Budaya-Tionghoa.Net | Di bulan Juli ini, walau jam 10.30 malam tidak terasa dingin, bahkan hangat sinar mentari siang belum terusir sepenuhnya, banyak orang duduk di pelataran stasiun. Entah mereka menunggu kereta berangkat esoknya atau apa. Tetapi pemandangan ini sungguh membuat shock waktu pertama kali dilihat, beberapa tahun yang lalu. Waktu itu bahkan banyak orang yang membawa buntalan, yang memberi kesan mereka bukan datang dari kalangan yang berada, dan mungkin bisa jadi banyak yang lebih setuju menyebut seperti gelandangan. Tetapi sekali ini tidak shock lagi, mungkin karena sudah biasa.
Beberapa loket karcis buka,dan memang 24 jam. Sungguh mengagetkan untuk kereta cepat jenis Z yang sebanyak 5 kali seharinya, dengan masing masing tidak kurang 16 gerbong x 36 tempat tidur atau 2500 tempat tidur hampir habis tiketnya, 24 jam sebelum kereta berangkat. Tiket kereta seharga kurang lebih 500 yuan, untuk sejarak 1500 km Beijing Shanghai.
Kereta Z diperkenalkan adalah rangkaian kereta kelas satu semua, ruanwo (soft sleeper). Beijing Shanghai ditempuh 11 jam 30 menit.. Lima kereta itu berangkat dari Beijing antara pukul 7 sampai 8 malam, untuk tiba sekitar jam 7 pagi di Shanghai. Kereta ini agaknya menjadi pilihan, karena cepatnya dan tiketnya separo tiket pesawat yang kurang lebih 1000 yuan. Kereta ini menjadi pilihan bagi mereka yang punya waktu lebih banyak sedikit dan tidak harus kembali ke Beijing hari itu juga.
Kereta sama sekali tidak berhenti di perjalanan, dan kecepatan tertinggi 157 km per jam, melalui track yang dibangun khusus untuk ini antara Beijing Shanghai.
Karena hampir habis, tiket yang masih tersisa adalah tiket dengan tempat tidur di atas. Bagaimanapun senang juga, karena artinya perjalanan akan masih tetap berjalan sesuai rencana yang dibuat di Jakarta. Segera kembali ke hotel karena besok ada empat tempat yang akan dikunjungi, Istana terlarang, wang fu jing, summer palace, dan pusat perbelanjaan komputer dan elektronik.
Lelah setelah seharian terbang dari Jakarta, untung paginya tetap terbangun seperti rencana. Dan hari itu, semua tempat bisa dikunjungi sesuai rencana.
Tiba di stasiun pukul 19.00, dan kereta akan berangkat 19.48, sehingga tidak lagi menunggu di ruang tunggu melainkan langsung ke kereta. Tepat pukul 19.48, tidak terasa ada hentakan, kereta perlahan bergerak, dan tanpa sadar sudah berangkat meninggalkan stasiun Beijing. Di perjalanan kereta ini benar benar tidak berhenti, hanya di beberapa tempat pernah turun kecepatannya hingga 56 km per jam, entah kenapa. Di tengah hujan yang lagi kencang turun, kereta tetap melaju dengan kecepatan 150 km perjam, terkadang membuat terasa takut. tetapi lelah juga yang menjadi jawaban, karena tertidur bagaimana bisa takut lagi.
Setelah makan di gerbong restorasi, duduk mencangkung di koridor depan kamar memandang keluar jendela. Agak susah memang, lampu terang koridor membuat pemandangan luar jadi susah dilihat karena pantulan ruang dalam kerata. Hanya kelap kelip lampu luar yang kadang bisa mengalahkan atau mengintip dengan mendekatkan wajah ke jendela.
Entah sudah berapa kali naik kereta di negeri Tiongkok ini sejak 15 tahun lalu. Pengalaman pertama naik kereta dari Shanghai ke Tunxi membuat jadi berani naik kereta api dan pengalaman berikutnya bahkan membuat jadi senang naik kereta kemudian. Boleh dibilang selama ini kereta selalu tepat waktu. Boleh dibilang kereta kereta utama selalu tepat waktu, hanya kereta yang lebih lambat yang bisa terlambat, tetapi tahun 2 terakhir ini setiap kali naik kereta selalu tepat.
Setiap kali naik kereta, haruslah naik di gerbong yang tepat. Kalau duduk di gerbong no 9 ya harus naik di pintu gerbong 9, tidak bisa naik dari gerbong 5 dan kemudian jalan di dalam gerbong menuju ke gerbong 9 Setiap kali berhenti di stasiun pintu antar gerbong dikunci untuk keamanan. Dan begitu naik kereta karcis selalu diambil dan diganti dengan tanda pengganti, karcis hanya dikembalikan jika sudah dekat dengan kota tujuan. Ini satu cara pengamanan yang lain. Tentu saja ini tidak berlaku di kelas yang lain. Di kereta dengan kelas yang lebih rendah dan jenis kereta yang lebih lambat terkadang di jual tiket tidak dengan tempat duduk. Tentu saja kereta yang jenis ini lebih semrawut. Ini terutama terjadi kalau naik distasiun kecil. Dan kalau di stasiun kecil tentu saja hanya kereta lambat yang berhenti dan yang tidak dengan nomor tempat duduk. Kereta utama biasanya melayani dari kota besar ke kota besar, dan berhenti hanya di bebarapa stasiun tertentu saja. Bahkan Beijing Shanghai tidak berhenti sama sekali. Kereta lambat berhenti di semua stasiun antara.
Cara mengoperasikan kereta demikian agaknya di anut semua jawatan kerata api di dunia, baik Australia, Eropa, Jepang, Tiongkok dan bahkan juga Indonesia. Bedanya hanya satu. Jumlah rel saja. Tiongkok berusaha mengejar ketertinggalannya, ini sangat terasa dari pengalaman naik kereta api selama 15 tahun terakhir. Dari pengalaman naik kereta api di manca negara, mungkin jumlah rel terbanyak yang menghubungkan dua kota utama ada di Jepang, misalnya antara Osaka Kobe atau Tokyo Nagoya.Osaka. Berikutnya mungkin di Jerman antara Koln dan Frankfurt.
Di Jepang, bahkan kereta barangpun mempunyai track yang khusus dan tidak dicampur dengan track kereta penumpang. Kereta penumpang pun dibagi menjadi beberapa kelas dan masing2 punya track ganda paling tidak. Beberapa tahun lalu hanya ada track tunggal mungkin antara Shanghai Nanjing, sekarang hampir di seantero negeri semua track sudah ganda, dan di jalur yang padat track tidak lagi hanya ganda.
Teringat pembicaraan dengan sopir truk waktu menunggu di bengkel di satu desa kecil di Jawa Timur. Terkadang sopir itu dapat angkutan membawa semangka dari Banyuwangi ke Jakarta. Berapa jam dipakai untuk menempuh Banyuwangi Jakarta? 17 jam. Kuarng lebih 1000 km, sungguh perjalanan yang melelahkan dan sungguh tidak efisien. Untuk itu mereka terkadang tidak berhenti dan berganti tidur dengan temannya dan makan sambil berjalan. Seharusnya ada track khusus kereta barang dari timur ke barat di pulau jawa ini, dengan beberapa stasiun pengepul yang efisien bongkar muatnya. Barang2 dari daerah paling jauh 100 km di bawa menuju ke stasiun pengepul itu. Dan sepanjang hari kereta barang hilir mudik dari timur ke barat melayani pulau Jawa. Entah kapan itu akan terjadi. Entah berapa banyak uang sudah dibakar karena tidak ada efisiensi? Apakah karena tidak ada uang? Atau karena tidak ada orang yang bisa?
Setiap tahun terasa ada perubahan di sistim ‘perkereta api an’ di Tiongkok. Berapa ribu km rel baru di bangun, dan berapa km rel di kita yang terbengkalai dan nggak dipakai lagi? Membandingkan Indonesia dan Tiongkok membuat ludah yang tertelan terasa pahit.
Kereta tiba dan berhenti di Shanghai jam 7 pagi lewat 6 menit Tepat sesuai rencana..
Budaya-Tionghoa.Net | 26609