[Photo Courtesy : anniewongart.com]
Budaya-Tionghoa.Net | 秦良玉 Qin Liangyu (1574~1648) adalah seorang panglima wanita terkenal di masa jaman akhir dinasti Ming. Beliau lahir di provinsi Sichuan, dari keturunan etnis Miao. Selama masa mudanya, beliau belajar keahlian berkuda, memanah dan bela diri dari ayahnya. Dan juga mempelajari sastra, khususnya dalam bidang berpuisi. Ia menikah dengan seorang pemimpin militer daerah dan mendampingi suaminya dalam masa tugas dalam beberapa pertempuran kecil menghadapi panglima-panglima perang (panglima independen yang seringkali bertingkah laku seperti perampok) setempat di perbatasan barat daya dinasti Ming. Setelah suaminya meninggal, Qin Liangyu kemudian menggantikan posisi suaminya.
|
Pada saat Nurhachi mengangkat senjata dan mengumumkan pemisahan diri dari dinasti Ming, Qin Liangyu didampingi oleh saudara-saudaranya bergegas menuju ke utara (sekitar 1620) untuk membantu pertahanan dinasti Ming di Shenyang. Ia bahkan menjual harta kekayaannya untuk merekrut sekitar 3000 tentara pilihan di bawah pimpinannya. Qin Liangyu ditugaskan untuk menjaga koridor Shanhai (山海关).
Setelah masa tugasnya selesai, Qin kembali ke Sichuan untuk meneruskan tugasnya mengendalikan panglima-panglima perang di sana. Karena jasanya, ia diberi kenaikan (都督佥事) jabatan oleh pemerintah pusat. Pada tahun 1630, sekali lagi beliau menjual harta kekayaannya untuk membiayai ekspedisi ke utara menghadapi bangsa Manchu yang sedang bangkit. Kaisar Ming (Chong Zhen) memberikan pujian kepadanya dalam bentuk puisi.
Setelah itu, selama 11 tahun beliau bertugas di Sichuan. Memimpin dalam berbagai pertempuran untuk menghadapi pemberontakan Zhang Xianzhong (张献忠) yang sedang naik daun. Ketika dinasti Ming runtuh dan bangsa Manchu menyerbu ke selatan, Qin Liangyu mengarahkan kekuatannya untuk melawan penyerbuan itu. Sebagai penghargaan atas tekad dan jasa-jasanya dalam melawan Manchu, Qin Liangyu dianugerahi gelar Pelindung Agung Putra Mahkota (太子太保) oleh kaisar Ming selatan (kaisar dalam pelarian).
Qin Liangyu meninggal dalam usia 75 tahun setelah jatuh dari kudanya ketika melakukan inspeksi pasukan. Dalam sejarah, beliau adalah panglima wanita yang memiliki kedudukan militer paling tinggi. Warisannya, dalam bentuk senjata dan baju perang masih bisa dilihat saat ini di Sichuan. Untuk menghargai jasa-jasanya, sebuah monumen dirinya yang gagah sedang berkuda dan memegang tombak didirikan.
by: HY
Budaya-Tionghoa.Net | Indonesian Chinese Culture Study Group