Budaya-Tionghoa.Net | Disini perkenankan saya memberi sedikit gambaran tentang Agama KHC di Indonesia secara singkat.
Tahun 40 ~ 50 abad yang lalu, sekelompok pecinta / pemerhati tradisi Tionghua yang berpendidikan tinggi di Belanda, al. Prof. Tjan Tjoe Som, Dr. Kwee Tji Tiok dll merasa prihatin bila kesinambungan ajaran KHC hanya sebatas didalam kelenteng tanpa pemahaman esensi agamisnya. Maka, mereka memisahkan diri dengan Sam Kauw Hwee membentuk lembaga tersendiri, dengan rumah ibadah yang diberi nama Li-tang (礼堂) yang berarti Ruang Tatasusila atau Ruang Seremonial, dengan ceramah agama berbahasa Indonesia.
|
Sesungguhnya, lembaga Khonghucu yang didirikan oleh para “babah” yang tidak berpendidikan Tionghua itu, telah menjadikan agama KHC. “mempribumi” Maka tidak aneh bila ritualnya kadang-kadang berbau Kristen ! Semula saya yang atheis, setelah usia saya sangat dewasa, bBegitu saya masuk ke Li-tang saya juga merasa ada ketidak beresan. Tetapi, dalam masalah ini, teman -teman mengingatkan : “Ini di Indonesia bukan di Tiongkok ! Tidak bisa persis sama, yang penting esensinya !” Benar juga mereka !
Sebelum “pemberangusan”, aktivitas umat KHC dipulau Jawa dan Indonesia Timur, jauh lebih dinamis ketimbang umat kelenteng. Kemudian agama KHC kehilangan legitimasi di Indonesia selama zaman “Pembauran” dan medapatkan kembali legitimasinya setelah reformasi. Legitimasi ini melewati proses cukup panjang, mulai dari presiden Wahid, Megawati hingga Yudoyono.
Awal tahun 70 an abad yang lalu, mucul negara atau wilayah di Asia Timur, al. Singapura, Taiwan, Honghong dan Korsel yang mengalami kemajuan ekonomi dan berhasil melaksanakan moderenisasi denga cirinya tersendiri yang berbeda dengan versi Barat. Para intelektual Barat dengan jeli melihat gejala ini :
Herman Kahn dalam “post – Confucian hypotesis”nya mengatakan, bahwa keberhasilan Jepang dan Empat Naga-kecil adalah berkat etika Khonghucu yang telah mengalami transformasi. Peter L. Berger dalam “Secularization: West & East” juga mengatakan, keberhasilan Asia Timur itu disebabkan ajaran KHC sudah lepas dari “vulgar Confucianism”, mentransform menjadi “Contemporary Confucianism”.
Saat ini, di Tiongkok sendiri sedang terjadi adu argumentasi yang cukup seru dalam hal ini. Tetapi, rupanya, lambat laun pemerintah (yang Komunis) semakin menyadari bahwa budaya milik sendirilah yang ahkirnya menentukan masa depan
bangsa. Maka awal tahun 2008, perayaan 1 Mei yang semula libur tiga hari kini telah dirubah menjadi hanya libur sehari, sedang Qing-ming-jie (hari Ceng-bing, hari sembahyang arwah leluhur) dan Tuan-yang-jie dijadikan hari libur Nasional.
Bagaimana perkembangan KHC di Indonesia ? Kalu boleh saya jawab, secara kwantitas berkembang cepat, tetapi, secara kualitas masih jauh dari harapan. Misalnya, pertanyaan sejenis yang diajukan Mr. Can KH “Di Tongkok apakah dikenal HAM dan Demokrasi ?” bagi orang KHC Indonesia masih sulit untuk menjawab, tetapi, biar bagaimanapun saya akan tetap mencoba untuk menjawab .
Sekian.
Salam dari Indarto Tan
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa | Facebook Group Tionghoa Bersatu