Budaya-Tionghoa.Net| Kitab ajaran Confucius yang utama adalah Empat Buku [Shi Shu] dan Lima Kitab [Wu Cing]. Empat Buku merupakan suatu ajaran pokok yang ditulis oleh para pengikut Confucius sampai kehidupan Mencius. Sedangkan Lima Kitab merupakan kitab yang berasal dari era sebelum Confucius.
|
Empat Buku [Shi Shu]
Buku tentang Jalan Tengah [Zhong Yong] dan Buku tentang Jalan Besar [Da Xue] termasuk dua bab dalam Li-chi telah menjadi suatu karya tersendiri dan bersama dengan Buku Kumpulan Ujaran [Lun Yu] dan Pokok Pelajaran Mencius [Meng Zi], telah dipakai sebagai kurikulum pokok dalam pendidikan para pengikut Confucius selama berabad-abad sebelum kelahiran Chu Hsi (1130 – 1200), seorang filsuf Neo-Confucian yang terbesar sesudah era Mencius (371 – 289 SM). Kemudian oleh Chu Hsi pada tahun 1190 dirangkaikan dengan urutan, Da Xue, Lun Yu, Meng Zi dan Chung Yung , dan diterbitkan menjadi satu buku dengan sebutan Shih Shu (Empat Buku). Urutan tersebut tidak konsisten adanya, karena terdapat juga banyak referensi lainnya yang tidak berurutan seperti itu. Empat Buku yang mendapatkan kedudukan di atas Lima Kitab telah menjadi naskah rujukan pokok dalam bidang pendidikan dan ujian negara selama beberapa generasi dalam sejarah Tiongkok semenjak abad ke-14. Sehingga Empat Buku tersebut telah menciptakan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan rakyat Tiongkok sejak 600 tahun yang silam. Chu Hsi juga tercatat dalam sejarah sebagai seorang Confucianis yang juga mempelajari dengan baik ajaran Buddhisme dan Taoisme.
1. Buku tentang Pelajaran Besar (The Great Learning / Da Xue)
Buku tentang Pelajaran Besar merupakan suatu naskah yang ditulis oleh murid Confucius angkatan pertama Tseng Zi. Selama berabad-abad naskah tersebut hanya dikenal sebagai salah satu bab dalam Li Chi (Kumpulan Ritual), satu dari Lima Kitab dalam Confucianisme, sampai akhirnya oleh Chu Hsi mempublikasikan naskah tersebut secara terpisah dan dikelompokkan dalam Shi Shu. Buku ini merupakan suatu buku panduan pembinaan diri dengan moralitas tinggi di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, dan dunia.
Da Xue menyatakan bahwa perdamaian dunia tidak akan tercapai apabila seorang pemimpin negara tidak terlebih dahulu mengatur negaranya sendiri secara teratur. Demikian juga tidak terdapat seorang pemimpin yang dapat melakukan hal tersebut sebelum tercapai keteraturan rumah tangganya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin dunia pada akhirnya ditunjukkan oleh sifat luhur dalam kehidupan pribadinya. Sifat luhur ini merupakan suatu akibat alamiah hasil perkembangan kebijaksanaan yang diperoleh dari hasil penelaahan terhadap segala sesuatu. Da Xue memandang bahwa pemerintahan yang baik dan kedamaian dunia merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dengan sifat luhur pribadi seorang pemimpin yang tumbuh bersamaan dengan berkembangnya kebijaksanaan.
Dalam kata pembukaan Da Xue, dijelaskan oleh Chu Hsi bahwa rangkaian pandangan tersebut mencerminkan pertumbuhan pribadi seseorang. Setiap individu haruslah mengolah sifat Kebajikan [Jen] , Keadilan [ i ], Sopan Santun [ Li ], dan Kebijaksanaan [ Chih ], tetapi sifat luhur tersebut sulit untuk dapat dikembangkan secara berkeseimbangan.
2. Buku Kumpulan Ujaran (The Analects / Lun Yu)
Buku Kumpulan Ujaran ini merupakan kumpulan tulisan yang dilakukan oleh murid-muridnya, setelah Confucius meninggal dunia. Isinya berupa
pembicaraan-pembicaraan dan nasehat-nasehat yang diberikan oleh Confucius kepada murid-muridnya, termasuk perkataan murid-muridnya yang berkaitan dengan kehidupan saat itu. Tulisan ini berupa suatu gugusan pembicaraan yang terdiri dari 20 bab dengan pembagian alinea di masing-masing bab.
Lun Yu yang berarti ‘Ujaran’ dalam bahasa mandarin, adalah merupakan satu dari Empat Buku yang diterbitkan kembali dalam tahun 1190 oleh Chu Hsi dan merupakan karya klasik terbesar dalam Shih Shu (Empat Buku). Lun Yu dipertimbangkan oleh para cendekiawan sebagai sumber yang paling dipercayai dalam doktrin Confucianisme, dan pada umumnya merupakan naskah pertama yang dipelajari oleh para pengikut ajaran Confucius. Buku ini berisi konsep etika dasar Confucius yang bersifat praktis seperti konsep : Kebajikan [Jen], Budiman [C’un Zi], Yang Maha Kuasa [Th’ien], Jalan Tengah [Chung Yung], Sopan Santun [Li], dan Kesempurnaan Nama [Cheng Ming]. Cheng Ming mencerminkan bahwa seseorang haruslah bertindak sesuai dengan kebenaran karena akan mempengaruhi nama baik seseorang, seperti perkawinan haruslah dipandang sebagai perkawinan yang benar bukan hanya sekedar untuk kumpul kebo.
Di antara berbagai ujaran dalam Lun yu yang disampaikan oleh Confucius, terdapat penjelasan mengenai Bhakti [Hsiao] yang berarti pencurahan rasa bhakti dengan tulus kepada orangtua, yang dikatakan oleh Confucius, bahkan anjing dan kuda juga memiliki sifat bhakti tersebut . Sifat Bhakti tersebut tidak akan muncul tanpa penghormatan yang luhur terhadap orangtua. Lun Yu juga berisi ujaran Confucius mengenai kehidupan berumah tangga sebagaimana yang dicatat oleh murid-muridnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa Lun Yu
belumlah tersusun secara sistimatis, dan adakalanya terjadi pengulangan, bahkan terkadang terkesan kurang akurat ditinjau dari sisi sejarah
3. Pokok-pokok pelajaran Mencius (The Principle of Mencius / Meng Zi)
Buku ini terdiri dari 7 jilid A dan B dimana merupakan suatu kumpulan tulisan ajaran dan percakapan Mencius dalam menjalani kehidupan pada saat itu dengan menegakkan kemurnian ajaran Confucius. Pendirian Mencius yang kukuh adalah mengungkapkan Cinta Kasih dan Kebenaran, menebarkan Jalan Suci dan Kebajikan, mengakui Yang Maha Esa (TAO).
Mencius merupakan salah satu filsuf pengikut Confucius yang terkenal dan hidup sekitar abad ke-4 SM serta mendapatkan julukan Ya Sheng atau Guru Agung Kedua. Walaupun Buku Mencius belum dikenal secara umum sebagai suatu karya klasik sampai abad ke-12, namun telah tercatat dalam sejarah bahwa pada permulaan abad ke-2 SM terdapat suatu kumpulan para cendekiawan yang telah mengajarkan ajaran Mencius. Chu Hsi mempublikasikan ajaran Mencius bersama tiga buku lainnya dalam tahun 1190 ke dalam kelompok Shih Shu.
Buku ini menekankan pemerintahan dan menguraikan bahwa kesejahteraan rakyat adalah merupakan hal yang paling utama di atas segala-galanya. Apabila seorang pimpinan negara tidak lagi memiliki sifat Kebajikan [Jen] dan Keadilan [ i ], maka kewenangan dari Yang Maha Tinggi [Th’ien Ming] kepadanya telah ditarik, dan dia haruslah disingkirkan. Mencius juga menyatakan bahwa Bhakti [Hsiao] merupakan dasar utama dalam kehidupan bermasyarakat. Dan bagi dia, perbuatan bhakti yang terbesar adalah yang dilakukan terhadap orangtua.
Kepopuleran Mencius terutama berdasarkan hikayat yang timbul dalam kebudayaan China sebagaimana dalam contoh kiasannya, yang mengatakan bahwa karena manusia tunduk kepada Yang Maha Tinggi, maka sifat sejatinya cenderung baik sebagaimana sifat air yang selalu mengalir ke bawah. Sebagai bukti atas hal tersebut, Mencius menyampaikan beberapa contoh antara lain, cinta sejati dari anak-anak terhadap orangtuanya, perasaan atas suatu perbuatan baik dan buruk yang dipahami secara universal, dan pengalaman sentakan ketika seseorang melihat seorang anak kecil dalam bahaya.
Doktrin mengenai sifat sejati tersebut ditolak dengan tegas oleh Hsun Zi pada abad ke-3 SM yang mengajarkan bahwa sifat alami manusia adalah egois dan buruk adanya sehingga harus belajar kebajikan melalui pendidikan yang benar. Posisi filsafat Mencius telah lama diterima sebagai suatu cerminan ortodok dari Confucianisme.
4. Buku tentang Jalan Tengah (The Doctrine of the Mean / Chung Yung)
Buku ini ditulis oleh Zi Shih (Khung Chi) , cucu Confucius yang kemudian disusun kembali oleh Chu Hsi menjadi satu bab utama dan 32 bab uraian. Buku ini berisi panduan pembinaan diri menempuh Jalan Suci dengan beriman kepada Yang Maha Tinggi [Th’ien] dengan menjalani FirmanNya dan bertindak-laku sebagai seorang Budiman Sejati.
Chung Yung yang berarti ‘Tengah’ atau ‘Yang Tidak Berubah’ adalah merupakan salah satu buku yang dipublikasikan kembali oleh Chu Hsi pada tahun 1190 dalam kelompok Shih Shu (Empat Buku). Chung Yung dipilih oleh Chu Hsi karena ketertarikannya akan hal-hal yang bersifat metafisikal dalam buku tersebut dimana juga telah lama menarik perhatian para Buddhis dan para pengikut Neo-Confucianis sebelumnya. Dalam kata pengantarnya, Chu Hsi menyampaikan hasil karya tersebut sebagai karyanya Zi Shih, walaupun pada kenyataannya karya ini merupakan salah satu bagian dari Li Chi.
Zi Shih menyatakan bahwa Chung Yung merupakan tema pokok dalam ajaran Confucius. Dua karakter China dalam kata Chung Yung, sering juga diterjemahkan sebagai ‘Jalan Tengah’, mencerminkan suatu pemikiran Confucianis yang begitu luas, dan melingkupi hampir keseluruhan sifat keluhuran dari setiap hubungan dan kegiatan dalam kehidupan seseorang. Secara praktis, Chung Yung dapat dipandang sebagai suatu hal yang tidak dapat diukur dalam arti kata bersifat sederhana, adil, obyektif, rasa hormat, ketulusan, kejujuran, sopan santun, seimbang, dan tanpa adanya prasangka. Sebagai contoh, hubungan dengan seorang teman tidaklah perlu harus terlalu jauh ataupun terlalu dekat. Seseorang tidaklah harus bersikap berlebihan baik dalam duka ataupun suka, karena terlalu larut dalam duka akan menyakitkan, demikian juga apabila terlalu bergelimang dalam suka akan sulit dikendalikan. Seseorang haruslah melekat tanpa bergeming dalam usahanya menempuh Jalan Tengah tersebut di berbagai situasi dan waktu. Sifat demikian sesuai dengan hukum alam yang merupakan inti dari kebenaran pada umumnya, dimana merupakan suatu ciri tersendiri dari seorang Budiman.
Hengki Suryadi , 544
Budaya-Tionghoa.Net|Mailing-List Budaya Tionghua