Episode 23. Patung Perunggu
Di sisi kanan ruangan kuil yang menuju ke ruang besar, Nabi melihat sebuat patung manusia dari perunggu yang mulutnya terjahit tiga kali dengan benang emas. Pada punggung patung itu terukir kata-kata yang berbunyi a.l.:
– jangan banyak bicara, banyak bicara banyak kalah;
– jangan banyak berperkara, banyak perkara banyak susah;
– di kala aman bahagia jangan tidak hati-hati, jangan lakukan hal yang mengecewakan;
– jangan berkata apakah akan melukai, bencana tumbuh dari situ;
– jangan berkata apakah bahayanya, bencana besar akan datang;
– jangan berkata tiada yang mendengar, Tuhan menilik semuanya;
– api kecil tak dipadamkan, setelah berkobar orang tak berdaya;
– air menetes tidak ditutup, sungai bengawan kan menjadi;
– seutas benang tak diputus, kan menjadi rajing jebakan;
– kecil tak dipotong, besar memerlukan kapak;
– penuh Iman dapat berhati-hati, itulah akar dari pada kebahagiaan.
(Kee Gi XI: 3).
=================
Episode 24. Bertanya Segala Sesuatu
Di dalam kunjungan Nabi ke berbagai bio/kuil selalu dengan cermat bertanya segala sesuatu tentang hal-hal yang berkaitan dengan bio itu.
Demikianlah pada waktu beliau masuk ke dalam Bio Besar (untuk menghormati Pangeran Ciu), segenap hal ditanyakan.
Ada orang berkata, “Siapa berkata anak Negeri Coo (Nabi lahir di Kota Coo-iep) itu mengerti Kesusilaan? Masuk ke dalam Bio Besar segala sesuatu ditanyakan.”
Mendengar itu, Nabi bersabda, “Justru demikian inilah Kesusilaan.” (Sabda Suci III: 15).
Hal itu mengingatkan kita akan pernyataan Cu Khong, murid Nabi, “Guru mendapatkan semua pengetahuan itu karena sikapnya yang ramah tamah, baik hati, hormat, sederhana dan suka mengalah.” (Sabda Suci I: 10).
“Hanya orang yang benar-benar dengan kepercayaan suka belajar, baharulah ia dapat memuliakan Jalan Suci hingga matinya.” (Sabda Suci VIII: 12).
=================
Episode 25. Bertemu Loocu
Ketika Nabi mengunjungi Perpustakaan Kerajaan Dinasti Ciu, Beliau bertemu dengan Loocu (Li Ji alias Tan) yang telah lanjut usia dan menjabat kepala di situ.
Nabi melakukan wawancara dengan Loocu yang beliau anggap mempunyai banyak pengetahuan, baik tentang kesusilaan, kebudayaan dan peradaban kuno maupun saat itu. Tetapi nampaknya Loocu mempunyai keragu-raguan terhadap faedahnya segala tatacara peradaban yang diwariskan di dalam Kitab-Kitab Suci purba dan tidak melihat kemungkinannya untuk dapat ditegakkan kembali melihat kekalutan jaman itu. Loocu hanya berkata, “Orang-orang yang Anda bicarakan itu sudah mati, tulang-tulangnya pun telah hancur menjadi debu, hanya kata-katanya yang tinggal. Bila seorang susilawan mendapatkan waktu yang tepat, ia akan menanjak tinggi; bila tidak mendapatkan waktu yang tepat, ia pergi sampai kakinya gemetar, Aku mendengar, seorang pedagang yang pandai, biarpun kaya menyimpan harta miliknya dalam-dalam di almari dan menampakkan diri sebagai orang miskin; dan seorang Susilawan biar sempurna pengetahuan, menampakkan diri sebagai orang bodoh. Jauhilah kesombongan, banyak keinginan, suka mencela dan kemauan yang menggebu-gebu itu. Itu tidak berfaedah. Demikianlah yang dapat kusampaikan.”
Tentang Loocu ini Nabi bersabda, “Aku tahu, burung dapat terbang; ikan dapat berenang dan hewan dapat lari. Tetapi yang lari dapat dijerat, yang berenang dapat dijaring dan yang terbang dapat ditembak. Hanya naga, katanya dapat naik angin menembus awan sampai ke langit. Hari ini Aku bertemu Loocu, ia dapat dibandingkan naga.”