Budaya-Tionghoa.Net| Seperti halnya kawasan Asia Tenggara lainnya , Thaland memiliki populasi Chinese dengan jumlah signifikan. Beberapa diantaranya memiliki pengaruh di panggung kekuasaan. Beberapa diantaranya adalah Luang Plaek Phibulsonggram dan Luang Wichit. Nama Luang menunjukkan bahwa mereka mendapat gelar kebangsawanan Thai.
|
Plaek Phibulsonggram (1897-1964) terlahir sebagai Plaek Khittasangkha . Dia juga dikenal dengan nama Phibunsongkhram alias Phibun. Ayahnya seorang Cantonese. Setelah menempuh pendidikan militer di Thai dan kemudian mendapatkan beasiswa ke Perancis . Phibun kembali ke negaranya dan perlahan merintis karir menuju puncak kekuasaan. Sampai kemudian menjabat sebagai Perdana Menteri –salah satu pemimpin di Asia Tenggara yang lama berkuasa (1938-1957). Phibun memiliki partner penting lainnya , Luang Wichit yang juga berdarah Chinese dan memiliki nama kecil Kim Liang. Wichit kemudian menjadi mesin propaganda dari pemerintah diktator Phibun.
Mereka berkuasa pada saat dunia sedang memasuki tatanan dunia baru yang akan ditentukan oleh Perang Dunia II yang akan meletus. Ditahun yang sama dengan penyerbuan Jerman ke Polandia(1939) yang menandai awal Perang Dunia II , Phibun mengganti nama Siam menjadi Thailand.
Saat Jepang menyerbu Manchuria , Siam menjadi negara yang abstain di Liga Bangsa-Bangsa dan juga sebagai salah satu negara yang mengakui Manchukuo (1932-1945). Sebelum menjabat sebagai Perdana Mentri , Phibun terlebih dahulu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Siam. Masa jabatannya kemudian ditandai dengan meningkatnya budget militer Siam dengan serangkaian pembelian senjata dikalangan negara fasis , seperti Italia dan Jepang.
Dibawah duet Phibun dan Wichit , Siam berjalan paralel dengan Jerman di masa Nazi berkuasa. Hitler berhasil mempercepat kebangkitan Jerman dari bangsa dengan keterpurukan dan mimpi buruk Versailles , menjadi bangsa yang disegani. Keajaiban Jerman ini dibangun dari kebijakan diskriminatif terhadap Yahudi. Permasalahan muncul ketika Sino-Japanese War II (1937) meletus. Posisi minoritas Chinese berhadapan dengan sebuah rejim diktator berdarah chinese. Ini bukan sekedar mitos bahwa Hitler adalah Yahudi. Phibun telah mengadakan kontak dengan Jepang di tahun 1933 dan di tahun 1935 , Siam sudah berkiblat ke Jepang. Sisi baik modernitas Phibun tentu ada , terlihat dari dihapusnya privilege bagi kaum ningrat , poligami , dan promosi bidang pendidikan dengan kenaikan budget pendidikan empat kali lipat. Siswa sekolah dasar meningkat dari 700 ribu (1931) menjadi 1.7 juta (1939). Tetapi disisi lain, budget militer Siam juga meningkat dua kali lipat. Dan yang parah , kebijakan dari rejim Phibun yang notabene berdarah chinese ini sangat diskriminatif terhadap minoritas chinese. Sekolah Chinese yang tadinya berjumlah 271 sekolah di tahun 1933 banyak yang ditutup. Media surat kabar Chinese juga mendapat tekanan. Pada akhirnya hanya satu surat kabar chinese dan dua sekolah chinese yang dibiarkan beroperasi.
Sino Japanese War II (1939-1945) melahirkan sentimen anti Jepang dikalangan chinese-thai . Gerakan boikot terhadap produk Jepang bermunculan. Wichit bereaksi keras terhadap gerakan anti-Jepang ini. Setahun setelah perang antara Jepang dan Tiongkok meletus , di tahun 1938 , Mayor Jendral Luang Wichitwathakan yang notabene chinese ini mengatakan bahwa “chinese were worse than jews” , “jews of the orient” , “wake up siam” , membandingkan dengan kampanye Jerman-Nazi terhadap Yahudi , dengan membangkitkan nasionalisme Thailand dengan “own jews” . Seorang jurnalis di media “Sayyam” menulis bahwa tindakan Wichit ini tidak dibuat atas nama pemerintah dan merusak hubungan antara Siam dengan China. Jika Luang tidak mengundurkan diri secara sukarela dari posisinya , karena dia mencintai jabatannya juga gaji yang di sediakan untuknya , dia harus di paksa mengundurkan diri demi kepentingan negara.
Jika dikatakan bahwa “chinese were worse than jews” , bukankah itu sama saja mengatakan “siam were worse than Nazi?”.
Kisah Luang Wichit ini adalah kisah muram dalam diaspora . Sama muramnya dengan Naftaly Kenkel , seorang Yahudi yang menjadi salah satu arsitek Gulag. Seorang warga negara tentunya memiliki kewajiban sebagai warga negara , dalam hal ini Siam , tetapi penyangkalan terhadap leluhur , dan sikap yang lebih siam daripada orang siam itu sendiri merupakan sikap hiperaktif , pada akhirnya hiperealitas , melampaui realitas , kombinasi megalomania dan delusif.
Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi dari orang Indonesia yang lebih Amerika daripada orang Amerika itu sendiri. Suatu intergrasi yang wajar bersifat lebih abadi daripada asimilasi yang dipaksakan atau dibuat-buat.
(Dada)
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa 50995
Referensi :
- Scott Barne , Luang Wichit and The Creation of a Thai Identity , 1994