Budaya-Tionghoa.Net | Salah satu member mailing-list , Jamal Clark Senjaya telah mencurahkan waktu untuk menyalin naskah “Kenangan Satu Abad Perkumpulan Sosial “Dharma Bhakti” atau Hok Kian Hwee Koan , 1902-2002. Kami pihak admin dan moderator berusaha mengkompilasinya kedalam satu artikel agar lebih mudah ditelusuri. Mudah-mudahan salinan arsip tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Hormat kami
Admin
KENANGAN SATU ABAD PERKUMPULAN SOSIAL “DHARMA BHAKTI” (Hok Kian Hwee Kwan) 1902 – 2002
Teluk Betung, Bandar Lampung
PENGANTAR
Perkumpulan Sosial Dharma Bhakti saat ini telah memasuki usia kurang lebih satu abad atau 100 tahun. Wadah ini dahulunya bernama Hok Kian Hwee Kwan dan dibentuk sekitar tahun 1902. Para tokoh pendiri yang terlibat diantaranya Lim Giok Keng (pemimpin kehormatan Hok Kian Hwee Kwan), joa Tjiam, Lie Kong Kan dan Lim Tjie Moi. Maksud dan tujuan dibentuknya Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan adalah untuk menumbuhkan rasa kebersamaan antara sesama pendatang keturunan Hok Kian yang waktu itu sudah menetap dan mencari nafkah di Lampung.
Dalam kurun waktu perjalanan yang cukup panjang Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan di Lampung sudah tentu mengalami pasang surut didalam kiprahnya sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia, khususnya di era penjajahan kolonial Belanda, Jepang dan masa-masa dimana Bangsa Indonesia memasuki lama kemerdekaan sejak tahun 1945.
Untuk mendapatkan fakta dan buktu sejarah di dalam mengupas pembentukan awal perkumpulan sosial ini dirasakan banyak sekali kendala-kendala. Disamping langkanya bahan-bahan informasi akurat nara sumber yang dapat dijadikan acuan, sangat sedikit.
Namun dengan adanya sedikit bahan yang bisa digali dari cerita-cerita turun temurun maupun catatan-catatan yang terdapat di dalam berbagai referensi bacaan maupun buku, kupasan mengenai satu abad Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan ini bisa mendekati realitas yang terjadi pada kurun waktu tertentu.
Siapa-siapa tokoh pendiri maupun pelopor awal terbentuknya Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan sejauh ini memang sulit dilacak. Hanya saja pada kurun waktu di era tahun 1922 dapat diketahui adanya kepengurusan yang cukup solid dan bisa dipertanggungjawabkan yakni di bawah kepemimpinan Lim Khe Kie.
sosok Lim he Kie kala itu sudah cukup dikenal di lingkungan warga Tionghua keturunan Hok Kian. Apalagi dia telah lama dan menetap tinggal di Lampung sejak tahun 1915. Waktu itu Lim Khe Kie sudah bekerja pada salah seorang pengusaha selama 3 tahun. Kemudian beliau mengembangkan usaha wiraswasta sebagai pengelola warung kopi hingga akhirnya memiliki toko kelontong.
Di bawah kepemimpinana Lim Khe Kie, beberapa tokoh lainnya yang masih ikut mendukung Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan diantaranya Tjoa Tjiam, Lie Kong Kan dan Lim Tjie Moi.
Kepengurusan ini diperkuat lagi dengan hadirnya Lauw Liong Lu, Tjoa Siong Lim, Lim Bau, Tjioe Thiam Leng dan Liauw Giok Tjiang. Tentunya ini bukan mengesampingkan peranan para tokoh-tokoh atau sesepuh lainnya yang pernah memberikan sumbangan materiil, pemikiran dan tenaganya pada waktu itu.
Dari bukti-bukti yang dapat diperoleh dari sebagian nara sumber yang menyebutkan perjalanan Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan baik dimasa kolonial Belanda hingga penjajahan Jepang banyak mengalami serentetan pristiwa yang bisa dijadikan sejarah tersendiri.
Bahkan tidak sampai disitu, di era penjajahan Jepang tidak sedikit para pengurus Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan yang diintimidasi. Seperti yang pernah dialami Lim Khe Kie, Liauw Giok Tjiang, keduanya pernah diintrogasi jepang selama 3-4 bulan karena dicurigai sebagai orang yang anti Jepang. Padahal kenyataanya wadah ini semata-mata dibentuk hanya untuk urusan penanganan kematian saja. Dan bukan wadah politik atau lainnya yang anti Jepang.
Kurun waktu hingga masa kemerdekaan 1945 kegiatan Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan ini sedikit demi sedikit bisa beraktivitas kembali. Kepemimpinan Lim Khe Kie masih bisa mempertahankan keberadaan Hok Kian Hwee Kwan apalagi ia juga masih dibantu oleh Liauw Giok Tjiang, Lim Tjie Moi dan Tjoa Siong Lim.
Selain itu ternyata bertambah lagi beberapa tokoh yang duduk di dalam kepengurusan yang mau perduli terhadap aktifitas sosial kemasyarakatan yang diemban wadah ini. Tersebutlah nama seperti Tang Seng Beng, Ang Tiau Bi, Lie Kwa Tiet, Po Sun Seng. Yang juga sudah bergabung pada saat itu: Tjoa Siong Tauw, Po Ie Tjeng, Ong Tiaw Teng, Lim Lam Lie, Lim The Seng, Oey Tjeng Gau, Oey In Teng, Tjie Tiet Su, Oey Sek Liong, Ong Ka En, Oey Ho Tie, Lauw Liong Lu, Lim Heng Tia dan Tjoa Siong Lim.
Tanpa merubah dan mengurangi dari pada maksud dan tujuan dibentuknya Perkumpulan Sosial ini, yakni sosial kematian dan sebagai wadah untuk menyambung tali persaudaraan dan mengikat rasa kekeluargaan diantara warga Tionghua keturunan Hok Kian, perkumpulan ini bisa berjalan sebagaimana mestinya. Hanya saja di era tahun 1965 – 1967, perjalanan organisasi ini mengalami sedikit ganjalan. Kala itu sempat vacum menyusul pecahnya pristiwa G.30.S.PKI.
Secara bertahap Perkumpulan sosial Hok Kian Hwee Kwan diganti menjadi Perkumpulan Sosial Budhi Dharma. Tdiak lama setelah itu diganti kembali menjadi erkumpulan Sosial Dharma Bhakti. Perubahan-perubahan yang dilakukan para pengurus waktu itu sekaligus memperhatikan dan menunjukkan kepada publik bahwa perkumpulan sosial ini mengedepankan sifat organisasi yang lebih terbuka lagi.
Terbukti penetapan susunan para pengurus dan anggotanya yang sekarang ini sudah melibatkan semua golongan masyarakat dari seluruh lapisan.
Kemudian lambat laun, atas inisiatif beberapa pengurus diantaranya Lim Heng Tia, Oey Tjan Tang, Lim Hok Beng dan Lie Kwa Tiet, gedung milik perkumpulan Sosial Dharma Bhakti mulai direnovasi disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan. Tentunya ide inipun berkat adanya dukungan dari para dermawan yang pada saat itu sudah perduli untuk mengembangkan misi perkumpulan sosial ini seperti Ngadiman Winata (Oey In Teng). Begitu selesai pelaksanaan renovasi, gedung perkumpulan sosial Dharma Bhakti ini tidak hanya terbatas pada pelayanan sosial kematian saja melainkan juga melayani kegiatan upacara-upacara seperti pernikahan dan lain sebagainya.
Sehingga secara perlahan penghimpunan dana sudah bisa diperoleh dari pemberian sumbangan para pemakai jasa gedung. Apalagi kepengurusannya pun sudah semakin solid begitu dipengang Lim Heng Tia, Oey Tjan Tang, Lim Hok Beng, Liauw Khun Hong, Ong Ka In, Kencana Sukma, Oey Tjeng Gau dan Lim The Seng.
Memasuki usia 100 tahun, dimasa mendatang Perkumpulan Sosial Dharma Bhakti dihadapkan pada tantangan yang semakin berat. Terutama dalam hal menumbuhkan keperdulian sosial yang lebih luas lagi, tidak hanya sekedar bagi-bagi sembako atau pemberian sumbangan kepada panti jompo maupun korban bencana alam.
Setidaknya para generasi penerus yang ada sekarang ini telah memiliki suatu tekad untuk menumbuhkan perkumpulan sosial ini bisa memberikan manfaat yang luas kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya warga Lampung dan bangsa Indonesia pada umumnya. Proyeksi kegiatan perkumpulan Sosial Dharma Bhakti nantinya juga akan berkembang ke bentuk pembinaan lain seperti bidang pendidikan lewat perguruan tinggi serta bidang pelayanan kesehatan dalam bentuk pembangunan rumah sakit.
Tantangan yang tidak kalah beratnya adalah menyiapkan generasi-generasi muda di kalangan warga Tionghua dan warga masyarakat lainnya untuk berbaur menjadi satu guna mewujudkan keperduliannya dengan kegiatan sosial melalui perkumpulan sosial ini.
Tim Penyusun