Budaya-Tionghoa.Net | Ada juga saya merasa senang dan bangganya walaupun sedikit. Dalam kehidupan saya selama men-jadi pengarang yang saya mulai pada usia 13 tahun, saya mengenal secara dekat dan bahkan satu rumah – satu atap – dengan Chairil Anwar pada tahun 1948 dan 1949. Ketika Chairil meninggal pada April 1949, saya berteman baik dan dekat dengan Pramoedya Ananta Toer.
|
Saya sering datang ke kantornya di Balai Pustaka dekat Gedung DPR ketika itu. Di kantor Pram yang Balai Pustaka itu, kami ngobrol. Terkadang karena banyak teman-teman pengarang lainnya – saya pindah ngobrol. Di sana banyak yang saya kenal – seperti M Balfas – Amal Hamzah – Anas Makruf – Utuy Tatang Sontany dan beberapa lagi.
Ketika itu tahun 1949 – saya baru berusia 14 tahun. Yang paling banyak obrolan kami memang dengan Pram. Semua tulisan saya – selalu saya serahkan dia buat diperiksanya dan agar diberinya pendapat. Terkadang pendapatnya itu sangat keras bahkan terasa agak kasar. Tapi herannya saya tidak begitu ambil-hati – karena saya memerlukan pendapat
dia – dan saya membutuhkan dia.
Akhirnya persahabatan kami – tidak hanya dijalin di Balai Pustaka saja – tetapi saya mulai datang ke rumahnya. Ketika ada Pekan Buku Seluruh Indonesia yang diadakan di Deca Park yang lalu namanya berubah menjadi Gedung Pertemuan Umum. Ketika Pekan Buku itu diadakan – sangat ramai – sangat meriah – itu terjadi pada tahun 1954. Yang membukanya adalah Menteri Mohamad Yamin dari Menteri PD dan K,-
Ada yang harus kami catat berdua Pram. Ketika itu setiap senja kami datang ke Gedung Pekan Buku itu. Apa keperluannya? Di sebuah stand ada dua petugas wanitanya yang cantik – dan masing-masing kami pada naksir. Kalau pulang malam kami antarkan – kalau mereka ada keperluan apa-apa kami carikan! Dan betapa serasinya ketika itu – dua kakak beradik ini – yang kakaknya didekati dan dirapati Pram sedangkan yang adiknya – buat sayalah…… Rupanya Pram betul betul serius. Sehingga pada akhirnya dia menikah dengan wanita itu. Namanya bunda Maemunah nama panggilannya Mimi. Sedangka adiknya ini bernama Nutrsiah, dengan nama panggilannya Nunung. Dua-duanya adalah keponakan Pahlawan Nasional Husni Thamrin.
Rupanya belum baik nasib saya – karena Nunung ketika itu sudah bertunangan dan tinggal menunggu hari pesta pernikahannya. Saya sebagai yang merasa dirinya sportif dan sedikit berjiwa Don Quichotte, tidak mau mengambil punya orang!! Ketika pesta pernikahan Pram dengan Bunda Maemunah – ada ditulis Pram dalam NYANYI SUNYI SEORANG BISU – dan ada nama-nama kami para sastrawan muda ketika itu. Semua ini terjadi tahun 1954 – 1955,-
Saya dengan rasa sportif dan sedikit bergaya Don Quichotte itu – akhirnya melanglang buana ke Tiongkok dan Eropa – dan sampai kini. Tetapi persabatan kami dengan keluarga Pram dan bunda Mimi serta Nunung yang sudah dua kali menjanda itu tetap baik – lestari dari tahun 1954 sampai sekarang ini!
Setiap kali saya datang ke Jakarta – selalu bunda Nunung yang menjemput saya di Bandara Soekrano – Hatta. Bunda Nunung sudah saya gelari ” Lady on the Road”, sebab sangat trampil membawa Kijangnya mengelilingi Jakarta bahkan sering ke Bandung nyetir sendirian – kontan sendirian. Banyak tegur sapa kepada bunda Nunung – “wah bu Haji masih sehat aja ya – nih……”. Ketika orang-orang itu melihat ke arah saya – tentulah akan bertanya-tanya – lha kok si kakeknya duduk di sebleh nenek – kok nenek yang nyetir. Padahal bunda Nunung itu sudah berusia kepala tujuh!! Dan sudah tiga kali naik haji!!
Saya banyak berpikir – saya ini sejak dulu lebih banyak hidup di kalangan sastrawan dan pengarang. Dan dua orang ini – Chairil Anwar dan Pramoedya Ananta Toer itu adalah pengarang top semua itu!
Yang saya pikir yalah ini : dilingkungan pengarang top – lha kok sayanya ini begini-begini terus nggak gede-gede – terus jadi pengarang cilik! Kok nggak kejangkitan dari pengaruh pengarang besar yang luarbiasa itu ya. Yah – tapi kan nasib orang lain-lain mana bisa diramal begini begitu,-
Paris,- 1 MEI 06,-
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua 18972
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.