[Photo Ilustrasi : Kepiting Soka Saos Tiram
simple-cook.blogspot.com]
Budaya-Tionghoa.Net | Teman-teman semuah, Hai, apakabar? Sudah makan kepiting soka? .Anda suka sebel kalau pas makan kepiting? Ribet ‘ngupasin’ kulit- cangkangnya, jari suka tergores pecahan cangkangnya yang tajam? Waktu masih SMA di Cirebon, pas pelajaran kimia ttg asam, saya pernah tanya kepada guru kimia (alm): adakah cara untuk membuat kulit kepiting lunak sehingga gampang makannya?
|
Guru saya bilang: ada, pakai saja asam H2SO4. Asam tajam yang bisa meluluhkan tulang, pan cangkang kepiting juga dari Kalsium, kapur, sama dengan tulang? Ya, sayangnya, karena dagingnya lebih lunak, akan ikut luluh juga. Hehehe….. pastilah guru saya sedang bergurau dengan jawaban itu, jeh!
Itu kejadian lama sekali, jauh sebelum ada orang yang berinisiatip menangkapi kepiting soka, atau lemuri, lemburi, yang berkulit cangkang lunak, soft shell, sehingga anda bisa makan kepiting tanpa repot dan ribet dan tergores jari-jari kita. Langsung disantap sak kulit-kulit-nya, karena kulitnya memang lembek, empuk, lunak.
Baca Kompas 7 Agustus 2008, ada artikel menarik di halaman 16, ttg Ibu Dr. Ir. Yushinta Fujaya MSi., dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, yang meneliti kepiting di Makassar yang dikaitkan dengan tokoh Popeye the sailorman. Si Popeye, seperti kita tahu, penggemar bayam. Katanya berkat makan bayam banyak-banyak (dari kaleng?) maka dia bisa mengalahkan musuh-musuhnya yang suka mengganggu cewek pujaannya.
Sila baca selengkapnya ttg ibu dosen di sini: http://epaper.kompas.com/ atau masuk via sini supaya lebih lengkap
artikelnya: http://kompas.realviewusa.com/djvu/kompas/kompas/07-aug-2008/webimages/page0000016_large.png
Nah, terilhami oleh si bayam itu, ibu dosen lantas menyelidiki fungsi bayam. Agak bertolak belakang sih nampaknya, si Popeye anggap berkat bayam dia bertenaga kuat, tapi kalau ekstrak bayam disuntikkan ke kepiting, maka si kepiting justru akan lembek kulitnya. Cangkangnya menjadi lembek seperti kepiting soka, soft shell crab, basa bulenya.
Penasaran, pas kemaren saya makan di satu kedai ala food court di KG, saya jumpa dengan keponakan saya yang pernah buka resto di KG, Kelapa Gading, dengan khasnya adalah hidangan kepiting soka ini. Jadi saya bertanya kepada ‘pakar’nya yang lebih pengalaman menggeluti kepiting soka. Keponakan saya mendapat supply kepiting soka dari nelayan di daerah Tanjung, Brebes, Tegal, dan tidak selalu ada, tergantung musimnya ajah, jeh!
Begini ceritanya.
Kepiting soka, adalah sebenernya kepiting biasa, bukan yang bernama bule ‘hairy crab’ seperti pernah disinggung satu ‘pakar’ kuli-nari di milis sebelah. Sebab keadaan cangkang lembek aka soft shell begitu, mestinya dialami oleh semua jenis kepiting, termasuk si hairy crab atawa si boldy crab yang gundul pacul tak berbulu. Kata keponakan saya, itu kepiting soka adalah kepiting remaja yang mulai masuk ke masa dewasa dan mengalami ‘ganti kulit’, nelungsumi, seperti pada ular atawa serangga tertentu (termasuk kecoak!).
Dan dari bacaan di i-net, saya baru tahu bahwa proses ganti kulit si kepiting itu, ibarat kita ganti baju. Kulit atau cangkang kepiting tu pan ibarat baju-nya. Nah, karena bajunya mengeras, dia harus ganti kulit baru, yang lebih pas dengan besarnya tubuh dalam perkembangannya secara alami. Dan, percaya tidak, kepiting akan ‘menanggalkan’ cangkang lamanya, keluar dari situ, untuk membuat lagi ‘baju’ baru. Proses dia keluar dari ‘baju’ lama itu cuma memakan waktu sekitar 15 menit saja, katanya.
Saya pernah lihat di Sea World, Ancol, bagian hewan-hewan awetan, memang ada display kepiting yang sedang dalam proses berganti kulit begini.
Jadi, kalau anda ke resto kepiting, minta kepiting soka (dari jenis kepiting apapun) yang besar dan fresh, masih hidup, pasti akan sulit diperoleh, atau bahkan tidak ada. Sebab masa berkulit lembek itu cuma sekitar 1-3 hari, lalu si cangkang akan segera mengeras lagi.
Jadi, agar supaya cangkang kepiting tetep lembek, terpaksa sang kepiting kudu rela berkurban di’henti’kan pertumbuhannya, demi kelangenan lidah anda sebagai pelanggan setia pemakan kepiting cangkang lunak itu. Caranya menghentikan pertumbuhan cukup sederhana: dibekukan saja dalam freezer. Berhenti toh pertumbuhan cangkangnya, seiring berhenti juga napas si kepiting karena beku.
Juga saya kutipkan sedikit nih:
“Blue crabs, like all crustaceans, grow by molting, or shedding their shell. Blue crabs molt every few weeks when they are young, but only once a year when they are older. Molting begins when a thin line appears down their backs. For adult crabs, molting occurs in the summer months, leaving them soft and defenseless for several days. At this point, they are known as “peelers.”
Nah, kalau baca di Kompas itu, ibu dosen bilang, selama ini para nelayan pengepul kepiting atau pembudidaya punya ‘short cut’ untuk membuat si kepiting menjalani masa cangkang lunak, yakni dengan cara mu-tilasi. Kaki-kaki si kepiting dipotesin hidup-hidup, katanya, supaya si kepiting secara alami akan membentuk pertumbuhan kaki-kakinya lagi seperti cicak yang kehilangan ekornya. Pada saat si kepiting berniat menumbuh-kembangkan lagi kaki-kakinya yang dipotesin, maka secara alami dia akan membuat cangkangnya lunak, istlah kerennya: molting. Ada zat tertentu di dalam tubuh kepiting yang dikeluarkan sehingga cangkangnya melunak.
Saya kutip dari Kompas yang sama nih ya: “Makin banyak negara yang menjunjung tinggi penegakan HAM, dan pada saat bersamaan tumbuh pula kesadaran masyarakat untuk menghormati hak hidup binatang, animal welfare.” ujarnya seraya menyebut sederet negara maju yang merupakan pasar ekspor potensial bagi kepiting Indonesia.
Nah (lagi, ‘nah’nya), kata ibu dosen, dia melihat bahwa zat pelunak cangkang dalam tubuh si kepiting bisa dipacu untuk keluar tanpa harus memutilasi si kepiting, pan ndak manusiawi, tidak berperikehewanan katanya.
Caranya? Yakni dengan cara disuntik ekstrak bayam! Dalam bayam terkandung zat yang merangsang si kepiting membuat cangkangnya lunak. Ibu dosen sedang berusaha mematenkan temuannya ini, dan masih dipelajari bagaimana supaya menekan biaya untuk pembuatan ekstrak bayamnya.
Sementara itu, masih menurut keponakan saya, sudah lama beredar kepiting soka ‘suntikan’ ala percobaan ibu dosen gitu. Yang jadi ‘pabrik’ kepiting soka itu ada di daerah Lampung, seseorang dari Taiwan yang memperkenalkan teknologi suntik ini. Tidak jelas zat apa yang disuntikkan, tapi mestinya, kayaknya sih sama dengan yang sedang diselidiki ibu dosen.
Makanya, jangan anda heran lagi kalau sekarang banyak resto yang menawarkan hidangan kepiting soka di menu-nya. Lha, supply-nya juga sudah banyak begitu. Dulu, waktu orang menunggu masa-masa si kepiting remaja berganti kulit secara alami, pastilah tidak banyak supply-nya. Sekarang, dengan adanya kemajuan teknologi, maka selera makan anda akan kepiting cangkang lunak bisa dipuaskan sepuas-puasnya dengan ma- kan kepiting soka suntikan.
Terlepas dari zat apa yang disuntikkan, kayaknya ya sama ajah, itu kepiting soka buatan, tidak alami, apakah masih bisa dibilang ‘lebih manusiawi’, lebih berperikehewanan, animal welfare, dibanding yang dimutilasi?
Anda masih soka makan kepiting soka?
Salam makan enak selalu,
Ophoeng, BSD City
http://ophoeng.multiply.com/
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/34848 [Ophoeng]
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
Referensi :
- http://epaper.kompas.com/
- http://en.wikipedia.org/wiki/Fiddler_crabs
- http://www.bluecrab.info/molting.html
- http://www.afsc.noaa.gov/Kodiak/shellfish/cultivation/crabGrow.htm
- http://www.edc.uri.edu/restoration/html/gallery/invert/bluec.htm