Budaya-Tionghoa.Net | Pada masa lampau, tinggallah seorang janda yang mempunyai seorang anak laki-laki. Si ibu amat sangat menyayangi anak satu-satunya itu. Anak itu bebas pergi ke mana saja dan bebas melakukan apa saja yang diinginkannya. Ibunya tidak pernah melarangnya, malah memuji semua perbuatannya, baik ataupun buruk. Anak itu mempunyai kebiasaan yang buruk, ia selalu keluar rumah setiap malam.
Beberapa tahun kemudian, anak itu tumbuh menjadi seorang pemuda, ia tidak mempunyai keahlian apapun untuk mencari pekerjaan, sehingga ia tidak mempunyai penghasilan untuk membiayai kehidupannya. Karena itulah ia mulai melakukan pencurian kecil-kecilan. Pada mulanya ia amat senang memperoleh hasil curian itu. Dan ketika ia pulang membawa hasil curiannya, ibunya amat senang, memuji-muji perbuatannya itu. Ia malah bangga terhadap anaknya dan mendorongnya untuk terus melakukan pekerjaannya sebagai pencuri.
Akhirnya ia menjadi pencuri ulung yang amat ditakuti oleh penduduk di sekitar tempat tinggalnya. Polisi segera dikerahkan untuk menangkapnya. Tetapi ia tidak takut, ia tetap saja melakukan pencurian. Tidak berapa lama kemudian ia tertangkap dan dibawa ke hadapan raja. Sesudah diperiksa dan diadili, raja menyatakan ia bersalah karena telah merugikan banyak orang dan ia dihukum mati.
Sebelum hukuman mati itu dilaksanakan, ia memohon kepada pengawal raja bahwa ia ingin bertemu dengan ibunya untuk yang terakhir kalinya. Karena ini permintaan yang terakhir, permohonan itu dikabulkan. Ibunya segera dibawa untuk menemuinya, si pencuri itu lalu memeluk ibunya, dan dengan segera ia menggigit telinga ibunya.
Pengawal melaporkan kejadian itu kepada raja, dan si pencuri lalu dibawa menghadap raja. Raja bertanya mengapa ia menggigit telinga ibunya. Si pencuri menjelaskan : “Yang Mulia Raja, saya adalah anak satu-satunya. Ibu saya seharusnya mengajarkan kepada saya untuk menjadi orang yang baik dan bersih. Tetapi sebaliknya ia malah mendorong saya untuk menjalani kehidupan yang tidak bersih. Ia tidak pernah melarang saya berbuat buruk. Apabila ia mengingatkan saya akibat dari perbuatan buruk yang saya lakukan, saya akan
menjadi rakyat yang baik, mengerti dan patuh terhadap hukum negara. Tetapi ia tidak pernah melakukan hal itu. Karena itulah saya akan mati dengan cara seperti ini. Saya pikir inilah saat yang terakhir kalinya, saya harus mengajarkan kepadanya sebuah pelajaran, supaya ibu-ibu yang lain akan belajar dari kejadian ini, bahwa mereka harus membimbing anak-anaknya menuju jalan yang bersih. Inilah penjelasan saya Yang Mulia, mengapa saya menggigit telinga ibu saya.”
Tidak diceritakan apa yang dikatakan oleh raja atas penjelasan pencuri itu, tetapi pesan yang terkandung dari cerita ini adalah peringatan yang amat jelas bagi para orangtua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik. Para orangtua harus menjaga tingkah laku anaknya, apalagi ketika mereka masih kecil, bila mereka melakukan perbuatan yang kurang baik, orangtuanya harus segera mengingatkan akibat perbuatan yang kurang baik itu, dan harus memperbaikinya.
Para orangtua juga harus memperingatkan untuk tidak mengulangi perbuatan buruk yang dilakukan anak-anaknya, karena kalau perbuatan buruk yang dilakukan semasa kanak-kanak tidak diperingatkan, maka perbuatan buruk itu akan berkembang menjadi perbuatan yang jahat apabila mereka telah menjadi dewasa. Semua perbuatan jahat itu akan membawa kejatuhan bagi orang itu dan juga akan menjatuhkan martabat orangtuanya.
Di dunia yang modern ini, dengan komunikasi yang begitu baik dan canggih, justru hubungan orangtua dan anak menjadi renggang, tidak terjalin dengan baik, di kebanyakan keluarga pada saat sekarang ini. Sebagai akibatnya orangtua tidak mengetahui kalau anak-anaknya menjadi tersesat.
Karena itu sangatlah penting bagi orangtua untuk menjalin komunikasi dan berdiskusi dengan baik dengan anak-anaknya. Dengan komunikasi yang baik akan ditemukan suatu cara terbaik untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul, sehingga tidak berkembang menjadi suatu krisis yang serius.
***
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/6306