Budaya-Tionghoa.Net | Di awal abad ke 19, di daerah Pati, Jawa tengah. Hidup seorang pemuda yang bernama Jo yang berasal dari keluarga kelas menengah. Pada saat itu bila seseorang bisa baca tulis dan mengerti sedikit bahasa Belanda akan mendapatkan pekerjaan yang cukup baik,
Jo yang mampu baca tulis walaupun pendidikannya tidak terlalu tinggi dan ditunjang dengan wajahnya yang cukup tampan, berhasil menyunting Noni anak notaris Belanda di daerah Rembang.
Noni adalah putri pertama dari keluarga notaris Mr. De Brine dengan istrinya yang berdarah Chinese.
Istri Mr De Brine ini berasal dari daerah Banten, yang diboyong ke Jawa Tengah karena tugas Mr. De Brine dipindahkan ke Rembang. Mereka mempunya tiga orang putri dan beberapa anak angkat dari keluarga istrinya.
Sebagai anak seorang notaris Belanda, tentunya Noni hidup dalam kelimpahan harta dan kasih sayang, yang membuat Noni tumbuh menjadi wanita yang manja.
Kehidupan pernikahan mereka menjadi kurang bahagia, dikarenakan sikap Noni yang selalu merasa lebih dominan dari Jo dan juga anak-anak mereka selalu meninggal pada waktu dilahirkan. Hal tersebut sering membuat Jo merasa tertekan dan sebagai suami Jo merasa sering kurang dihargai, dikarenakan semua kekayaan yang ada berasal dari keluarga Noni.
Pada suatu malam terjadi kebakaran di daerah tempat tinggal Jo. Melihat api yang semakin membesar, maka Jo mengambil keputusan, untuk segera pergi mengungsi dan cukup dengan menutup pintu rumah saja. Tetapi Noni memutuskan untuk menyelamatkan barang-barang milik mereka terlebih dahulu dengan mengeluarkan barang-barang keluar dari dalam rumah.
Jo tidak menyetujui keputusan Noni, karena kalau barang-barang tersebut dikeluarkan dari dalam rumah akan ada yang mencuri, tetapi Noni tidak mau mendengarkan apa yang Jo katakan. Noni menyuruh jongos di rumahnya untuk mengeluarkan semua barang-barang dan meletakannya di sebuah lapangan yang tidak mungkin terjangkau dengan api dan meminta jongosnya untuk menjaga barang-barang tersebut. Kemudian mereka pergi ke rumah orang tua Noni untuk mengungsi.
Ternyata api berhasil dipadamkan tidak sampai membakar rumah Jo, tetapi barang-barang kepunyaan Jo habis diambil oleh pencuri. Kejadian tersebut membuat Jo mengambil keputusan untuk membawa Noni pergi jauh dari orangtuanya, dengan harapan sifat Noni akan berubah menjadi lebih dewasa bila jauh dari orang tuanya. Akhinya mereka memutuskan untuk pergi merantau ke daerah Banten, karena di sana masih ada keluarga Noni dan juga orang tua Noni masih mempunyai kekayaan di daerah sana, berupa tanah yang disewakan menjadi pasar.
Jo dan Noni memulai hidup yang baru di daerah Banten dengan membuka toko di pasar milik orangtua Noni. Di tempat yang baru ini mereka dikarunia dua orang anak, yang pertama anak perempuan dan kedua laki-laki. Kehadiran anak tersebut membuat keluarga Jo bahagia, tetapi sayangnya Noni masih suka bersikap lebih doniman dari Jo. Keadaan ini membuat Jo merasa tidak betah berada di rumah.
Sebagai laki-laki dan suami, Jo tidak mau tergantung sepenuhnya dari kekayaan istrinya, untuk itu Jo berusaha untuk bekerja sendiri dengan berdagang sementara Noni membuka tokonya sendiri.
Daerah Banten adalah daerah yang terkenal dengan ilmu hitamnya dan setiap orang yang berilmu tinggi, akan menjadi pemimpin dan mereka di sebut ebagai “Jawara “ kehidupan seorang jawara sangat dihormati dan seorang jawara sangat berkuasa, orang-orang desa diharuskan memberikan upeti kepada sang Jawara, kalau tidak mereka akan mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dan bila terjadi sesuatu dengan keluarganya tidak mendapat perlindungan dari sang Juara, yang mempunyai banyak anak buah atau tukang pukul. Selain itu biasanya Jawara selalu dikelilingi oleh banyak wanita dan mempunyai banyak istri.
Dalam melakukan bisnisnya, Jo berkenalan dengan berbagai orang pintar yaitu akhli dalam black magic, tampa sepengetahuan istrinya, Jo mempelajari berbagai ilmu hitam . Berbagai cara dia lakukan agar dia menjadi laki-laki yang terkenal. Di luar rumah sana Jo merasa dirinya lebih dihargai dan Jo mempunyai banyak wanita dalam kehidupannya. Dengan ilmu yang dimilikinya membuat Jo sangat terkenal dan ditakuti oleh lawan-lawannya.
Pada suatu hari Jo berjumpa dengan seorang wanita cantik yang membuat Jo jatuh cinta setengah mati. Tetapi sayangnya wanita tersebut telah bersuami dan mempunyai beberapa orang anak. Wanita tersebut merupakan istri ke tiga dari kepala desa. Walaupun demikian tidak mengurangi rasa cinta Jo terhadap wanita tersebut. Dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya Jo membawa lari wanita tersebut dan merebut wanita tersebut dari tangan suaminya. Jo menculik wanita itu …….sehingga terjadi perang yang hebat. Dan Jo keluar sebagai pemenangnya, sejak saat itu Jo mendapat gelar jawara dan banyak orang yang tunduk kepada Jo.
Jo membawa wanita idaman hatinya ke sebuah desa di pinggiran kota Serang dan menjadikannya sebagai istri simpanannya.
Noni yang sedang dalam kadaan hamil anaknya yang ketiga, pada waktu mengetahui kelakuan Jo di luar sana, membuat Noni merasa sangat berduka. Keadaan tersebut membuat Noni tidak memperhatikan kesehatan dirinya, akhirnya Noni meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang ketiga dan bayinyapun tidak tertolong, meninggal bersama dengan ibunya.
Keluarga Noni sangat marah kepada Jo, mereka mengusir Jo dari rumahnya. Jo pergi meninggalkan rumahnya tampa membawa apa-apa termasuk kedua orang anaknya. Jo sangat mencintai kedua orang anaknya. Tetapi keluarga Noni tidak mengijinkan Jo membawa anak-anaknya, untuk melindungi harta kekayaan Noni dari tangan Jo dan istri barunya.
Anak-anak Jo berada di bawah pengasuhan saudara sepupu Noni, tetapi ternyata mereka memperlakukan anak-anak Jo dengan sangat kejam, mereka menjadi budak di rumahnya sendiri. Anak-anak Jo yang baru berumur delapan dan lima tahun tidak bebas lagi untuk bermain. Mereka harus membantu pekerjaan di rumah dan makananpun dibatasi. Keadaan tersebut membuat putri pertama Jo jatuh sakit dan tidak sembuh-sembuh. Akhirnya Jo menjemput putrinya untuk hidup bersama istrinya yang baru. Dari istrinya tersebut Jo mendapatkan tiga orang putri dan satu orang putra, berkat didikan Jo mereka bisa hidup dengan rukun.
Pada tahun 1935 – 1940 mulai terjadi pergolakan di mana-mana, bangsa Indonesia mulai memberontak kepada penjajah Belanda untuk melepaskan diri penjajahan Belanda.
Penjajah Belanda melihat situasi yang mulai memanas dan mengetahui keberadaan Jo sebagai jawara yang sangat disegani. Untuk meredam pergolakan tersebut, maka oleh penjajah Belanda Jo diangkat menjadi kepala desa(lurah) di salah satu daerah di kota Serang.
Sebagai seorang jawara dan lurah tentunya kehidupan Jo berkecukupan…..tetapi ternyata Jo merasa tidak ada kebahagiaan dalam dirinya dia merasa hidupnya begitu kosong dan tidak berarti, seperti ada sesuatu yang hilang.
Jo selama ini tidak beragama dan tidak mengenal Tuhan, Jo merasa dirinya sangat kuat dengan ilmu-ilmu dan jimat-jimat yang dimilikinya. Untuk mendapatkan ilmunya Jo melakukan apa saja….sampai tidur bersama orang matipun dilakukannya.
Salah seorang dari teman Jo dari Jakarta datang mengunjungi Jo , dan bercerita pada Jo ada seseorang yang dapat mengisi kehidupan Jo yang kosong. Mendengar pernyataan temannya itu Jo merasa tertarik dan ingin bertemu dengan orang tersebut. Untuk itu temannya mengajak Jo untuk ikut ke Jakarta bersamanya.
Pada waktu itu dalam keadaan perang banyak jalan ditutup, mereka harus melakukan perjalanan semalaman dengan naik pedati untuk jarak 92 km, karena waktu itu belum ada bus dan tidak ada jalan tol …..he he he.
Dan untuk bepergian mereka memerlukan surat ijin khusus karena mereka harus melalui berbagai pemeriksaan. Tetapi sebagai lurah, itu semua bukan merupakan rintangan untuk Jo, karena Jo yang mengeluarkan surat ijin untuk penduduk di daerahnya, yang ingin bepergian.
Ternyata setelah melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan, oleh temannya Jo dibawa berkunjung pada sebuah gereja dan mengikuti kebaktian di situ. Tentu saja Jo sangat marah kepada temannya, karena sudah sampai di tempat itu Jo pun ikut masuk ke gereja tersebut untuk menemani temannya……….some how Jo mengenal Tuhan di tempat itu dan dia merasakan kedamaian di dalam hatinya.
Bagaikan seseorang yang dalam keadaan dahaga mendapatkan air yang sejuk, membuat Jo ingin minum air tersebut sampai sepuas hatinya. Jo tidak perduli harus melalui segala rintangan dan hambatan datang ke Jakarta untuk bertemu dengan seseorang yang memberikan kedamaian dalam hatinya.
Kehidupan masa lalu Jo yang kelam, banyak kejahatan yang dia lakukan ….kehidupannya yang banyak dikelilingi oleh wanita, dengan ilmunya yang tinggi membuat Jo ditakuti oleh lawan-lawannya. Tetapi Jo meninggalkan semua itu….Jo bertobat menjadi seorang pendeta.
Walaupun keputusan Jo tersebut, mendapat kecaman dan banyak yang berusaha membunuh Jo terutama dari anak buahnya sendiri. Teapi Jo tetap pada keputusannya dia meninggalkan gelarnya sebagai seorang jawara. Jo menjadi pendeta pertama di daerah Banten sampai sekarang gereja yang dirintis oleh Jo masih berdiri.
Cerita ini, adalah sungguh-sungguh terjadi, Jo adalah kakek saya dan putri pertama Jo adalah ibu kami.
Jo meninggal di usia 65 tahun……..penduduk di kota Serang tidak mengenang Jo sebagai seorang Jawara tetapi mereka mengenang Jo sebagai seorang pendeta dan kepala desa yang bijaksana.
[Syanti]
Budaya-Tionghoa.Net | Baltyra.Com
Tulisan ini merupakan sumbangan dari salah satu member milist kami:
- http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/55632 [Bromokusumo]
- http://baltyra.com/2009/07/17/jatuhnya-seorang-jawara/ [Baltyra]