Budaya-Tionghoa.Net | Penghidupan kemasyarakatan memang kompleks selalu ada kontradiksi pro dan kontra, karena adanya dua fenomenon ini maka penghidupan manusia sangat interesan, tidak monoton, tetapi berwarna. Dengan adanya kontradiksi masyarakat berkembang, karena para pemikir memikirkan penyelesaianya. Karena itu dalam filosofi kontradiksi itu baik, asalkan membangun dibolehkan berkembang , tetapi diurus dengan betul jangan sampai berlarut-larut sehingga kontradiksi itu tidak menjadi antagonisme. Orang Tionghoa secara filosofis mengatakan Yin-Yang dan saya akan mengatakan sebagai romantik dari penghidupan kemasyarakatan.
|
Saya anjurkan agar dalam menyelesaikan kontradiksi harus tetap sabar, rasionil, menguasahi temanya dan tahu apa yang dikatakan. Kebanyakan kontradiksi yang kualami, baik didalam keluarga antara suami-istri, antara suadara-saudara, teman-teman, dalam organisasi dan didalam masyarakat adalah kontradiksi yang pada permulaan membangun. Tetapi kalau pemakaian bahasanya tidak cocok, tidak mendengar yang jelas dan tidak menguasahi tema yang sedang bertentangan, maka kontradiksi yang sebetulnya kontradiksi yang kecil menjadi kontradiksi pokok yang kemudian sulit diselesaikan, kalau tidak ada satu yang mengalah.
Saya ceritakan satu contoh yang isinya saya dengar dahulu dari ibu saya sebagai berikut:
“ Dahulu, seorang ayah dan anaknya akan pergi ke satu tempat yang pada jaman kuno harus berjalan beberapa hari baru sampai tujuannya. Mereka mempersiapkan keberangkatannya apa yang harus dibawah untuk memenuhi perjalanan yang memakan beberapa hari itu. Mereka mempunyai satu keledai dan di pakai sebagai pembantunya. Si anak mengatakan pada ayahnya agar beliau naik keledai dan dia seorang mudah jalan kaki.
Ditengah jalan mereka dengar ada beberapa orang yang mengatakan:”lihatlah, betul-betul aku tidak setuju melihatnya, ayahnya enak-enak duduk diatas keledai dan anaknya harus berjalan sampai kecapean. Dimana kecintaan ayah terhadap anaknya?” Ayahnya berkata pada anaknya:”Nak, duduklah kau sekarang diatas keledai ini, ayah yang jalan.” Meskipun anaknya menolak tetapi ayahnya memaksa agar anaknya mengantikan naik keledai. Karena dipaksa oleh ayahnya maka anaknya naik diatas keledai dan ayahnya berjalan kaki.
Tidak jauh mereka berlalu, ada orang yang mengatakan:”lihatlah itu, anak yang tidak berbakti kepada ayahnya. Itulah anak jaman sekarang, dunia terbalik, sudah lupa akan ajaran Kong Fu Zi, Ayahnya disuruh jalan kaki dan dia enak-enakan duduk diatas keledai.” Anaknya lalu berkata kepada ayahnya:
”Ayah, kau sajalah yang duduk.”
Lalu ayahnya menjawab:”Beginilah Nak, kita berdua duduk diatas keledai ini, biar mereka tidak banyak bicara lagi.”
Maka mereka berdua duduk diatas keledai itu, ayahnya didepan dan anaknya dibelakang. Lagi-lagi tidak jauh mereka mereka meneruskan perjalanannya, ada beberapa orang yang mengatakan:” Aduuh, betul, betul keterlaluan, keledai itu betul –betul kasihan, lihatlah punggung keledai itu sudah membelok kebawah. Menyiksa binatang kalian, hmm.”
Sambil geleng-geleng kepalanya orang-orang itu tidak setuju atas tindakan kedua orang ayah dan anaknya. Ayahnya lalu mengatakan pada anaknya:”Marilah kita berdua jalan kaki.” Anaknya menurut usul ayahnya. Tetap dijalanan masih ada orang yang mengkritik tindakannya, bahkan kurang sedap didengarnya:”masak ada orang begitu bodoh, punya keledai tidak dipakai, haahaahaa!”Achirnya ayahnya berkata:”kau mengerti anakku, apa yang kita kerjakan selalu ada komentar, selalu tidak benar.
Pikiran dan pendapat manusia banyak memang tidak sama. Maka nak, kita kerjakan apa yang kita pikir baik dan tidak merugikan orang lain. Asalkan apa yang kita kerjakan adalah kerjaan baik dan jujur, tidak merugikan umum, demi kepentingan keluarga kita. Ayo kita teruskan perjalanan kita ini.” Anaknya mangangguk-nganguk setuju, tetapi anaknya yang biasanya diam tidak bicara banyak ini kali dengan tersenyum berkata: “Memang ayah, tong kosong berbunyi nyaring .” Dengan tertawa dan dengan tenang-tenang mereka menyelesaikan kepergian itu dengan sukses, gembira dan sampai dirumah dengan selamat.
Cerita ini dapat disingkat dalam satu pribahasa: “Biarlah anjing menggonggong, kafilah berlalu.”
Dr. Han Hwie-Song
Breda, 28-04-2004 (Nederland)
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.