Photo : Lo Chia Bio – by Ardian Cangianto
Budaya-Tionghoa.Net| Dalam perayaan Cap Gou Meh di Manado seluruh lapisan masyarakat Kawanua tumpah-ruah ke jalan- jalan. Bukan hanya kalangan nelayan dan komunitas Tionghoa saja yangpercaya kesakralan perayaan tersebut dan perlindungan yang diberikan Ma Cou Po dan para dewata lainnya. Bahkan kalangan pemilik kebun cengkeh ― utamanya ― pun meyakini, kalau Cap Gou Meh tidak jadi diadakan, mereka khawatir panen mereka tidak berhasil baik tahun itu. Bahkan perayaan tersebut sudah masuk agenda wisata tahunan propinsi Sulawesi Utara, bahkan ketika rezim Orde Babe masih berdiri
dengan kokohnya.
|
Disinilah uniknya upacara Capgomeh di Manado itu. Tidak saja muncul tole (ujang) ikut pukul tambur, namun juga muncul penari “kabasaran” (semacam cakalele). Tentang tari Kabasaran, saya pernah menyaksikan, bersama Musik Bambu khas Minahasa, salah satu kelompok tari ini yang berada di Jakarta juga turut berpartisipasi dalam upacara Cap Gou Meh kelenteng Lo Chia Bio.
Hanya disinilah, budaya Tionghoa diusung seluruh masyarakat, walau beda agama. Juga disini, masyarakat Tionghoa menggunakan dialek Malayu-Manado bersama warga Kawanua. Pakaian wanita Minahasa dalam upacara upacara juga sama dengan yang dipakai para wanita Tionghoa, batik putih berenda.
Kelenteng yang dianggap “utama” adalah Ban Hing Kiong itu, dimana dewata rumahnya adalah si dewi laut, Macopo. Ini mungkin disebabkan karena orang Minahasa terdiri dari dua jenis profesi: nelayan (yang menggormati Macopo), dan para pemilik kebun kelapa, cengkeh, pala,yang tinggal dipedalaman. Kelenteng Ban Hing Kiong dianggap paling utama, karena kelenteng inilah yang tertua di kota para Nyong dan Noni itu. Cuma sayang bangunan aslinya telah dibakar dalam suatu peristiwa rasialis tahun 1975. Bangunan yang sekarang sudah dipugar.
Kelenteng yang memainkan peran utama pada saat hari kesembilan imlek itu adalah kelenteng Lociabio. Teman teman dari Manado biasanya sudah heboh dibulan Desember, ribut pesan tempat dan pesan ticket pesawat, sambil berseru ” mari jo, torang liat itu enche Pia”.
MA COU PO DAN MARGA LIEM
Berbicara tentang Ma Cou Po, ternyata selain sebagai pelindung para pelaut, Ma Cou Po Thian Siang Seng Bou / Ma Zu Po Tian Shang Sheng Mu 媽祖婆天上聖母 juga dianggap pelindung she (marga) Lim (Liem), karena beliau bernama kecil Lim Bek Nio/Lin Moniang 林默娘.
Beliau lahir tanggal 23 bulan 3 (Shagwee Djiesha) tahun 960 Masehi di pulau Biciu / Meizhou 湄州嶼, kabupaten Phouchan / Putian 莆田縣, karesidenan Hinhoa/Xinghua 興化府, yang tidak jauh dengan karesidenan Coanciu/Quanzhou 泉州府, yang termasuk Hokkian Selatan, daerah asal kakek-moyang sebagian orang Tionghoa.
Berbagai gelar dianugerahkankepada beliau oleh berbagai kaisar dari berbagai dinasti, diantaranya Thian Hui/Tian Fei 天妃 (“Permaisuri Langit”) olehKaisar Seng Cou/Cheng Zu 明成祖 (yang terkenal sebagai kaisar Eng Lok/Yong Le dari dinasti Beng/Ming明 (1368-1644) dan terakhir ThianSiang Seng Bou/Thian Shang Sheng Mu 天上聖母 (Ibu SuciDi Atas Langit) oleh seorang kaisar dinasti Cheng/Qing清 (1644-1911).
Karena beliau menduduki kedudukan sangat tinggi dalam jajaran dewata Tionghoa, maka kelenteng tempat beliau dihormati boleh menyandang nama Kiong/Gong 宮, yang artinya `istana.’ Begitu terkenalnya figur beliau, sampai-sampai Laksamana The Ho / Zheng He 鄭和 (1371-1435) yang Muslim pun sangat menghormati beliau. Sebuah prasasti Thian Hui Leng Eng Ci Ki/Tian Fei Lingying zhi Ji妃靈感應之記(Catatan tentang Kemujizatan Thian Hui) yang didirikannya di Tianglok / Changle 長樂, Hokkian / Fujian 福建省, tahun 1431 (tahun ke-6 periode Soan Tek /Xuan De 宣德) sebelum muhibahnya yang ke-7mencatat, berkat perlindungan Thian Hui / Tian Fei 天妃, kapal-kapalThe Ho / Zheng He 鄭和 berhasil mengunjungi lebih dari 30 negara asing dalam pelayaran杙elayaran sebelumnya dan berhasil pula mengatasi angin ribut dan ombak dahsyat.
Sebagai tokoh she (marga) Lim (Liem)/Lin 林, oleh warga beliau lalu dianggap sebagai dewata pelindung she tersebut, sebagaimana juga Kwee Hong Hok / Guo Hongfu 郭洪福 yang dianggap dewata pelindung she Kwee (Kwik, Que)/Guo 郭, bergelar Kwee Seng Ong / Guo Sheng Wang 郭聖 王 dan Kong Tek Cun Ong / Guang Ze Zun Wang 廣澤尊王. Beberapa kelenteng sampai kini tampaknya masih dikelola warga she Lim (Liem) / Lin 林. Kelenteng Thian Hou Kiong / Tianhougong 天后宮 di Bandengan Selatan (Kampung Baru), Jakarta Utara dan Kelenteng See Hoo Kiong / Xihegong 西河宮di Sebandaran I (Lengkong See Ong) Semarang, di antaranya.
Di kota-kota lain macam Kelenteng-kelenteng Tjoe Hwie Kiong / Cihuigong 慈惠宮Rembang dan Tjoe An Kiong / Ci’angong慈 安宮 Lasem, Hwie Ing Kiong / Huironggong 惠榮宮 Madiun, Tjoe Ling Kiong / Cilinggong 慈靈宮 Tuban, Tjoe Tik Kiong / Cidegong 慈德宮 Pasuruan di Jawa; serta Kelenteng-kelenteng Ban Hing Kiong / Wanxinggong Manado dan Thian Houw Kiong/Tianhougong 天后宮 Makassar di Sulawesi kelihatannya semua merupakan kelenteng umum, artinya terbuka bagi umat dari segala she (marga).
Di kelenteng yang erat kaitannya dengan masyarakat Tionghoa-Manado di Jakarta seperti kelenteng Lo Chia Bio, ini juga ada altar Ma Cou Po di sebelah kiri altar utama. Kebetulan besok Senin 28 April 2008 ini bertepatan dengan tanggal 23 bulan tiga (Shagwee Djiesha), yakni hari ulangtahun Ma Cou Po. Yang berminat bersembahyang mengucap selamat, silakan datang ke Lo Chia Bio pada hari Senin malam Selasa, atau malam sebelumnya ke Thian Houw Kiong Bandengan Selatan pada hari Minggu malam Senin, jadi tanggal 22 malam 23. Beberapa tahunlalu biasanya ada hiburan keroncong, entah tahun ini.
Kiongchiu/Gongshou,
DK
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa