Budaya-Tionghoa.Net | Berdasarkan tingkat pengetahuan umum saat ini yang kita miliki terhadap Tiongkok, metode historis dan hasil pengujian terhadap berbagai teori yang luas cakupannya, nampaknya lebih menjanjikan ketimbang keduanya. Penting sekali untuk menyebutkan alasan bagi hal ini. Pertama-tama, penentuan karakteristik sebagai titik tolak penelitian cenderung mengaburkan pentingnya dinamika filosofi Tiongkok, yakni mengokohkan pandangan bahwa alam pemikiran adalah sesuatu yang “tak pernah berubah.”
|
Saya hendak mengulas berbagai bentuk studi berkategori “analitikal” yang dilakukan dewasa ini beserta kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkannya.
Selanjutnya, saya akan memberikan kesimpulannya dengan disertai suatu diskusi singkat terhadap hambatan-hambatan komunikasi, yang timbul tatkala seseorang mencoba menelaah serta menafsirkan pola pikir suatu bangsa yang sangat asing, seperti bangsa Tionghua.
Kita akan mengikuti berbagai gagasan yang diajukan oleh para penulis berbagai makalah yang terangkum dalam buku ini, tetapi hal ini tidak berarti bahwa mereka bertanggung jawah terhadap bagaimana gagasan-gagasan itu dikembangkan atau beragam penemuan baru yang dihasilkan oleh studi lanjutan.
Sejarah Filosofi dan Sejarah Pemikiran Umat Manusia Apa yang dimaksud dengan filosofi menurut pandangan bangsa Barat adalah perumusan dan pemecahan berbagai permasalahan. Tetapi ini bukanlah kerangka yang bermanfaat untuk memahami alam pikiran Tionghua. Pemaksaan untuk menyesuaikan filosofi Tiongkok dengan alam pemikiran Barat cenderung merusak hakekat keduanya serta hirarki permasalahan yang telah ditangani oleh para pemikir Tionghua. Sebagai contoh, epistemologi merupakan pusat ketertarikan para filosof Barat. Namun hal itu justru dianggap tidak penting atau tak relevan oleh kebanyakan pemikir Tiongkok.
Sebaliknya, apabila pola-pola pemahaman filsafat Barat ditinggalkan, penulisan sejarah alam pemikiran Tiongkok akan mengalami kesulitan serius. Beberapa permasalahan ini timbul karena tidak memadainya historiografi Barat mengenai filsafat; selain itu persoalan jugaberasal dari hakekat pemikiran formal bangsa Tionghua. Di dunia Barat, sejarah filsafat telah menjadi anak tiri bagi ilmu sejarah serta filsafat itu sendiri. Nampaknya akan sangat bermanfaat apabila kita mengulas beberapa kritik George Boas terhadap sejarah filsafat konvensional; yang semuanya cocok diterapkan pada bahan-bahan sejarah filosofi Tiongkok yang masih tersedia1.
Boas menyatakan bahwa sejarah filsafat selalu cenderung menarik benang merah pokok-pokok pemikiran inti masing-masing filsafat(Kerngedanken); dengan kata lain, semuanya itu dinyatakan dalam wujud intisari-intisarinya, “dimana pola-pola logikanya dapat dipaparkan, namun tidak demikian halnya dengan kelahiran serta kematian suatu gagasan sebagai peristiwa psikologis dan biologis.” Para cendekiawan itu telah mengulas gagasan-gagasan filosofis secara terpisah dengan kondisi kehidupan intelektual masa timbulnya gagasan tersebut serta mengabaikan alasan-alasan mengapa suatu pemikiran timbul, ditinggalkan oleh umat manusia, atau sanggup bertahan lama.
Mereka umumnya mengabaikan apa yang dinamakan protofilosofi (hal-hal yang merupakan cikal bakal filsafat), yakni sesuatu yang tak diakui keberadaannya oleh para ahli filsafat. Mereka gagal mencermati faktor-faktor biografis, seperti: Apakah seorang filosof berusaha mencari “kesatuan” dalam filsafatnya tatkala kehidupan pribadinya berantakan? Apakah filsafat merupakan rangkuman pemikiran ideal sang filosof? Apakah pemikiran ahli filsafat itu merupakan rasionalisasi?
Jika demikian halnya, apakah terdapat keterkaitan dengan masalah ekonomi atau bahkan erotisisme umat manusia2? Banyak pertanyaan menantang ini yang telah diulas oleh para sarjana sejarah filsafat, tetapi tak satupun sejarah filsafat komprehensif yang sanggup menghadapi kritisisme ini. Dengan demikian, berdasarkan kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan filosofi Tiongkok kemungkinan tidak bersesuaian dengan pola-pola “sejarah filsafat” konvensional dan telah berkembang menuju arah yang berbeda.
Mereka barangkali berusaha mengaitkan gagasan-gagasan filosofis pada latar belakang berkembangnya pemikiran tersebut – baik berupa intelektual, psikologis, dan demikian pula dengah hal-hal yang berkenaan dengan tubuh fisik. Mereka barangkali berusaha mengaitkan isu-isu filosofis dengan dengan masalah-masalah perkembangan suatu masyarakat, perubahan dalam suatu kelompok, dan sikap masing-masing individu.
Pergeseran pusat perhatian yang saya sarankan bertujuan untuk menggantikan sejarah pola pemikiran dengan sejarah filsafat. Sejarah pola pikir umat manusia sebagian besar hanya mencakup sejarah literatur, ilmu pengetahuan, dan seni. Sejarah semacam itu memberikan perhatian khusus pada pertalian antara politik, sosial, peristiwa-peristiwa dalam kehidupan seseorang, serta proses
perkembangan berbagai gagasan. Hubungan antara filsafat dan pemikiran biasa adalah sebagaimana yang dipaparkan oleh Kristeller: “Filsafat timbul secara alami dari kawasan pemikiran umum yang lebih luas melalui perkembangan metode dan tradisi yang berkesadaran serta mengalami perkembangan. Istilah-istilah teknis dalam filsafat didasari oleh kosa kata umum suatu bahasa; oleh karena itu, permasalahan beserta solusinya yang berasal pemikiran filosofis kerapkali merupakan
transformasi dan hasil penjabaran yang berkenaan dengan tren serta arus pemikiran khalayak ramai zaman itu.”3
Hubungan yang lebih erat antara sejarah filsafat dengan sejarah pola pemikiran nampak lebih nyata di Tiongkok ketimbang di Barat. Hubungan ini adalah begitu dekatnya dan ciri khas semacam itu sangat penting dalam sejarah pola pemikiran. Patut diingat bahwa para ahli filsafat Tiongkok pada umumnya merupakan anggota kelas pejabat yang bertanggung jawab mengatur masalah sosial, ekonomi, dan politik. Mereka senantiasa cukup dekat pada para penguasa, sehingga sanggup mewujudkan gagasan mereka dalam serangkaian tindakan nyata. Selain itu, banyak formulasi abstrak mereka hanya dapat dipahami melalui tindakan nyata demi berbagai tujuan sosial serta politik tertentu.
Ciri khas atau karakteristik inilah yang mendorong Granet untuk menyebut pandangan para pemikir Tiongkok tidak sebagai “filsafat,” melainkan “petunjuk,” “resep,” atau “tata cara melakukan sesutu.” Hal ini, tentu saja kurang relevan bagi para pemikir belakangan; namun hubungan antara sang pemikir dengan permasalahan-permasalahan zamannya sangatlah dekat.
Kedekatan hubungan ini dapat dicermati dari sudut pandang karakteristik masyarakat Tionghua, yang oleh MacIver disebut sebagai suatu “komunitas yang merupakan hasil sintesa berbagai doktrin dan lembaga.” Para filosof Tiongkok mengupayakan agar harmoni atau sintesa ini dapat terus terpelihara. Sebagai seorang filosof mereka menghidupkan serta menafsirkan kembali berbagai nilai moralitas; sebagai seseorang yang melek huruf mereka menuliskan berbagai bentuk ajakan yang menyenangkan agar orang lain melaksanakan nilai-nilai hidup tersebut; sebagai seorang pejabat mereka menjaga integritas lembaga-lembaga yang dianggap mewujudkan nilai-nilai itu. Mereka
merupakan pendorong bagi sintesa yang merupakan inti bagi peradabanTiongkok, dan apa yang mereka katakan tidak pernah tidak relevan dengannya.
Dengan mempertimbangkan manfaat-manfaat metode itu sendiri dan dikarenakan penerapannya yang ganjil terhadap sejarah intelektual Tiongkok, sejarah alam pemikiran harus banyak menerima hal itu begitu saja. Kendati demikian, sejarah semacam ini memerlukan suatu pengetahuan terpadu mengenai berbagai bidang, seperti sejarah literatur, kelembagaan, dan teknologi. Semenjak lama pengetahuan mengenai sejarah Tiongkok hanya berupa framen-fragmen terpisah saja bagi sejumlah kecil bidang yang dianggap penting. Jadi studi yang dapat dikatakan lengkap mengenai sejarah alam pemikiran Tiongkok masih memerlukan waktu yang sangat lama, serta tergantung pencapaian berbagai bidang studi lainnya.
Namun, sementara itu, sejumlah studi lainnya masih dapat dilakukan, yang sanggup memberikan sumbangsih bagi suatu sintesa nyata, dan sekaligus bertujuan menyempurnakan metode analisa kita serta menjelaskan mengenai periode-periode maupun babakan penting dalam sejarah Tiongkok. Pada paragraf-paragraf berikutnya, saya akan mengulas mengenai berbagai jenis studi yang bermanfaat menjelaskan serta memberikan kontribusi nyata terhadap sejarah alam pemikiran Tiongkok.
Ivan Taniputera , 29510 , 29524
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua