Lindswell Kwok dan Susyana Tjhan , juara wushu asal Indonesia
Menang atau kalah dalam suatu pertandingan adalah hal biasa dan tentu saja tergantung cara latihan yang bersangkutan. Seperti misalkan Wushu atau Kungfu yang sekarang, memang bukan dilatih untuk bertanding, karena itu dalam pertandingan wushu di pekan olah raga, termasuk Asean Games dll, tidak dilakukan perkelahian dua pemain, tapi hanya demonstrasi gerak perorangan. Akan terlalu berbahaya bila dilakukan pertandingan bebas.
Apakah Kungfu itu bagus atau tidak ? Tentu saja tergantung orangnya, orang yang benar-benar berlatih dan berpengalaman akan menguasainya lebih baik, daripada yang hanya berlatih untuk olah raga.
Kemampuan kungfu agak menurun dalam periode 1949-1980, karena ruang gerak yang dibatasi oleh pemerintah Tiongkok waktu itu. Tapi setelah Tiongkok membuka pintu, klan silat muncul kembali.
Pertandingan silat mulai muncul, meskipun tidak seperti dulu yang boleh memukul mati lawan tanpa dituntut hukum. Sekarang tidak mungkin dibiarkan demikian. Saya tidak tahu, apakah sedang disusun peraturan pertandingan atau belum, tapi jelas, gaya bebas total tak mungkin diizinkan untuk kungfu, misalnya bolehkah mengorek mata, menendang kemaluan dll.
Yang sangat menarik, beberapa tahun lalu ada gadis di Tiongkok yang pasang pengumuman dan iklan, bahwa ia mencari suami, siapa yang bisa mengalahkannya boleh menjadi pacar (tidak langsung suami seperti jaman dulu), tentu ada persyaratan: belum menikah, bukan kriminal, umur maksimum 32 tahun, dan punya penghasilan tetap.
Panggung didirikan di atas kolam air (dulu disebut panggung luitai), yang dipukul sampai tercebur ke kolam dianggap kalah. Pelamar ternyata ada 10 orang lebih, setelah melalui seleksi, dipilih tiga orang maju ke final. Pertandingan disaksikan ratusan penduduk kampung dan wartawan.
Hasilnya? Ketiga pria itu dipukul masuk kolam, si gadis memang jago kungfu. Setelah pertandingan, seorang wartawan mewawancarinya: “Dengan kemampuan silat begitu bagus, sulit anda akan mencari jodoh”, katanya.
Dengan tersenyum si gadis menjawab: “Lihat saja nanti, kalau ada yang cocok, saya yang mengalah” katanya. Dan setelah beberapa kali pertandingan memang ada yang mengalahkan gadis itu. Mengalah atau kalah? Hanya dia yang tahu.
Yang menarik lagi perayaan Tahun Baru Imlek di Singapore. Perayaan biasanya dimulai dua hari sebelum Imlek dengan parade, panggung kesenian, pameran kerajinan di tepi Singapore River.
Selain kegiatan seni orang Singapore, selalu diundang rombongan Taiwan dan salah satu propinsi dari Tiongkok, tahun lalu dari propinsi Hunan dan tahun ini kalau tak salah dari propinsi Shandong (baca Santung).
Karena perayaan diadakan di pinggir sungai maka pesta ini disebut River Hongbao (baca hongbao). Pada sekitar tanggal 8 Imlek diadakan pawai Chingay (istilah Inggeris dari dialek Hokkian Cng-ge atau Zhuangyi dalam Mandarin).
Pawai Chinggay setiap tahun diikuti oleh peserta dalam dan luar negeri, sampai US dan Brasil, tahun ini ada peserta dari Indonesia. Tempai pawai sering dipindah tiap tahun, tahun lalu di China Town dan tahun ini di Orchard Road.
Pawai yang meriah ini biasa dibuka oleh Presiden Singapura, yang dulu saya saksikan ketika itu dibuka Presiden Nathan dan didampingi oleh Jacky Chan, pemain film silat kawakan dari Hongkong. Pada akhir pawai, rakyat dibiarkan terjun ke jalan untuk menyanyi dan menari bersama.
Saya kagum atas keberanian Singapura yang membiarkan presidennya menari bersama rakyat umum di jalan. Tapi inilah Singapura. Di samping itu, tiap shopping mall mengundang para rombongan budaya Tionghua masing-masing untuk memeriahkan pesta di shopping mall masing-masing. Misalnya Suntec City mengundang akrobat naik sepeda di atas tali, yang mengadakan pertunjukan sehari dua kali selama dua minggu.
Raffles City mengundang rombongan tari selama 10 hari dan rombongan akrobat selama 10 hari. Ada pertunjukan Shaoling Kungfu, asli dari biara Shaolin di propinsi Henan Tiongkok, dengan kemampuan yang menakjubkan.
Di Ngee An City ada pertandingan barongsay orang Singapore. Masih banyak lagi yang tidak saya sebutkan satu persatu di sini. Di samping itu, untuk yang mau mengeluarkan uang, ada pertunjukkan bulan kesenian Tionghua selama sebulan di berbagai gedung kesenian di seluruh Singapure, yang ini harus beli tiket tentunya.
Yang sangat menarik adalah: Pada pesta penutupan River Hongbao (capgome), wakil perdana menteri dan calon perdana menteri Lee Hsien-long dan nyonya, membawa 100 orang gadis naik ke panggung.
Di bawah panggung berkumpul pada pria muda yang belum menikah. Para gadis melemparkan siukiu (bola sutera yang bersulam bunga) ke bawah, diarahkan kepada pemuda pilihannya, kalau tertangkap si pria punya hak untuk pacaran dengan gadis pelempar siukiu (dulu langsung menikah).
Pesta ini pertama kali diadakan dan ternyata mendapat sambutan baik dari para pria maupun si gadis. Seorang pria yang ikut memberi komentar kepada wartawan: “Bagus sekali, pemerintah memberi bantuan kepada kami yang susah mendapat jodoh. Kami kerja dari pagi sampai malam, mana sempat mencari pacar? Kerja teknik, semua pria tak ada teman wanita. Dengan cari ini siapa tahu saya dapat pacar.” katanya.
Seorang pria lain memberi komentar: “Setiap ketemu gadis, saya tak bisa bicara, dengan cara ini saya tak usah bicara, sayapun tak takut bertanya tidak dijawab, si gadis pelempar siukiu sudah pasti menjawab, dan dia sudah tahu maksud saya apa, meskipun saya tak mampu mengucapkannya, “ujarnya.
Pemerintah Singapura mendapat dua sasaran: yakni mengembangkan budaya Tionghua dan juga harapan untuk meningkatkan jumlah bayi yang lahir, karena angka kelahiran di negara makmur ini terus merosot!!!! Di sini kita masih dapat melihat berbagai budaya Tionghua.
Semoga budaya kita akan berkembang kembali sesuai hak azasi manusia yang universal dan diakui dunia internasional.