Photo Ilustrasi : Terracota Chang’an , by Kevin Schoenmaker
Budaya-Tionghoa.Net| Ini bukan sensasi! Agar jangan sampai dikira demikian, memang, harus kujelaskan lebih lengkap. Yang dimaksud ialah ‘HET TERRACOTTA LEGER van XI’AN’ , tentara terracotta Xi’an, Tiongkok, yang masuk kota mungil Assen, Belanda. Sejumlah 17 patung-patung batu yang diseleksi dari 6 000 pradjurit terracotta Xi’an dan benda-benda sejarah lainnya diangkut ke Assen dan Groningen untuk dikagumi oleh masyarakat Belanda. Ini pencerminan dari suatu usaha dan kegiatan persahabatan antara negeri Belanda dan Tiongkok. Kegiatan-kegiatan semacam ini menyegarkan, memberikan dukungan dan dorongan pada cita-cita dan semangat saling mengerti dan saling menghargai pelbagai kultur yang aneka ragam di dunia ini.
|
OK, judul artikel di atas memang ‘beneran’. Seratus persen benar adanya! Bukan suatu invasi tentara agresor Kaisar Qin Shih-Huangdi dari Tiongkok ke Belanda. Karena, tentara Kaisar Qin Shi-Huangdi, adalah suatu episode sejarah yang berlangsung pada periode abad ke-3 sebelum Masehi. Kurang lebih 2300 tahun yang lalu. Jauh ke belakang, pada zaman Tiongkok kuno.
* * *
Sudah lama kami, Murti dan aku merencanakan akan berkunjung ke Assen, untuk menyaksikan pameran ‘Het Terracotta Leger van Xi’an’. Itu sejak kami baca beritanya Februari yang lalu. Demikianlah, kemarin Sabtu pagi,
dengan memanfaatkan ‘keuzedag kaart’, yaitu ticket kereta-api ‘gratis’ berkeliling Nederland dalam satu hari (ini termasuk paket voordeel kaart, suatu macam abonemen yang dibayar setahun sekali). Kami bermetro dan kereta-api dari Bullewijk-Bijlmer, lewat Amsterdam Centraal menuju ke Assen/Groningen. Perjalanan yang makan waktu dua jam lebih. Tujuannya hanya satu, sambil besantai menikmati weekend, menambah horizon dan pemahaman di Musium Drente. Horizon sejarah Tiongkok. Tidak kebetulan. Menurut fihak Musium Drente dan Groningen, yang menjadi penyelenggara pameran tsb , tahun 2008 adalah ‘Het jaar van China’, ‘Tahun Tiongkok’. Ratusan Ribu orang akan menunjungi Olympiad Beijing, dan menikmati kebudayaan Tiongkok. Tetapi, barang siapa yang tinggal ‘di rumah’, tidak ke Beijing, mulai 02 Februari s/d 31 Agustus 2008 bisa datang ke Groningen dan Drente. Demikian dianjurkan.
Sayang sekali, prakarsa bagus menjadikan ‘Tahun 2008, Tahun Tiongkok’ diganggu, dicemarkan oleh aksi-aksi ‘Tibet Merdeka’. Jelas mereka-mereka yang beraksi itu, memilih waktu sedemikian rupa untuk bisa menyalahgunakan penyelenggaraan Olympiade di Beijing, demi maksud-maksud politik menentang Tiongkok. Dengan menggunakan dalih kepedulian dengan Tibet dan pemberlakuan hak-hak azasi di Tiongkok, dilakukan aksi-demo di mana-mana yang tidak bersih dari ‘kekerasan’, suatu hal yang menurut klaim para pendukung ‘Tibet merdeka’, adalah aksi-aksi ‘damai’. Tidak keliru komentar yang menyatakan bahwa ‘aksi-aksi Tibet Merdeka’ itu, adalah aksi-aksi yang menggunakan maksud dan tujuan baik pesta olahraga Olympiade di Tiongkok, untuk kampanye politik ‘anti-Tiongkok’ yang sudah lama mereka rencanakan.
Di Barat tidak semua suara membenarkan ‘aksi-aksi anti-Tiongkok’ tsb. Sinolog Landsbergen dan pakar tentang Tiongkok Nienhuys dari Belanda, misalnya, menyatkana a.l.: ; Kita (di Barat) samsekali tak tau apa-apa mengenai Tiongkok. Dan apa yang kita tau, misalnya tentang Tibet, adalah diperoleh dari wartawan-wartawan yang pada umumnya juga gelap mengenai situasi Tiongkok dan Tibet. Ucap Nienhuys selanjutnya: Gambaran bahwa kebudayaan dan bahasa Tibet sepenuhnya digencet, samasekali tidak sesuai dengan kenyataan. Orang biasa yang tak tau, menyangka bahwa Tibet ditindas oleh orang-orang Tionghoa, bahwa Tibet dibanjiri oleh orang-orang Tionghoa. Kelihatannya seperti demikian. Tetapi sesungguhnya sebagian orang Tionghoa yang tampak di Lhasa, umpamanya, adalah kaum pelancong belaka.
Landsberger: Kita harus lebih banyak belajar tentang Tiongkok. Dengan demikian kita akan melepaskan fikiran bahwa Tibet itu adalah semacam ‘Shangri-La’, seperti Dalai Lama ingin kita berfikir demikian. Bicara mengenai demo-demo dan aksi-aksi yang mencoba mengacau jalannya marathon obor Olympiade dari Junani keliling dunia menuju Beijing, Lansdberger dengan tandas menyarankan:
Akan sangat membantu, andaikata Barat berusaha keras untuk membebaskan jalan-jalan raya yang akan dilalui Obor Olympiade itu, dari kaum demonstran. ‘Kebencian mendalam terhadap Tiongkok yang tampak pada fihak-fihak tertentu, adalah mengagetkan dan mengerikan’. Demikian sinolog Belanda Landsberger.
Media Barat, menggambarkan seolah-olah masyarakat Tiongkok ditutup-rapat terhadap dunia luar, tak tau apa-apa tentang ‘rame-rame’ aksi ‘Tibet Merdeka’ dan anti-Tiongkok. Padahal s.k. Metro di Amsterdam ( 09 April 2008) menulis, bahwa di Tiongkok semakin banyak penduduk yang marah terhadap aksi campur-tangan di Tibet. Kira-kira tiga juta penduduk Tiongkok membuat petisi yang ditandatangni di internet. Dalam petisi tsb mereka menuding organisasi-organisasi Barat menyiarkan berita-berita dan laporan bohong dan diputar-balikkan mengenai ‘provinsi yang berontak’. Sedangkan harian nasional Belanda, ‘de Volkskrant’ menyindir bahwa orang (di Barat) melakukan terlalu banyak kritik terhadap Tiongkok. Seolah-olah sedikitpun tak ada yang baik di sana.
Mengenai kampanye tuduhan dan fitnah Barat, seolah-olah Tiongkok tidak bersedia berdialog dengan Dalai Lama, serta mereka mendesak agar Tiongkok berdialog dengan Dalai Lama, baik kiranya dipelajari sikap fihak Tiongkok yang menjelaskan (Berita HNA 11 April 2008), bahwa Tiongkok membuka pintu lebar-lebar untuk bicara dengan Dalai Lama. Untuk itu Dalai Lama seyogianya mengakui kenyataan sejarah, bahwa Tibet adalah bagian dari Tiongkok, seperti halnya Taiwan adalah bagian dari Tiongkok. Sebagai kelanjutannya Dalai Lama agar menghentikan tuntutan ‘Tibet Merdeka’ serta menjauhi diri dari aksi-aksi kekerasan.
* * *
Ketika menyaksikan pameran ‘Tentara Terracotta Xi’an’ , kepada istriku Murti kukatakan: Sudah begitu tinggi taraf kebudayaan bangsa Tionghoa ketika itu; entah sampai seberapa tinggi taraf kebudayaan bangsa-bangsa Eropah ketika itu. Pasti tak melebihi kebudayaanTiongkok. Maksudku bukan hendak membanding-bandingkan dengan maksud untuk melecehkan yang satu dan menyanjung yang lainnya. Sejarah masyarakat dan umat manusia sejak
zaman purba sampai kini, menunjukkan bahwa adalah fakta yang wajar, suatu bangsa, pada suatu periode tertentu mencapai taraf kebudayaan yang jauh lebih tinggi, dari yang lainnya. Sejarah juga menunjukkan bahwa pada ketika lainnya, bangsa-bangsa yang taraf kebudayaannya belum berkembang, melalui pelbagai faktor dan periode tertentu mencapai kebudayaan yang melebihi yang lainnya. Ini sejarah. Bangsa-bangsa saling mempengaruhi, saling berperang, tetapi juga saling belajar dari keunggulan yang lainnya.
Pembicaraan jadi sampai ke sini, penyebabnya ialah, karena, belakangan ini suara-suara di Eropah, sering menonjolkan ‘keunggulan’ dan ‘kehebatan’ budaya, serta, apa yang dikatakan nilai-nilai Eropah yang jauh lebih tinggi (katanya) terbanding budaya lainnya, khususnya budaya Islam dan Timur lainnya. Terhadap orang-orang Tionghoa, tidak jarang kedengaran penamaan ‘de spleetogen’, si ‘sipit’ dengan nada merendahkan.
Di lain fihak ada fikiran ‘lain’ lagi mengenai Tiongkok. Seorang politikolog Amerika dari Harvard University, Samuel Huntington, misalnya, menulis dalam majalah triwulan Foreign Affairs, 1993. Dengan amat khawatir Huntington menggambarkan tentang masa depan dimana ‘peradaban-peradaban’ di dunia saling berbentrokan. Dikatakannya a.l. bahwa, setelah berakhirnya perjuangan antar-ideologi, dunia akan terlibat dalam suatu bentrokan ‘baru’ yang sesungguhnya lama, yaitu bentrokan antar-kebudayaan. Suatu ‘CLASH OF CIVILIZATION’. Huntington lalu menganggap bahwa kebudayaan Asia/Asia Timur yang dominasi oleh kebudayaan Tionghoa akan merupakan bahaya terbesar bagi kebudayaan Barat. Ini disebabkan a.l. karena semakin maju dan besarnya pengaruh ekonomi Tiongkok terhadap dunia. Baiklah,lain kali, kalau ada kesempatan bisa kita bicarakan lagi tepat-tidaknya analisis dan ramalan Huntington tsb.
Namun, seorang cendekiawan Afrika, Ali A. Mazrui, rektor Universitas Jomo Kenyatta di Nairobi, Kenya, punya pendapat lain. Ia menyarankan bahwa penguasaan/dominasi, penindasan dan penghisapan yang terjadi di
antar bangsa-bangsa, merupakan sumber utama dari bentrokan-bentrokan besar dan kecil di dunia ini.
* * *
Tak kusembunyikan, rasa muakku mengikuti kampanye ‘anti-Tiongkok” dalam beberapa hari ini, sejak terjadinya ‘kerusuhan di Lhasa’. Sesuatu yang ditimbulkan oleh aksi-aksi menuntut ‘Tibet Merdeka’. Suatu kampanye yang dengan kasar sekali menyalahgunakan Pesta Olah Raga Internasional Olympiade yang akan berlangsung di Beijing bulan Agustus mendatang. Hampir setiap hari boleh dibilang berlangsung kampanye ‘anti-Tiongkok’ yang berselubung kepedulian terhadap keadaan rakyat Tibet dan hak-hak azasi manusia di Tiongkok.
Aku berkomentar demikian, mungkin sebagai suatu reaksi terhadap ‘rame-rame’ media Barat, termasuk Belanda, hari-hari ini, sejak disulutnya OBOR OLYMPIADE di suatu desa pegunungan di Junani. Yang tidak jemu-jemunya menyasar Tiongkok.
* * *
Beberapa dari Tentara Terracotta Xi’an, 14 jumlahnya, dianggkut ribuan kilometer jauhnya dri Tiongkok ke Belanda. Itu dalam rangka suatu kegiatan kebudayaan yang bertujuan untuk memajukan saling mengerti dan
saling menghargadi kebudayaan kedua negeri, Belanda dan Tingkok. Fihak Belanda menyiarkan bahwa di DRENTS MUSEUM, di Assen, dekat Groningin, bagian Utara Belanda, dalam rangka kegiatan GO CHINA!, dari 02 Februari s/d 31 Agustus 2008 dipamerkan benda-benda sejarah dan kebudayaan Tiongkok, antaranya 14 prajurit-prajurit Tentara Terracotta Xi’an.
Aku gembira membaca bahwa direksi-direksi dan pakerja di Museum Groningen dan Drents Museum, merasa bangga terhadap proyek berharga/bermutu GO CHINA! Assen-Groningen. Kegiatan-kegiatan seperti apa yang dilakukan oleh Groningen Museum dan Drents Museum, dengan sendirinya merupakan usaha mulya dalam mendekatkan dan mempromosikan saling mengerti dan saling menghargai, serta saling belajar antar berbagai bangsa di dunia ini.
Di sini kita menjadi tak sependapat dengan politikolog Amerika Samuel Huntington yang memberikan ramalan yang redup dan pesimis mengenai haridepan manusia berbudaya di dunia ini.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa