Budaya-Tionghoa.Net | SEPERTI fakta yang kutulis dalam naskah pertama, hakekatnya sebagian terbesar seniman-seniman komik Indonesia adalah etnis Tionghoa. Aku sepakat saja kalau kemudian R.A. Kosasih dari Bandung dinobatkan sebagai Bapak Komik Indonesia. Karya monumentalnya, Maha Bharata (40 jilid) dan Ramayana (10), memang merupakan sepasang komik wayang terbaik sepanjang masa.
Namun jauh sebelum beliau mengirimkan naskah komiknya ke penerbit Melody, Bandung, bahkan sebelum Republik Indonesia lahir (pada 17 Agustus 1945) sebenarnya sudah ada komikus-komikus Tionghoa yang melukis dan membubuhkan teks dalam bahasa Indonesia-Melayu. Tercatat dalam sejarah perkomikan, strip si Put On karya Kho Wang Gie diperkenalkan sejak awal tahun 1931 lewat halaman bawah depan koran Sin Po (hematku Kompas adalah re-inkarnasi Keng Po sedangkan Suara Pembaruan adalah titisan Sin Po).
Nama-nama legendaris pelukis komik yang berkiprah dalam kurun waktu 1930 sampai dengan 1960-an selain Kho adalah Siauw Tik Kwie, Lie Ay Poen, Kwik Ing Hoo, John Lo dan Kong Ong. Inilah sekilas mengenai para locianpwee, sesepuh pendekar komik jadul itu:
KHO WAN GIE
Beliau mengawali dunia komik Indonesia dengan si Put On, lelaki Tionghoa gemuk bujang tua yang selalu gagal dalam masalah asmara. Tinggal bersama ibunya yang dipanggil Ne, dan dua adiknya; si Tong dan si Peng. Sedangkan sobat karibnya, A Liuk dan A Kong. Nona pujaannya, si Dortji. Dimuat saban Kamis di harian Sin Po, kemudian juga di majalah Pantja Warna yang terbit bulanan.
Menurut beliau, “Put On sebenarnya bukan nama China, melainkan nama permainan sejenis dam-dam-an dari bahasa Inggris.” Tak jadi soal karena kemudian si Put On yang awet membujang itu malah menjadi jauh lebih ngetop ketimbang pelukisnya.
Di usia tua, Oom Kho ganti nama jadi Sopoiku, kadang juga Soponyono. Terus membuat komik strip si Pengky di halaman belakang majalah Ria Film selama belasan tahun. Juga menerbitkan komik-komik lucu yang menjadi spesialisasinya seperti Nona A Go Go, Jali Tokcer, Si Lemot dan Agen Rahasia Bolong Jilu (013).
Beruntung aku sempat berkenalan dengan komikus veteran yang kukagumi sejak anak-anak ini. Beliau meninggal dalam usia tua di rumahnya yang asri di kawasan Kebun Jeruk, Mangga Besar, Jakarta Kota.
SIAUW TIK KWIE
Komikus besar dengan coretan berdasarkan wayang potehi. Dwilogi karyanya yang monumental, Sie Djin Koei Tjeng Tan (Sie Jin Kui Menyerbu ke Timur) dan Sie Djin Koei Tjeng See (Sie Jin Kui Menyerbu ke Barat), semula dimuat seminggu sekali di majalah Star Weekly. Oom Siauw memang bekerja sebagai illustrator cerpen, cersil, dan cerdek, di majalah tersebut. Selain itu juga melukis sampul buku-buku cersil yang diterjemahkan oleh OKT seperti Kim Tjoa Kiam, Tjie Hong Piauw, Giok Lo Sat dan Pek Hoat Mo Lie. Ciri khas lukisannya, tokoh pendekar prianya gagah keren, pendekar wanitanya cantik galak. Ada rencana melanjutkan dengan serial Hong Kiauw – Lie Tan (Kisah Sie Kong, cucu Sie Jin Kui), malangnya majalah Star Weekly (entah karena apa) mendadak dibreidel (!). Belakangan Oom Siauw memakai nama Otto Swastika dan menjadi pelukis kanvas sampai meninggal.
LIE AY POEN
Kalau Oom Siauw melukis untuk Star Weekly maka di majalah Pantja Warna ada Oom Lie dengan komik serial silatnya, Poei Sie Giok Pukul Loeitay. Cerita silat terkenal itu kelak berulang kali difilmkan dengan bintang-bintang terkemuka. Antara lain yang pernah memeraninya adalah Meng Fei, Alexander Fu Shen, sampai ke Jet Li, sebagai Fang Si Yu atau bacanya Fang Se Ie (lafal Kuo Yu untuk Pui Sie Giok dalam dialek Hokkian). Lanjutannya, Runtuhnya Kuil Siauw Liem Sie, terpaksa dihentikan di tengah jalan karena Pantja Warna pun distop penerbitannya oleh pemerintah!
KWIK ING HOO
Komiknya yang melegenda, Wiro Anak Rimba Indonesia, merupakan versi Tarzan asli Indonesia. Terdiri dari 10 jilid, merentang petualangan panjang seorang pemuda praremaja yang menjelajah ke hutan rimba dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Irian. Bersama kera, gorila, harimau dan gajahnya. Mengikuti ekspedisi flora dan fauna Dr Watson dengan kapalnya. Ketika dalam klimaks bentrok dengan sisa pasukan Dai Nippon di pedalaman Papua, satu-persatu keempat binatangnya mati terbunuh, rasanya anak-anak penggemarnya se-Indonesia menangis semua (termasuk aku tentu saja!). Sungguh sebuah komik yang takkan terlupakan bagi siapa pun yang pernah membacanya.
Kemudian dengan inisial KIH, beliau melukis sampul-sampul dan illustrasi dalam novel dan cersil terbitan Analisa, Jakarta. Beliau sendiri mukim di Solo, Jawa Tengah. Dalam usia tua beralih melukis kanvas, seperti Lee Man Fong, gemar melukis sekawanan ikan koki …
JOHN LO
Dari Bandung, segenerasi dengan R.A. Kosasih, tampil komikus Tionghoa ini. Boleh dibilang sebagai yang pertama memperkenalkan pahlawan super asli Indonesia, yakni Garuda Putih dan Putri Bintang. Tak jarang pula dua tokohnya bekerja sama dengan superheroine-nya Kosasih, Sri Asih.
Oom John pernah pula bikin komik wayang, Raden Palasara, serta komik silat China, Pendekar Piatu.
KONG ONG
Tak banyak yang kuketahui mengenai komikus asal Sumatera Utara ini. Komiknya, keluaran penerbit Casso, Medan, berjudul, Kapten Komet (1955). Cerita bersetting masa depan (pada waktu dibuat) ketika astronot Indonesia dengan roketnya telah mampu menjelajah ke planet Saturnus. Jelas diilhami dari komik Barat terkenal, Flash Gordon.
Sebenarnya ada lagi komik serial Kapten Djoni (era 1950-an) yang coretannya sangat western style, tak kalah dibanding Hogart (pelukis komik serial Tarzan asli), namun aku tak tahu siapa namanya karena tak dicantumkan!
Sementara dari barisan komikus etnis Sunda setelah Kosasih patut dicatat nama-nama S. Ardisoma dan Oerip. Sedangkan dari Jogja ada nama Abdulsalam (Djaka Tingkir) dan Nasrun AS (Putri Hidjau) yang sangat halus coretannya.
Kebesaran dan karya-karya besar mereka bagai telah dilupakan masyarakat Indonesia, bahkan juga oleh keluarga, anak-cucu sendiri. Mungkin hanya segelintir penikmat sejati komik saja yang masih mengenang mereka. Sedikit banyak mereka telah berjasa menorehkan nama harum dengan tinta bak untuk Ibu Pertiwi di bidang yang setia ditekuni sepanjang hayat …
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.