Budaya-Tionghoa.Net | Sah-sah saja meneliti dan menganalisa ta tung dari perspektif sejarah dan perkembangan peradaban. Dalam beberapa segi, memang fenomena seperti itu sering kali berbenturan dengan rasio dan logika. Kita bisa melihat hal itu di banyak peradaban, entah dengan cara halus atau cara kasar (maksudnya adalah sistem “masuk”nya mahluk adi kodrati itu ). Dalam sejarah Tiongkok fenomena seperti itu sudah dikenal sejak jaman purbakala.
|
Saya tidak mengimani hal-hal seperti itu, tapi seperti yang saya katakan bahwa ada orang yang mengimani, itu adalah hal yang sah-sah saja selama hal itu tidak dibawa ke koridor politik dan kehidupan bernegara. Kita bisa melihat bahwa hal-hal yang bersifat mistik dan religi seringkali membawa masalah dalam perkembangan peradaban serta juga masalah dalam negara.
Kita cukup beruntung memiliki filsuf seperti Bo Yangfu yang jauh sebelum orang Yunani menentang mitos-mitos yang berkembang. Sehingga mitos orang Tionghoa terlihat tidak lengkap dan mengelimimir peran “Tuhan” personal menjadi yang impersonal.
Tapi dalam kehidupan rakyat jelata, terutama mereka yang memerlukan suatu “pegangan” hidup, baik dari segi moralitas, religiousitas maupun spiritualnya, mereka selalu akan mencari-cari.
Tidak mudah bagi rakyat awam, bahkan yang terpelajar sekalipun akan bersikap seperti Kong Zi atau Lao Zi dalam menyikapi hal-hal yang bersifat adi kodrati. Kita bisa melihat tentangan keras dari para scholar Ru yang menentang relic Buddha, kita juga bisa melihat betapa bahwa masalah panjang umur dan hidup abadi juga menerpa dalam sejarah Tiongkok. Tapi disatu sisi kita juga harus memahami bahwa mengisi kekosongan spiritual itu seringkali diisi oleh hal-hal yang absurd menurut pandangan aliran jia atau filsafat seperti Ru dan Dao.
Mengenai bangkitnya fenomena itu di PRC, berarti ada suatu kekosongan spiritual yang harus diisi. Di PRC sekarang ini saya melihat betapa tempat ibadah mulai ramai. Orang berbondong-bondong membawa dupa ke kelenteng, bahkan di Shanghai yang termasuk modern sekalipun. Apakah fenomena tiang pancang sembilan naga di fly over Shanghai memicu hal itu ? Entahlah, tapi saya melihat bahwa mereka memerlukan suatu pegangan spiritual dalam hidup ini. Di Taiwan sendiri fenomena seperti itu tetap ada dan bertahan hingga kini.
Apa yang saya ketahui, di Jiang Xi adalah fenomena yang umum tentang chinese medium itu, dan ingat bahwa boxer bergerak dari Shandong, yang sebagian ( cat:tidak semua ) menggunakan teknik shenda untuk melawan Barat. Jadi sebenarnya di utara juga dikenal cara seperti itu hanya tidak menjadi fenomena yang heboh seperti di selatan.
Selatan menjadi basis perlawanan terakhir terhadap dinasti Qing dan korban gebrakan pertama dari imperialisme barat. Dalam menurunkan semangat perlawanan, maka bangkitlah peran-peran dewa-dewi yang dijewantahkan dalam prosesi Cap Go Me, yang sedikit banyak memiliki semangat perlawanan terhadap agresor. Berbeda dengan di utara yang lebih banyak mengusung unsur-unsur sipil, di selatan lebih banyak mengusung unsur-unsur militernya.
Dalam banyak prosesi kelenteng, penggunaan ling qi atau bendera perintah, seingat saya masih berkaitan dengan semangat perlawanan yang memiliki keterkaitan dengan Triad dan dinasti Ming. Dan itulah yang bisa kita lihat dalam banyak prosesi ta tung. Jadi pergerakannya adalah dari utara turun ke selatan kemudian naik lagi dan turun lagi ke selatan. Sisa-sisa yang kita lihat adalah semangat perlawanan yang terbungkus dalam banyak atribut, termasuk atribut para ta tung itu sendiri.
Dalam sejarah, seperti yang saya ungkapkan diatas, bisa kita lihat betapa banyak aturan-aturan yang dibuat oleh kaum Ru untuk menekan hal-hal yang berbau “irrasional” dan sayangnya kaum Ru tidak bisa mengisi sisi spritualnya. Walau demikian Zhu Xi mencoba mengisi hal itu dengan mengatakan bahwa Tudi Gong dan Zhao Jun adalah dewa yang layak dihormati oleh kaum Ru. Kita juga perlu menyadari bahwa tidak mudah bagi seorang terpelajar sekalipun memahami Tai Xu, Ba Gua, Yi Jing dan banyak hal lainnya untuk mengisi spiritualitas. “Pendewaan” para tokoh-tokoh bersejarah yang berjasa dalam kehidupan masyarakat memang selalu ada dan pemberian anugrah oleh kaisar adalah hal yang wajar, dan sepanjang yang saya tahu banyak kaum Ru juga memberikan usulan kepada kaisar untuk memberikan gelar kepada mereka yang dianggap layak.
Tapi sekali lagi, cara ini belum bisa memenuhi masalah spiritualitas rakyat jelata, bahkan untuk memenuhi itu, pada masa dinasti Song, rakyat jelata membuat suatu figur yang disebut pangeran ke empat sebagai suatu upaya pemenuhan hal itu.
Itu baru masalah hal sederhana, kemudian masalah itu berkembang lagi dengan masalah baru yaitu “mujizat”. Hal ini coba dipenuhi oleh semua agama, baik dengan mujizat yang benar maupun merupakan sugesti. Ta tung dalam hal ini sebagai agama Tao rakyat atau agama rakyat mencoba memberikan jawaban akan masalah ini dan dirasakan manfaatnya oleh sebagian orang. Mereka juga mempelajari sejarah yang terjadi walau mungkin tidak secara akademi, dan sepanjang yang saya amati, mereka yang bergabung dalam suatu asosiasi keagamaan diberi banyak aturan. Sistem pembukaan juga ditaburi oleh banyak aturan moral. Fenomena ini menarik sekali, terutama pada medio abad ke 18 sudah dimulai dan berkembang luas hingga pada abad ke 19. Hal ini yang membedakan dengan fenomena sebelumnya. Walau tidak dipungkiri pada masa sebelumnya juga sudah dilakukan seperti itu. Sekedar hal yang perlu diketahui bahwa 4 Nasehat Liao Fan itu dibuat melalui proses medium.
Bagi kaum scholar yang meneliti dan memahami prinsip-prinsip yang disampaikan oleh Kong Zi dan Lao Zi tentunya masalah spritualitasnya sudah terpenuhi dengan pengertian yang didapatnya dan terasa dalam hidupnya. Tapi sekali lagi, tidak semua bisa memahami isi yang mendalam dari apa yang diajarkan Kong Zi dan Lao Zi untuk bisa mengisi masalah spiritualitasnya. Seperti kita lihat gambar Tai Ji.
Hormat saya,
(Xuan Tong)