Budaya-Tionghoa.Net| Sebenarnya istilah ” mempertahankan ” budaya Tionghoa ini yang harus dikoreksi. Apanya yang harus dipertahankan?
|
Budaya babah sudah tidak ada lagi yang “hidup”. Coba, Tionghoa mana yang masih bisa gambang kromong? Siapa yang masih pakai batik encim?
Budaya totok pun juga sudah hampir “mati ” akibat kena berangus , coba, hasil sastra Mandarin dari Indonesia mana ada yang pantas ditampilkan di pentas dunia? Masak mau mempertahankan yang seperti ini?
Yang lebih tepat adalah ” revitalisasi” buaya Tionghoa! menghidupkan kembali. Kalau bicara menghidupkan kembali, semua harus dimulai lagi dari titik nol.
Kita bisa saja bercita-cita menghidupkan kembali budaya babah, tapi saat ini kita juga harus memperlakukan budaya ini sebagai “barang baru”, mencoba mengenalkan kembali ke generasi baru yang telah merasa asing, .
Sama saja halnya saat kita mengajarkan bahasa mandarin pada generasi muda Tionghoa. bagi mereka ini juga merupakan pelajaran “bahasa asing”.
Kalau demikian halnya, kita tidak usah pusing mana yang lebih benar. Bagi yang masih memahami budaya babah silahkan menyebarkan, bagi yang paham budaya totok juga silahkan meneruskan ke generasi muda.
Hanya saja, bagi kaum muda, akan lebih tertarik pada budya kontemporer dibanding budaya masa silam, dan budaya kontemporer ya harus menggali dari negeri asalnya yang budayanya terus mengalami perkembangan. Ini adalah hal yang alami.
Kalau demikian, yang berjaya adalah budaya import dong? Mana identitas lokal? Tak usah risau, jika perkembangannya normal, tidak ada campur tangan politik, sesuai perjalanan waktu, pasti akan muncul lagi budaya lokal hasil akulturisasi, akan muncul lagi budaya babah jilid 2, seperti di masa lalu.Salam
Zhou Fuyuan , 25645
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa | Mailing-List Budaya Tionghua