Budaya-Tionghoa.Net | “KONGRES KE XVI PARTAI KOMUNIS TIONGKOK KEMENANGAN BARU MARXISME DI AWAL ABAD KE XXI” (kutipan dari posting Bp. Chan.CT tgl. 15 Agustus 2006. Kongres ke 16 PKT ini diselenggarakan pada tahun 2002 bersamaan waktunya dengan tampilnya Hu Jintao sebagai pemimpin PKT yang baru)
Slogan ini (“kemenangan baru Marxisme di awal abad ke XXI”) sudah merupakan sebuah retorika yang anakronis dan tidak mencerminkan realitas baru lagi. Bukankah ajaran Marxisme mengatakan bahwa dalam sistim sosialisme, “alat-alat produksi” harus dimiliki oleh masyarakat bersama? Yang terjadi di Tiongkok sekarang adalah antitesis daripada sistim sosialisme yang diajarkan oleh Karl Marx , Tiongkok sekarang adalah penganut sistim kapitalisme pasar (market capitalism) yang terbesar didunia. Secara resmi pemerintahnya mengakui sebagai sistim sosialisme yang berkarakter Tiongkok (Socialism with Chinese characteristic), tetapi pada hakikatnya yang dijalankannya adalah pragmatisme yang diperkenalkan oleh Deng Xiaoping (teori kucing). Tiongkok sekarang telah meninggalkan slogan-slogan atau retorika yang dogmatis kekiri- kirian.
|
Partai Komunis Tiongkok (PKT) dalam sejarahnya telah diakui oleh setiap orang bahwa partai ini telah berjasa besar dalam membebaskan Tiongkok dari status negara setengah jajahan dan setengah feodal menjadi Republik Rakyat Tiongkok seperti yang sekarang. PKT yang didirikan tahun 1921 ini telah berperan besar dalam mempersatukan dan membangun Tiongkok baru, seperti yang sering disebutkan “Tanpa Partai Komunis Tiongkok tidak ada Tiongkok baru”.
Setelah PKT berusia 85 tahun, Tiongkok telah mengalami perubahan besar yang dramatis dalam proses transformasi menuju sebuah negara adidaya (superpower), muncul pertanyaan baru bagaimana peranan PKT sekarang? Bagaimana menjawab dan merespons tantangan-tantangan baru? dan bagaimana visi kedepannya dan langkah-langkah antisipasi apa dalam menghadapi perubahan-perubahan besar yang cepat di masyarakatnya? Apakah persepsinya atau penilaiannya sama seperti dahulu? Ini adalah tantangan-tantangan atau pertanyaan yang akan
dihadapi oleh kongres PKT ke 17 yang akan diadakan dalam tahun 2007 mendatang.
Tahun 2006 ini genap 40 tahun awal dimulainya revolusi kebudayaan (Great Proletarian Cultural Revolution – “wenhua da geming”) di Tiongkok yan dimulai pada tahun 1966. Revolusi Kebudayaan di Tiongkok ini dinilai sebagai sebuah peristiwa sejarah yang lebih banyak membawa penderitaan dan bencana daripada kebaikan atau kesejahteraan bagi rakyat Tiongkok selama itu. Selama 10 tahun itu Tiongkok berada dalam situasi politis yang anarkis dan kacau, perekonomiannya mundur, fraksi-fraksi pengawal merah saling bunuh- membunuh, pabrik, sekolahan dan perguruan tinggi banyak yang ditutup sehingga orang berkata bahwa Tiongkok selama revolusi kebudayaan itu telah kehilangan sebuah generasi (“lost generation”). Banyak bangunan dan peninggalan sejarah atau kebudayaan Tiongkok telah dihancurkan selama itu dan beberapa pemimpin nasional Tiongkok yang telah berjasa dan berjuang selama revolusi kemerdekaan telah menjadi korbannya seperti Liu Shaoqi, Peng Dehuai, Deng Xiaoping dll.
Siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab atas tragedi sejarah ini? Pada umumnya dan secara formal disebutkan bahwa Jiang Qing dkk. (termasuk Lin Biao) adalah orang yang bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa itu. Tetapi bukankah Jiang Qing itu adalah istrinya Mao Zedong? Dan mengapa Mao Zedong membiarkan peristiwa ini terjadi dan bahkan mendukungnya. Selama kampanye ini Mao Zedong dikultuskan dan terutama oleh Lin Biao dan lagi-lagi hal ini dibiarkan oleh beliau. Dari segi objektivitas dan kenyataan sejarah, Mao Zedong tidak dapat lepas dari tanggung jawabnya atas terjadinya revolusi kebudayaan yang membawa malapetaka terhadap rakyat dan negara Tiongkok.
Walaupun demikian rakyat Tiongkok tetap menghormatinya, karena bagaimanapun Mao Zedong dan PKT telah berjasa memberikan kontribusi dalam mempersatukan dan membebaskan Tiongkok dari penjajahan dan keterbelakangan. Jasa beliau dinilai lebih besar daripada kesalahannya. Mao Zedong tetap sampai sekarang menduduki tempat yang terhormat dalam sejarah Tiongkok. Dalam sejarah Tiongkok setiap Kaisar yang dapat mempersatukan Tiongkok, walaupun seorang tirani, mendapat posisi atau kedudukan yang terhormat dalam panggung sejarahnya.
Trauma revolusi kebudayaan ini telah mengikis kepercayaan rakyat Tiongkok terhadap PKT, rakyat ingin stabilitas dan perbaikan ekonomi yang kongkrit, bukan revolusi yang permanen (permanent revolution) atau perjuangan kelas yang tak kunjung habis-habisnya melawan kelas borjuasi atau musuh-musuh kelas lainnya, rakyatnya sudah jenuh dengan semua ini.
Selama revolusi kebudayaan, Tiongkok hampir masuk jurang perpecahan (disintegrasi) atau perang saudara yang fatal. Situasi yang kacau dan hampir tak terkendali ini berhasil diselamatkan oleh Chou Enlai yang dikenal sebagai seorang negarawan yang dicintai dan dihormati oleh rakyatnya. Chou telah berhasil dan berjasa merehabilitasi dan mempertahankan kesatuan Tiongkok kembali serta mengangkat Deng Xiaoping kembali untuk melanjutkan estafet kepemimpinan yang baru.
KORUPSI
Diketahui bahwa pemerintah dan PKT sekarang sedang menghadapi masalah internal yang sangat serius yaitu praktek-praktek korupsi yang dilakukan oleh beberapa anggauta partai dan pejabat
pemerintahnya. Karena pembangunan perekonomian Tiongkok yang berjalan pesat setelah diperkenalkannya sistim “perekonomian pasar” dan banyak pejabat pemerintah dan anggauta partai masih berpenghasilan relatif rendah maka tidak sedikit dari mereka yang memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi, bahkan dikalangan anggauta militernya terjadi kasus korupsi seperti Wakil Panglima Angkatan Laut Tiongkok Laksamana Wang Shouye yang dikenakan tuduhan korupsi baru-baru ini, wakil Walikota Beijing Liu Zhihua dituduh menggelapkan dana untuk penyelenggaraan Olympiade 2008 , wakil Gubernur Propinsi Anhui He Minxu didakwa menerima uang suap, mantan kepala Akedemi Tehnik Peluncuran Kendaraan Ruang Angkasa (China Academy of Launch Vehicle Technology) yang pernah ikut mengembangkan rocket generasi ketiga Long March 3 Li Janzhong dituduh korupsi $ 20 juta, mantan sekretaris partai dari propinsi
Guizhou Liu Fang Ren ($ 820,000 uang suap yang diterima), mantan wakil Gubernur Guizhou Liu Changgui, pada tahun 1990 Walikota Beijing Chen Xitong dihukum karena korupsi. Manager “Bank of China” Xu Chaofan dan Xu Guojun menggelapkan uang sejumlah $ 485 juta (skandal perbankan yang terbesar yang pernah terjadi) lalu lari ke Amerika dan ditangkap disana pada tahun 2004. Nama-nama ini adalah sebagian dari beberapa nama pejabat pemerintah atau partai yang ditangkap karena kasus korupsi.
Walaupun pemerintah Tiongkok melakukan kampanye pemberantasan korupsi dengan serius serta mengenakan hukuman yang berat bagi pelakunya, praktek-praktek korupsi tetap mewabah dari atas hingga ke bawah. Kampanye pemberantasan korupsi ini sering juga dinilai tidak konsekwen dan adil seperti halnya para wartawan yang memberitakan praktek-praktek korupsi di kalangan anggauta partai dan pejabat, sering diancam dengan tuduhan membocorkan rahasia negara dan dikenakan hukuman seperti halnya dengan pemimpin redaksi senior dari Xinjing Bao (Beijing News), dituduh karena membongkar kasus korupsi pejabat partai. Anggauta PKT sekarang berjumlah sekitar 70 juta, dan pada tahun lalu sekitar 115,000 anggauta PKT yang dipecat atau dikenakan hukuman karena melakukan pelanggaran hukum atau korupsi.
Praktek-praktek korupsi ini telah menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan di pertambangan batu bara di Tiongkok, tahun lalu saja sekitar 6000 pekerja meninggal karena kecelakaan di
pertambangan ini. Para peyelidik menemukan bukti bahwa pekerja tambang ini bekerja dibawah kondisi yang membahayakan dan tak memenuhi syarat keamanan, para pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi tambang ini menerima uang suap untuk menutup mata ketika terjadi pelanggaran atas prosedur keamanan atau malah sering memiliki saham di pertambangan itu, hal ini tetap dilakukan walaupun ijin pertambangannya sudah dicabut karena sudah tidak memenuhi persyaratan keselamatan bekerja lagi.
KEKECEWAAN SOSIAL (social unrest)
Pada tahun lalu pemerintah Tiongkok sendiri yang melaporkan bahwa telah terjadi 87,000 kasus konflik sosial atau unjuk rasa dengan kekerasan, ini berati suatu peningkatan 6.6% dibandingkan dari tahun 2004 dan 50% kalau dibandingkan dengan kasus yang sama pada tahun 2003. Dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2006 ini saja telah terjadi 39,000 aksi unjuk rasa dengan kekerasan. Aksi- aksi unjuk rasa ini pada umumnya terjadi dipedalaman, banyak rakyat yang memprotes atas ketidak adilan yang dialami selama ini.
Protes dan kerusuhan ini terjadi pada umumnya karena tindakan yang korup dan keserakahan yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah dan partai. Hal ini sering terjadi karena tanah-tanah yang ditempati warga diambil dengan paksa atau diberikan ganti rugi yang nilai kompensasinya tidak memadai atau adil. Para pejabat partai atau pemerintah disuap untuk mengambil alaih tanah para petani yang akan digunakan untuk pengembangan.
Tidak jarang aksi-aksi ini telah membawa korban seperti dalam sebuah peristiwa yang membawa korban jiwa di Shanwei, propinsi Guangdong baru-baru ini. Tidak jarang para wartawan yang melapori kejadian ini diancam atau ditangkap oleh para pejabat setempat. Aksi unjuk rasa juga terjadi dengan buruh-buruh pabrik yang kondisi kerjanya buruk seperti aksi unjuk rasa 1000 kaum buruh yang membuat permainan anak-anak untuk McDonald’s pada bulan Juli lalu. Buruh- buruh ini memprotes karena kondisi tempat bekerja yang buruk serta upah yang rendah atau kadang-kadang tidak sama dengan upah yang dijanjikan sebelumnya dll.
Masalah lain yang dihadapi Tiongkok dengan pembangunannya yang pesat selama ini adalah pencemaran lingkungan hidup yang kondisinya sudah mengkhawatirkan seperti tercemarnya sungai dan udara dibeberapa kota besar.
Pembangunan ekonomi yang pesat ini telah menciptakan suatu kesenjangan sosial yang besar, antara yang kaya dengan yang miskin, antara kota dengan desa dan ini terjadi karena tidak
meratanya pertumbuhan ekonomi atau penghasilan yang didapat. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah Tiongkok mulai melancarkan program pembangunan besar-besaran di propinsi-propinsi yang tertinggal seperti di propinsi-propinsi pedalaman yang masih tertinggal selama ini.
Masalah korupsi dan kekecewaan sosial yang terakumulasi dari hari ke hari telah mencemaskan para pemimpin PKT akhir-akhir ini dan hal ini telah mengancam kredibilitas dan legitimasi PKT karena ini bertentangan dengan cita-cita murni dari Partai Komunis Tiongkok dan para pendirinya (Corruption runs counter to the nature and purpose of the Communist Party of China).
Masa depan PKT akan tergantung dari usaha dan kemauan politik untuk memberantas korupsi dan ke tidakadilan yang terjadi. Dalam sejarah Tiongkok tidak jarang terjadi pemberontakkan golongan petani yang menggulingkan sebuah dinasti atau pemerintahan karena pemerintahannya korup dan tirani, salah satunya adalah pemerintahan Kuomintang dibawah Chiang Kai-shek. Tetapi ironisnya pemerintah Taiwan sekarang rupanya telah belajar dari pengalaman sejarah masa lalunya dan telah berhasil merubah dan mereformasi dirinya seperti dengan konsekwen memberantas korupsi dikalangan para pejabat atau anggautanya serta mereformasi pemerintahannya ke arah pemerintahan yang lebih demokratis.
Sekiranya Taiwan bersatu kembali dengan Tiongkok , Taiwan dapat tetap mempertahankan sisitim pemerintahannya sendiri sesuai dengan konsep “One country, two systems” seperti halnya dengan Hongkong. Tiongkok tidak akan pernah dapat menarik simpati rakyat Taiwan untuk disatukan kembali sekiranya Tiongkok sendiri masih dilanda wabah korupsi yang telah menjadi lembaran hitam sejarah masa lalunya Taiwan.
Pada peringatan ulang tahun PKT yang ke 85 bulan Juni lalu, Hu Jintao memberikan peringatan kepada anggauta-anggauta PKT akan bahaya ancaman korupsi bagi kelangsungan hidup dan legitimasi PKT. Memberantas korupsi telah dijadikan satu skala prioritasnya dalam menegakkan disiplin partai dan membangun pemerintahannya yang bersih dan ini akan merupakan pekerjaan rumah untuk menghadapi kongres partai yang ke 17 tahun depan.
Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, orang tidak cukup atau bersandar kepada tindakan Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao saja , melainkan dibutuhkan juga suatu pengawasan dari pers yang dijamin keamanan dan kebebasannya untuk memberitakannya, tetapi ini suatu dilemma bagi pemerintah dan PKT untuk memberikan suatu kebebasan pers yang selama ini dikontrolnya.
Mungkin sudah tiba saatnya PKT sekarang melancarkan sebuah “otokritik” dan mereformasi tubuhnya kedalam atau akan mengalami nasib sama seperti partai Kuomintang dimasa lalu.
GH.
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa