Budaya-Tionghoa.Net | Ikan arwana bawa hoki? Bener sekali, terutama bagi pedagang-nya, juga peternaknya. Karena harganya begitu mahal sih, jeh! Bagaimana di Tiongkok? Jelas itu pembawa hoki juga, secara harafiah, terutama bagi pedagangnya juga. Bagi pembelinya, terutama para konglomerat – ya jelas ‘membawa’ hoki. Dengan memelihara ikan mahal begitu, apalagi dipajang di ruang tamu kantornya, pastilah orang lebih yakin dan mantap berbisnis dengannya. Karena jelas sekali keuangannya solid, mampu beli ikan arwana yang harganya bisa puluhan bahkan ratusan juta rupiah per ekor sih!
|
Ikan arwana, baru dikenal sebagai ikan peliharaan sekitar dua puluh tahunan . Konon dulunya ikan sungai itu di habitat aslinya di Kalimantan hanya jadi santapan nikmat saja. Masih bagus nasibnya kalau bisa ngejogrok di piring saji di meja makan restoran mahal, kalau ditangkap di pedalaman, paling hanya dibakar dengan bumbu ala kadarnya, atau bahkan garam doang, dibalut lumpur sebelum dibakar di atas api unggun pengusir nyamuk para penebang kayu. Kalau tertangkap banyak, masih bagus-lah kalau dijadikan asinanikan kering sebagai temen makan sayur asem.
Ikan arwana itu, katanya sih dibudidaya di Pontianak sana. Lalu dikontrol perkembang-biakannya, yang kagak bagus langsung dimusnahkan. Juga dikasih sertifikat, semacam stamboom bagi K-9 aka anjing. bahkan disispi chip dengan nomer pendaftaran untuk menjadikannya sahih. Jelas, teknologi begitu masih mahal dan menjadikan harganya mahal juga toh?
Pernah ada seorang boss yang coba membudidayakan arwana juga di kawasan Green Garden, jakarta barat. Dia beli arwana ketika masih bayi anakan, lalu dibesarkan dalam bak. Jumlahnya ratusan ekor. Belum juga menikmati hasilnya, ketika ikan-ikan itu mulai besar, pas sekali Jakarta ketiban banjir besar tahun berapa itu (sebelum 2007) dan Green Garden termasuk yang terrendam, karuan saja ikan-ikan dalam bak pada bebas merdeka kentir ikut aliran air menuju kali. Hokkie sang ikan yang semula ada di tangan boss tentu saja ikutan hanyut, berpindah ke tangan penduduk sekitar yang menemukannya.
Kalau anda ingat kasus ikan lohan, pada waktu itu, harga ikan lohan juga cukup tinggi. Walau ndak setinggi ikan arwana. Dan, banyak orang percaya bahwa si lohan-yu (masih kerabat ama lohan-guo?) membawa hoki juga. Tidak saja di Indonesia, atau persisnya Jakarta, tapi juga sampai ke Malaysia, Singapore dan Thailand. Bahkan terakhir banyak yang bisa punya ikan lohan dengan karakter pada bagian perutnya membentuk huruf Hok (hok-kie), atau huruf-huruf lain yang mengarah ke situ-situ juga. Sampai ada yang kemudian berinisiatip berhasil memalsukan karakter ini seolah asli tumbuh dari belangnya, entah pakai cat apa, atau mungkin laser?
Sayang-nya, pertumbuh-kembangan si lohan tidak terkontrol. Mereka gampang sekali beranak-pinak. Anda pelihara ajah sepasang dalam aquarium, dalam tempo sebentar itu ikan bisa melahirkan puluhan atau bahkan ratusan ekor anaknya, jeh!
Tentu saja, dengan membengkaknya populasi, supply mejadi sangat over dibanding demand, jadi dengan cepat harganya menukik tajam – ditambah lagi adanya usaha pemalsuan ‘tatoo’ karakter pada tubuhnya, jadi dalam sekejap orang banyak yang jatuh miskin, sebab nilai ikan peliharaannya yang dibeli dengan harga jutaan, dalam tempo sekejapan saja sudah tak bernilai. Cuma yang pelihara dan jual pertama saja yang bisa merasakan hokkie sang ikan lohan atuh, euy!
Benernya ada lagi ikan sungai di pedalaman kalimantan yang sisiknya besar-besar, mirip si arwana, namanya ikan jelawat. Moga-moga sih kagak dinaikin daunnya jadi ikan peliharaan mahal sebagai alternatip ikan arwana yang sudah kadung elite sangat ituh. Walau di Singapore dan Malaysia ada usaha menaikkan gengsi si ikan, dirubah namanya jadi elite: ikan sultan!
Tu ikan juga membawa hoki bagi resto di Singapore. Ada satu resto yang jual ikan itu dalam keadaan masak, terhidang di piring saji seharga sekitar Rp 8 juta (SGD 1.200) per porsi dengan berat sekitar 1,8 kilogram! Karuan saja pembelinya mencak-mencak, sampai menjadi kasus – baca ajah link-nya di sini ya:
Ikan itu katanya memang baru enak kalau beratnya mencapai di atas 1 kilogram lebih, berdaging lembut, konon juga beraroma buah, karena doyannya makan buah. Kalau anda makan tu ikan, jangan minta yang digoreng, pamali karena merusak tekstur dagingnya yang lembut sangat. Pilihan-nya di tim pake mei (kiambwee) atau sup asam pedas. Saking lembutnya, anda tak perlu mengunyah, dagingnya akan meleleh dalam mulut – diemut ajah juga lumat sudah.
Di Jakarta, ikan sultan yang sama – cuma sebutannya dibikin sederhana: ikan jelawat, dijual di RM Hawaii cuma Rp 20.000 per 100 gram, aka Rp 200 rebu per kilogram – ini sudah naik 10% dibandingkan sebelum berita heboh ttg sang ikan di resto di Singapore itu.
Barusan tadi saya makan di situ ngajak TM dan sohib dari Temanggung yang masih get connected ama nyonyah saya, khusus pesan si ikan, seekor beratnya memang di atas 1 kilo, tadi saya dapat yang 1,6 kilogram, tapi karena yang makan cuma bertujuh, orang resto bilang cukup setengah ekor saja – tapi dapat kepala dan ekor kumplit.
Anda mestinya bertanya, bagaimana mungkin setengah ekor ikan bisa dapat ekor dan kepala? Hehehe…. mulanya saya juga bingung, ternyata bisa tuh, jeh! ***Coba anda bayangkan dan kasih masukan kira-kira bagaimana caranya ?
Sambil nunggu sohib saya datang, tadi sempet ngobrol ama anaknya yang punya Yen-dung Zai-quan (Resto Hawaii), karena dia stock ikan hidup seperti nila, kerapu dan kepiting hidup dalam aquarium, pernah sekali dia pajang seekor ikan arwana dalam aquarium juga – maksudnya sih sebagai peliharaan ajah sih.
Eh, pernah datang seorang tamu tanya, apakah ikan arwana itu untuk dijual sebagai ikan konsumsi juga, dimasak? Si boss bilang, boleh kalau mau. Si tamu yang doyan makanan bizarre langsung bilang oke, mau. Baguslah dia tanya dulu harganya, kalau kagak, tentu dia bakal mencak-mencak setelah selesai makan dan ditagih – kayak ‘sejawat’nya yang misuh-misuh dicharge S$ 1.224 untuk seekor ikan jelawat. Sebab si boss bilang, harganya per ekor Rp 10 juta dan si tamu langsung bilang gak jadi, mending milih ikan sultan ajah.
So, kapan nih dibuka pendaftaran maksibar ikan arwana ya? ;D)
Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng , 53091
PS: Jadi ingat kisah isteri seorang pemilik burung perkutut. Suatu kali suaminya didatangi orang yang tertarik ama burungnya (burung perkutut-nya, tentu) dan ditawar Rp 5 juta tapi gak dikasih ama suaminya. Pas suaminya pergi, si isteri bergegas menyembelih si burung dan digoreng, dia pikir: mentahnya ajah ditawar orang Rp 5 juta, mestinya akan lebih mahal kalau dimasak dulu toh? ;D)
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa