Budaya-Tionghoa.Net | Saya percaya bahwa Falungong itu pada azasnya tidak berpolitik, tidak beragama. Tapi, perkembangan selanjutnya malah mereka sendiri yang menggali sebuah lubang untuk melompat ke dalam jurang politik dan agama. Saya tidak pernah mendalami soalan buku-buku ajaran Falungong, namun saya tahu bahwa Master Li membandingkan Falungong dengan agama-agama lainnya. Menurut saya, ini kental sekali indikasinya untuk “meng-agama-kan” Falungong.
|
OK-lah, bolehlah kita berasumsi kalau Mr. Li Hongzhi itu tidak bermaksud begitu, maka ia telah menarik Falungong ke tepi jurang “agamanisasi” yang menyebabkan Beijing dengan mudah dapat menjebak Falungong dengan pasal-pasal yang memang ada sejak dulu tentang kebebasan dan peraturan keagamaan di RRT sana. Salah siapa kalau sudah jadi begitu?
Coba lihat dulu mengapa ribuan organisasi Qigong ataupun keagamaan di RRT itu dapat hidup bebas di RRT sana? Mengapa hanya FLG yang direpresi? RRT memang negara dengan kebebasan minim, namun bila ribuan organisasi sejenis dapat hidup bebas dan cuma FLG yang direpresi, maka ada sesuatu
yang salah pada FLG sehingga menarik perhatian dan menimbulkan ketakutan Beijing.
Masalah Berpolitik ?
Represi Falungong itu dapat dibagi menjadi dua bagian, sebelum 1999 dan sesudah 1999. Mengapa? Karena sebelumnya, Falungong masih belum ditetapkan sebagai organisasi terlarang. Label organisasi terlarang mulai dilekatkan setelah unjuk rasa damai praktisi Falungong di Zhongnanhai, sepertinya ada 10000 orang yang berunjuk rasa. Wah, ini sangat menakutkan bagi Beijing, karena pertama kalinya setelah peristiwa Tiananmen 1989, mereka melihat unjuk rasa, malah dengan jumlah yang lebih besar daripada unjuk rasa tahun 1989 itu. Takut seperti 1989 yang lepas kontrol, maka Beijing memutuskan untuk mengantisipasi secara dini. Mudah saja kali ini, karena ada organisasi di belakang para pengunjuk rasa tadi, Falungong, yang sudah dicabut izin organisasi Qigong oleh Persatuan Qigong RRT, namun belum dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada tahun 1996.
Sebelum 1999 itu, sebelum unjuk rasa yang celaka itu, anggota Falungong masih dapat mempraktekkan qigong mereka secara terbuka, walau mendapat kritik di sana sini. Mengapa saya katakan unjuk rasa celaka? Kalau tidak ada unjuk rasa itu, saya yakin sampai sekarang pemerintah Beijing itu masih permisif dengan aktivitas FLG di RRT.
Terkadang, saya anggap Falungong itu seperti buah simalakama, ditelan mati keracunan, dimuntahkan mati kelaparan. Mengapa? Karena Falungong itu terlalu kebablasan di RRT, sehingga menarik perhatian Beijing. Daripada menunggu tumbuh sayap dan menjadi lawan besar, lebih baik dimatikan dulu sewaktu
kecil. Namun, di pihak lain, Falungong juga kelihatan seperti anak baik yang tidak akan “durhaka” walau tumbuh besar dan bersayap.
Satu peristiwa kecil yang kurang mengenakkan bagi saya adalah walaupun FLG tidak mengajarkan kekerasan, namun nampaknya mereka juga melaksanakan praktek anarkis secara psikologis. Misalnya, sebelum 1999, setiap kritik yang ditujukan ke Falungongakan ditanggapi dengan demo serta unjuk rasa ke media yang bersangkutan, malah wartawannya dipaksa untuk mengundurkan diri. Walau masih lebih baik daripada FPI yang memakai kekerasan, namun tetap saja kita lihat sisi anarkis dari FLG, yang tidak
dapat menerima kritik akan pegangan kepercayaan mereka. Mirip pemeluk agama yang membela agamanya. Ini saja pendapat subjektif saya.
Jadi, point utama saya adalah Falungong walau selalu tidak mengakui kalau mereka itu adalah agama dan organisasi politik, namun mereka tanpa sadar sebenarnya sudah meng-agama-kan dan mem-politisir FLG sendiri.
Oh, satu lagi, label agama makin klop untuk Falungong karena Mr. Li Hongzhi sering menggunakan foto dengan lingkaran suci di kepalanya, mirip tokoh Buddha di dalam agama Buddhisme. Ini dapat dilihat pada majalah-majalah terbitan Falungong di tahun 1990-an, sewaktu mereka legal sebagai organisasi Qigong di RRT.
Rinto Jiang
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing-List Budaya Tionghua