Budaya-Tionghoa.Net | Marilah kita bersama berbicara tentang sesuatu yang ringan dan kenikmatan duniawi: makanan dan kuwe-kuwe (delikates) unik Jawa. Bagi seorang yang dibesarkan dan dapat didikan di Jawa chususnya Jawa Timur dan sering pergi ke Solo dan tinggal beberapa tahun di Batavia dan kemudian Jakarta, kedua periode kota yang bergantian nama tersebut diatas.
|
Saya kenal baik dengan makanan umum Jawa terutama disebabkan karena saya suka makan. “njajan†sebutan Jawa jaman muda saya. Warung-warung, ada juga warung rumahan, yang terachir ini diartikan tempat makan diluar rumah dan didalam tempat tinggal keluarga owner warung. Warung atau “restoran†kecil didaerah-daerah yang tidak begitu elit, dan saderhana, tetapi sekarang ada juga dijalanan yang elit.
Tetapi ini tidak pasti bahwa kwalitas masakannya rendah. Bahkan ada yang lebih enak, karena warung-warung ini macam menunya tidak banyak, dan yang dijual adalah keahlian tukang masak itu. Harganya jauh lebih murah dari direstaurant yang elit dengan gedungnya yang besar dengan hiasannya dan peralatan yang indah.
Dulu warung-warung yang berjualan masakan Jawa tidak banyak jumblahnya, kebanyakan mereka berjualan untuk dibawa pulang, karena tidak disediakan meja kursi. Sebagai contoh mereka berjualan hanya nasi gudek saja, atau nasi rawon dan nasi campur dan bali bandeng.Pada jaman sekarang tampak warung-warung ini dikunjungi oleh para turis atau pegawai pada waktu jam istirahat makan siang.
Ini bagi pegwai juga merupakan satu kesempatan untuk bersantai, berjalan-jalan, dengan koleganya, melepaskan lelah otaknya dan juga kesempatan untuk makan bersama sambil kongkow-kongkow, mengobrol tentang berbagai hal yang interesan. Setiap waktu jam istirahat warung-warung, masakan rumahan penuh dengan pengunjung yang hendak makan siang, sesuai dengan jam istirahatnya.
Orang yang bekerja dan akan makan siang warung-warung ini digemari karena pelayanan umumnya cepat, enak, bersih dan harganya terjangkau. Generasi mudah pada jaman sekarang banyak wanita tidak biasa masak, karena mereka kebanyakan bekerja, dan memburu cariere. Mereka makan setiap malam di warung-warung atau di restoran restoran. Yang terachir terutama bagi orang yang berduit. Fenomina makan diluar ini kulihat banyak dalam keluargaku terutama yang tinggal di Jakarta .
Kami melihat di Jakarta, Surabaya, Semarang, Malang dan Solo banyak warung-warung rumahan, mereka menyediakan makanan yang dapat menyajikan makanan cepat, enak dan chas masakan lokal atau Jawa umumnya dan bagi kebanyakan orang harganya dapat dijangkau.
Dengan tambahnya jumblah penduduk Indonesia yang dua kali lipat jumblahnya, factor-factor ini membuat warung-warung, tempat yang di gemari oleh rakyat menengah umumnya. Warung-warung ada berbagai macam kelasnya, di daerah yang elit warungnya besar dan bersih, namun harganya tetap lebih murah dari restoran-restoran Tionghoa, atau Indonesia didaerah-daerah yang elit dengan gedung-gedungnya yang indah. Kebanyakan tempat-tempat makan yang menyajikan kuisin lokal dikota-kota kecil menggunakan nama warung. Juga kalau kita hanya mau makan masakan Tionghoa seperti bakwan, mi goreng, pangsitmi, etc. banyak orang yang memilih makan di warung-warung rumahan.
Di Mojokerto dan juga diJakarta pengalaman saya yang datang ke warung-warung untuk makan siang, berasal dari pelbagai kelas penduduk, ada yang berdasi dan datang dengan mobil, tetapi kebanyakan datang berjalan dari kantor-kantor didaerah sekitarnya. Ada yang berpakean dinas sebagai pegawai negeri dan juga ada orang yang datang dari luar negeri seperti kita-kita ini. Pada malam hari dikota-kota besar dan khususnya di Solo warung-warung bahkan di emperan di pinggir jalan dikunjungi oleh mobil-mobil yang bagus-bagus. Karena kesehatan saya sepuluh tahun ini saya tidak berani makan diwarung-warung rumahan, karena sebagai akibat dari chemoterapi saya mudah mendapatkan diare, apalagi air minumnya saya takut tidak memenuhi kebersihan.
Marilah aku bicarakan pengalamanku, kalau kami naik mobil ke Surabaya dari Solo atau sebaliknya, kami sering mampir ke Warung di Mojokerto sebelah stasion dan makan pagi atau siang. Aku biasanya mengambil Nasi Rawon dengan empal daging. Juga istriku kata masakannya sangat cocok dengan selera beliau. Warung ini aku dikenalkan oleh teman baikku Pak Budi, sewaktu kami bersama beliau pergi jalan-jalan keluar kota. Karena enaknya makanan yang disajikan kami sering makan kalau kami harus melewati kota Mojokerto bersama istriku. Karena istriku gemar masakan Jawa, maka dia selalu memilih bergantian seperti gulai, opor atau nasi lodeh.
Makan di warung-warung aku masih ingat jaman mudaku, sesudah berjalan-jalan dikota Surabaya dengan teman-teman sekolah, makan di warung dengan masakan khas Surabaya seperti Lontong Capgomeh, Gado-gado, Soto Madura, Rujak Cinggur, lalu diahiri dengan minum dawet atau es Shanghai adalah sesuatu kenikmatan. Warung ini berada di Gubeng dekat tempat renang dan adalagi yang berlokasi tidak jauh dari sekolah menengah Cjiao Lian. Untuk masakan oma, masakan rumahan makan diresto-resto yang megah dan elit biasanya kurasahkan kurang delisius dibanding dengan makan di Warung-warung, mungkin karena diwarung-warung bagi anak-anak muda agak bebas dalam norma-norma makan dan berkomunikasi dengan teman-teman.
Warung-warung umunya menyediakan banyak macam masakan dari Nasi Rawon, Nasi Gulai, Nasi Campur, Nasi Opor, Nasi Lodeh, Soto Ayam/daging, Nasi Bali, Lonting Capgomeh, Sop Buntut, Semur lidah, sate ayam/daging, tahu telor, bakmi goreng etc. etc. Anda tinggal memilih saja, disampingnya masih banyak gorengan-gorengan seperti lidah goreng, empal, babat, paru-paru, limpa dst. Tidak begitu banyak warung yang sajian menunya dapat kita lihat sehinga kami dapat memilih menu makanan yang kami kehendaki.
Warung-warung makanan ini umumnya sudah dikenal orang dan cocok dengan selera orang-orang yang bekerja dan memerlukan makan siang. Kebanyakan kalau kami berkunjung ke Indonesia, sarapan pagi kami selalu menyuruh pembantu untuk membelikan kami makanan lokal dari warung-warung yang beken dan tidak jauh letaknya dari rumah dimana kami menginap. Kebanyakan makanan yang disajikan oleh warung-warung ini adalah masakan makanan rumahan, yang kami katakan masakan oma jaman dahulu. Kuisin ini biasa disajikan di meja-meja makan di rumah setiap hari, juga pada jaman sekarang. Maka koknya warung-warung biasanya adalah ibu-ibu asal rumah tangga, yang telah berpengalaman masak untuk keluarganya dan belajar masak dari ibu-ibu mereka dahulu.
Baiklah disini saya bicarakan masakan Indonesia diluar negeri, seperti di Holland dan Hongkong, mereka namakan kuisin Indonesia dengan nama Indonesische Rijsttafel atau disalin dengan bebas menjadi Kuisin nasi Indonesia, atau Meja Nasi Indonesia, meja disini diartikan meja makan. Waktu aku tinggal di Hongkong banyak restoran-restoran Indonesia pada tahun 1972 yang penuh dikunjungi oleh orang-orang Hongkong, ternyata orang-orang Hongkong suka makanan Indonesia.
Diantara resto-resto Indonesia , selama ingatanku ada tiga restoran Indonesia di Kowloon yang menunya dinamakan Rijsttafel. DiHongkongnya sendiri ada dua buah restoran Indonesia . Restoran-restoran diKowloon itu waktu masing-masing kepunyaan orang yang dahulu mendapatkan pendidikan Belanda. Dua resto kepunyaan WNI keturunan Tionghoa dan satu lagi kepunyaan seorang WNI Tionghoa tetapi telah memakai nama Belanda dan menikah dengan seorang Indo-Belanda yang aku kenal baik yaitu famili Johann. Dan perkataan rijsttafel ini aku dengar untuk pertama kali sewaktu aku di tinggal di Hongkong. Rijsttafel ini disajikan oleh pemerintah Belanda sewaktu resepsi persatuan Eropa di Maasricht kira hampir sepuluh tahun yang lalu.
Aku masih ingat dahulu di Indonesia ada berbagai restoran-toko Oen yang terkenal dan di Surabaya Het Hoenkweehuis di tunjungan, restoran yang elit. Restoran-Toko Oen aku masih kunjungi beberapa tahun yang lalu di Semarang. Di Toko Oen Tiko Oenko Oen sekarang aku masih kunjungi beberapa tahun yang lalu di Semarang.an di Surabaya Het Hoenkweehuis di tunjungan, kita dapat makan berbagai hidangan Nyonya, yaitu integrasi dari kuisin Indonesia, Tionghoa dan Belanda.
Masakan ini umpamanya Steak (dengan pala), Galantin, Semur lidah/daging, Pastel Tutup, sup daging dengan kentang dan sosis dimakan dengan frikadel (dibuat dari kentang dan daging cacah dengan bumbu chusus), Sup makroni, berbagai macam sate ditambah dengan berbagai kuisin Indonesia yang telah kukatakan masakan rumahan atau warung-warung. Disampingnya berbagai kuwe basah seperti spiku, risoles, kroket, pastei, lumpia goreng/basah, bakpao dan berbagai kuwee dibuat dari Hoenkwee dan agar-agar yang aku sekarang jarang melihatnya. etc.
Makan di Toko Oen dan het Hoenkweehuis menostalgikan kita pada Tempo Doeloe. Tata mejanya, pegawainya dan servisnya semua khusus jaman sebelum Perang Dunia II. Masakan seperti diatas di Malaysia dan Singapore dinamakan Kuisin Nyonya; baik di Indonesia maupun di Malaysia dan Singapore kuisin tersebut diatas dapat dianggap sebagi integrasi, keharmonian dari kuisin Indonesia , Tionghoa dan Belanda/Inggeris. Alangkah baiknya apabila integrasi yang harmonis ini dapat di kembangkan dan di praktikan dalam penghidupan kemasyarakatan Indonesia .
Dr. Han Hwie-Song
Breda , 4 Agustus 2005 , The Netherlands
Photo Credit :