita ini aneh ya! Yang disukai itu selalu saja bagian yang tidak gagah – tidak mewah – dan sedikit “rendah”. Lha kok yang disukai dan yang dicari itu, sop kaki – sop buntut – sop kepala – jeroan babat – cungur-moncong, semua bagian yang “tidak terpuji”. Tadinya kami kira, hanya kita para melayu ini yang suka masakan gituan.
Ternyata pada umumnya, orang-orang dari dunia ketiga pada suka dan sering-sering masak masakan yang seperti kita gemari itu. Biasanya kami lihat secara kebetulan sama-sama mencari bahan-bahan itu dengan kami, yalah orang-orang dari Afrika – Asia dan Arab! Selera ternyata tidak tergantung status sosial – pendidikan – dan “rasa kebangsawanan”!
Apa Itu Guo-Ba?
Ketika kami berangkat ke Tiongkok tahun 1963, kami lewat Kunming provinsi Yunnan. Biasanya banyak orang lewat Hongkong – Kanton lalu masuk daratan. Kami tidak. Lewat Kamboja ketika itu, lalu terbang ke Kunming. Dan dari sana ke Chengdu, ibukota provinsi Sechuan di Barat Laut Tiongkok. Di sebuah restoran kami lihat, petugas resto menyiramkan sup yang entah apa isinya, ke dalam mangkuk besar atau pinggan cekung-besar yang ada gorengan kerak. Dan bunyinya berdesis…serrrr…panjang sekali. Dan lalu asap membubul ke atas, bagus
sekali. Dan bunyi desis goreng-kerak-panas itu ditengok orang-orang yang sedang makan di meja lain. Bau aroma harumnya sangat memikat.
Kami baru sekali itulah melihat makanan yang begitu aneh cara penyanjiannya. Dan bau aroma wanginya itu sangat memikat. Kami tidak tahu apa nama masakan itu. Kami sangat penasaran. Ketika itu bahasa Tionghoa kami barulah bermodalkan satu-dua sen! Dan kepada penterjemah kami tanyakan apa nama masakan itu.
Katanya namanya adalah Guo-Ba. Sesampainya di Beijing, barulah kami ngerataian resto Sechuan buat cari menu Guo-Ba itu. Ketika di Jakarta di banyak resto Cina, saya tidak menemukan menu Guo-Ba.
Resto masakan Sechuan, saya kira banyak bersesuain dengan lidah kita. Masakanya pedas – hangat dan selalu segar. Di Jakarta di banyak resto Cina, saya sudah mencarinya ke mana-mana, tetapi tidak menemukannya. Apakah anda pernah menemukannya? Akh, dalam batin saya, masaksih mau makan masakan Guo-Ba saja saya harus kembali lagi ke Tiongkok lagi? Kebangatan selera gourmandic dan gastronomic saya ini, Nggaklah ya!
——————————————————————
Holland,- 16 mei 04,-
Budaya-Tionghoa.Net |
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/3573