Budaya-Tionghoa.Net | Orang Jerman dahulu menilai Amerika sebagai “Das Land der unbegrenzten Moeglichkeiten” atau negara tanpa kemustahilan. Semuanya serba mungkin misalnya dari tukang cuci piring bisa jadi konglomerat. Sayangnya ini hanya sekedar dongeng tempo doeloe, sebab posisi Amerika sekarang sudah diambil alih oleh China: Disanalah sekarang ini pusatnya negara tanpa batasan, sehingga apa saja di China sekarang ini tanpa kemustahilan bisa terjadi.
|
Di tahun 1985 seorang gadis miskin yang bernama Cheung Yan mulai usahanya dengan jualan kertas bekas di Hong Kong. Sang gadis si penjual rombengan tersebut sekarang bukan saja sekedar menjadi orang kaya, bahkan menjadi orang terkaya di seluruh negara China. Dan ini bukannya sekedar dongeng Cinderella.
Dalam usianya 49 tahun Cheung Yan telah dinobatkan menjadi perempuan pertama yang terkaya di China dengan jumlah harta kekayaan sebesar 3,4 milyar AS Dollar. Usahanya pun masih serupa seperti yang dulu ialah jualan kertas bekas, tetapi sekarang sudah ditingkatkan menjadi perusahaan yang mendaur ulang kertas bekas “Nine Dragons Paper” – recycling and packing firm.
Ms. Cheung Yan telah mampu menggeser saingannya Mr. Huang Guangyu pemilik dari Gome Electrical Appliances, maklum ia masih satu milyar AS$ jauh lebih melarat daripada Ms. Cheung Yan.
***
Orang Inggris membutuhkan waktu 60 tahun untuk melipat gandakan pendapatan nasional (GNP, gross national product) per orang. Amerika dan Jepang membutuhkan waktu 40 tahun dan Indonesia 17 tahun. Sedangkan China hanya membutuhkan waktu 12 tahun saja. Hanya dalam satu hal Indonesia jauh lebih cepat ialah meningkatkan kekayaan para pejabat tingginya. Mereka bisa melipat gandakan kekayaannya dalam jangka waktu antara dua atau tiga tahun saja; target sudah bisa tercapai.
Jerman pada saat era Ludwig Erhard (1955) dielu-elukan sebagai negara dimana keajaiban ekonomi (Wirtschaftswunder) terjadi. Pada saat tersebut mereka mendatangkan jutaan buruh secara berbondong-bondong dari negara tetangganya seperti Italy, Spanyol maupun Turki.
Sekarang, setengah abad kemudian keajaiban ekonomi terulang kembali, tetapi ini kali bukannya di Eropa melainkan di China. Sedangkan di Jerman yang dahulu terkenal sebagai negara kaya dimana madu dan susu mengalir secara berlimpah ruah, sekarang berbalik menjadi negara miskin, sekitar tujuh juta penduduknya hampir 10% hidup dari tunjangan sosial yang disebut Hartz-IV-Programm (sumber Spiegel 37/2006).
Daerah Rhein & Ruhr disitu dahulu adalah pusat industrinya Jerman, tetapi sekarang disana banyak sekali bekas pabrik kosong, bahkan jumlah pengangguran disana sudah melebihi 25%. Maka tidaklah heran kalau sekarang
ini banyak tenaga ahli dari Jerman meninggalkan negaranya untuk mencari kerjaan di negara lain.
Hal ini bukan hanya terjadi di Jerman saja melainkan juga di banyak negara-negara industrie lainnya misalnya di England – Liverpool, Birmingham, mereka juga mengalami nasib yang sama.
Berdasarkan laporan dari PBB dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir ini jumlah tenaga kerja meningkat sebanyak 400 juta orang, tetapi hanya 50% saja yang mendapatkan pekerjaan. Bahkan sekarang ini per hari, bertambah 200.000 orang tenaga pekerja baru, tetapi dilain pihak peningkatan lowongan kerja berada jauh dibawah peningkatan jumlah tenaga buruh.
Di Indonesia kita lebih sering membaca pabrik yang ditutup daripada pembukaan pabrik baru dan jumlah karyawan yang di PHK pun semakin hari semakin meningkat dengan drastis. Uang pesangon yang mereka terima hanya cukup untuk hidup dua sampai tiga bulan saja.
Kalau kita membaca iklan lowongan kerja, pada umumnya yang dicari tenaga buruh yang usianya dibawah 30 tahun, sehingga yang usianya sudah diatas 40 tahun jangan harap bisa mendapatkan pekerjaan lagi. Oleh sebab itu untuk pasaran kerja di Indonesia bukannya masalah gaji lagi yang penting, melainkan dapat pekerjaan ada jauh lebih penting daripada gaji. Lebih baik kerja dengan gaji rendah daripada hidup tanpa kerja.
Kita merasa senang dengan membanjirnya barang-barang murah dari China, tetapi dilain pihak kita juga harus sadar, bahwa setiap pembelian barang murah dari China merupakan risiko tambahan bagi perusahaan tempat dimana ia bekerja. Disatu sisi kita tidak mampu untuk beli barang mahal, tetapi di sisi lain kita juga takut kehilangan pekerjaan. Jadi seperti madu dan racun, pilihan ada ditangan anda. Hanya sayangnya seperti juga judul salah satu film Warkop: “Maju Kena Mundur Kena”.
Mang Ucup
Email: [email protected]
Homepage : www.mangucup.net
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/21655
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua