Beberapa tahun kemudian pangeran ZhongEr kembali ke negeri Jin, dan berhasil menjadi adipati bernama Jin Wengong 晋文公. Seluruh pengikutnya diberikan jabatan dan hadiah kecuali Jie Zitui. Jie Zitui merasa ia tidak dihargai oleh sang raja, lalu ia pergi bersama ibunya ke gunung MianShan 绵山. Belakangan raja Jin Wengong teringat pada Jie Zitui, ia mencarinya sampai ke Mianshan. Setelah beberapa hari mencari, Jie belum ditemukan. Atas usul seorang penasehatnya, Jin Wengong membakar hutan di Mianshan supaya Jie segera keluar karena api. sedangkan Jie takut dibunuh oleh bekas junjungannya. Jie mati terbakar dalam posisi melindungi tubuh ibunya dari kobaran api. Sejak itu Jin WenGong memakai bakiak dan mengganti nama gunung tempat Jie terbakar menjadi gunung Jie dan menguburnya di pohon Liu 柳 ( willow ) yang mati meranggas. Serta memerintahkan kepada seluruh rakyatnya agar pada 1 hari sebelum Qing Ming tidak menyalakan kompor sehingga rakyatnya memakan makanan yang dingin. 1 tahun kemudian Jin mendatangi makam Jie dan mengucapkan penyesalan serta membuat suatu upacara penghormatan yang megah.Disitu Jin melihat bahwa pohon Liu itu tumbuh lagi. Dan ia terkenang akan Jie sehingga pohon tua itu disebut QingMing Liu 清明柳dan sejak itu ditetapkan hari setelah HanShi disebut sebagai hariQingMing.
Walaupun kisah Jie itu tercatat dalam DongZhou LieGuo Zi 东周列国志dan banyak buku-buku sejarah itu mencatat namanya tapi kisah tersebut diatas hanya ada dalam Dongzhou LieGuoZi dan catatan-catatan sejarah lainnya tidak pernah menulis kisahnya yangmati terbakar. Dimasukkannya kisah Jie yang terbakar itu lebih bertujuan utk mengenang jasa org yang berjasa kemudian yang disisihkan , secara moral kisah ini utk selalu ingat akan org yang berjasa. Sama seperti kisah QuYan 屈原 dengan DuanWu 端午 (pekcun). Awalnya hari Hanshi bisa dikatakan adalah hari dimana rakyat semua membersihkan kompor sehingga tidaklah mungkin memasak makanan yang panas, sehingga beberapa hari sebelum hari Hanshi, biasanya mereka mempersiapkan makanan dan kemudian mematikan tungku dan membersihkan tungku atau kompor yang digunakan untuk memasak.
Menurut legenda lainnya, perayaan Qingming dikaitkan dengan Da Yu 大禹, pendiri dinasti Xia 夏朝( 2033-1562 BCE),dimana Da Yu berhasil melawan banjir besar dan rakyat merayakannya karena banjir sudah bukan merupakan ancaman lagi. Dekatnya hari Hanshi dan Qingming sehingga pada masa dinasti Sui dan Tang 隋唐 ( 581-907 CE )melebur menjadi satu.
Seperti ditulis di atas, pada masa dinasti Tang, para pejabat daerah diwajibkan membersihkan dan mengurus kuburan-kuburan yang terlantar. Ini bukan hanya berkaitan dengan keselarasan juga sikap menghormati mereka yang telah meninggal dengan merawat kuburannya. Membersihkan kuburan leluhur dikaitkan dengan sikap bakti dan menghormati, tentunya juga memiliki ciri khas budaya Tionghoa pula. Selain sebutan saomu 扫墓 atau membersihkan kuburan, kegiatan ke kuburan pada saat Qingmin juga disebut baisao 拜扫 atau menghormati danmembersihkan.
Kegiatan yang umum adalah menggunakan makanan sebagai lambang penghormatan. Makanan merupakan salah satu pilar budaya Tionghoa jadi tidaklah perlu heran mereka juga menggunakan makanan sebagai lambang penghormatan mereka. Inilah ciri khas budaya Tionghoa dan sesungguhnya menggunakan makanan sebagai lambang penghormatan juga memiliki factor-faktor yang tidak merugikan, karena makanan itu masih bisa dimakan oleh orang hidup dan bukan dimakan oleh orang mati. Kita bisa beramal kepada mereka yang tinggal disekitar kuburan itu dengan memberikan makanan setelah upacara penghormatan selesai. Selain penggunaan makanan sebagai symbol, juga membakar kertas perak atau yinzhi 银纸 dan seringnya disebut gincoa. Mungkin bagi segelintir orang beranggapan bahwa itulah kertas uang mati, tapi sesungguhnya gincoa mengandung makna yang berkaitan dengan filsafat Tionghoa. Dimana berkaitan dengan kosmologi 5 unsur dan tanah melahirkan perak.
Penggunaan uang kertas orang meninggal yang sering ditulis bank note Bank of Hell sebenarnya juga merupakan hal yang menggelikan, karena kertas itu adalah uang kertas alam baka bukan uang kertas alam neraka. Menggunakan dupa dan lilin juga merupakan cara orang Tionghoa memberikan penghormatan kepada orang yang telah meninggal, Tuhan, dewa-dewi kepercayaan yang tercakup dalam Tri Dharma atau 3 agama yaitu Ruisme, Taoisme dan Buddhisme.
Seringkali tindakan membakar uang kertas untuk yang meninggal dianggap suatu pencemaran dan pemborosan, saya pribadi beranggapan bahwa itu adalah suatu ungkapan yang bersifat spiritual terhadap mereka yang telah meninggal. Selayaknya kita menghormati kebiasaan seperti itu dan tentunya membakar itu tidaklah berlebihan dan secukupnya. Karena makna yang terkandung yaitu penghormatan dan sikap bakti yang dibungkus dengan symbol itulah yang perlu kita hayati. Kebiasaan lainnya adalah menaruh tumpukan uang perak atau gincoa diatas kuburan dan menindihnya dengan batu. Legenda yang terkait dengan menaruh kertas di atas kuburan itu sering dikaitkan dengan Zhu YuanZhang 朱元璋pendiri dinasti Ming 明朝 (1368-1644 C.E ). Untuk mencari makam orang tuanya ia memerintahkan setiap orang menaruh untaian kertas panjang di tanah kuburan dan diatas nisan (bongpai) pada saat qingming.
Sedangkan cerita Liu Bang 刘邦 dengan qingming adalah setelah mendirikan dinasti Han (206 BCE-220CE ), Liu Bang kembali ke kampung halamannya, mencari kuburan orang tuanya. Ternyata ia tidak dapat menemukan kuburan orang tuanya. Lalu ia melembar segenggam WuSeZhi (kertas lima warna) ke udara, dan wusezhi ini terbang dan menempel ke kuburan orang tuanya. Akhirnya ia berhasil menemukan kuburan orang tuanya.
Seperti perayaan lainnya, Qingming juga memiliki makanan khas seperti makan telur yang kulitnya sudah dilukis, tapi untuk telur yang diukir tidak dimakan. Selain itu ada beberapa yang mungkin tidak pernah ada di Indonesia ini seperti makanan dari daun Ai /moxa艾草 yang menjadi ciri khas suku Khe, bubur dingin, ciri khas rakyat dibawah kaki gunung Mian, Qing tuan 青团adalah makanan khas Qingming dari daerah Suzhou 苏州.
Tujuan QingMing itu selain menghormati leluhur adalah ingat kampung halaman.Contohnya ada satu tradisi dimana jika org yang merantau itu ketikapulang pada saat QingMing , org tsb akan mengambil tanah tempat lahirnya dan menaruh dikantong merah. Ketika org tsb tiba lagi ditanah tempat ia merantau, ia akan menorehkan tanah tsb ke alas kakinya sebagai perlambang bahwa ia tetap ingat tanah kelahirannya. Sekarang ini banyak orang dari daerah lain seperti Kalimantan, Sumatra yang merantau ke Jakarta, tentunya juga wajar mengingat tanah kelahirannya dan tempat ia mengabdikan hidupnya. Jangan pula melupakan kerabat-kerabatnya yang ada di tempat kelahirannya. Budaya Tionghoa mengacu kepada tempat kelahiran bukanlah selalu mengacu kepada negri leluhur.
Festival Qingming pada akhirnya terkait dengan pilar-pilar budaya Tionghoa yaitu penghormatan leluhur, makanan, kekerabatan, keselarasan dan harmony, setia berbakti, juga kebersamaan. Dan hal itu tidak hanya ada pada festival Qingming saja tapi pada semua festival yang ada. Dengan menghormati leluhur berarti kita harus menjaga sikap hidup kita agar tidak mencoreng nama leluhur. Semoga pada perayaan festival Qingming ini kita menyadari bagaimana cara kita menghormati leluhur, caranya sederhana yaitu berikanlah kontribusi positif pada lingkungan kita dan selalulah menjaga perilaku kita agar tidak memalukan para leluhur.
Berbaktilah dan setia kepada negri kita tinggal karena dalam membakar kertas emas maupun perak mengandung makna tanah melahirkan logam dan tanah itu adalah tempat dimana kita berpijak.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua