II. Peran yang dimainkan membantu mensukseskan Konfrensi Asia-Afrika 1955 di Bandung.
Sebagaimana diketahui, Konfrensi Asia-Afrika adalah gagasan Bung Karno untuk menyatukan Negara-negara sedang berkembang melawan kolonialis/imperialis. Pada saat menjajaki 4 negara yang akan dijadikan negara sponsor, India, Pakistan, Srilanka dan Burma, ternyata Pakistan dan Srilanka yang ketika itu sangat anti-Komunis, tidak hendak Republik Rakyat Tiongkok ikut serta. Tentu saja menjadi ganjelan bagi Bung Karno, yang justru menghendaki RRT berpartisipasi. Apa arti Konfrensi AA kalau RRT, negara besar di Asia itu tidak hadir?
Dipanggillah Mei Sen muda ke istana, bung Karno minta menyampaikan informasi pada pemerintah Tiongkok, Indonesia sedang merencanakan Konfrensi AA dan hadak mengikut sertakan Tiongkok, tapi ada Negara-negara yang menentang. Kenapa bung Karno tidak menggunakan jalur resmi, membicarakannya dengan Duta-Besar RRT? Begitu Mei Sen muda berpikir, sekalipun tidak berani membantah “PERINTAH” Presiden. Baru mengerti kemudian, bung Karno merasa “pembocoran” situasi begitu boleh saja menggunakan Mei Sen yang seorang wartawan dan dekat dengan Kedutaan RRT. Agar pihak Pemerintah RRT dengan tepat mengetahui situasi Negara-negara yang akan dihadapi dalam Konfrensi AA dan dengan demikian bisa menjamin Konfrensi AA mencapai sukses yang lebih besar. Pemerintah Tiongkok, PM Chou En Lai secara terpisah mengundang PM Nehru dari India berkunjung ke Beijing di Oktober 1954 dan kemudian juga PM U Nu dari Burma berkunjung ke Beijing diakhir tahun 1954. Dan tentu antara lain juga berembuk bagaimana mensukseskan Konfrensi AA yang akan dilangsungkan di Bandung itu.
Benar saja, tgl. 18 April 1955 Konfrensi A-A di Bandung yang ketika itu berhasil dihadiri 29 negara dan dibuka oleh Presiden Soekarno dengan megah, dan kemudian diikuti kata sambutan beberapa Negara cukup bersahabat. Tapi, tiba giliran wakil Srilanka dan Pakistan memberi sambutan yang tidak bersahabat, menyerang RRT sebagai Negara Komunis, yang justru katanya imperialisme, … membuat suasana menjadi tegang, orang menduga Konfrensi AA ini segera akan berubah menjadi pertarungan sengit. RRT tidak akan menerima serangan yang tidak bersahabat dari satu Negara kecil macam Srilanka. Tapi hari berikut, tgl. 19 April, giliran Wakil Pemerintah Tiongkok memberikan kata sambutan, PM Chao En Lai dengan wajah anggun yang tenang dan dan nampak berwibawa, mengajukan: “Kami datang ke Konfrensi ini bukan untuk bertengkar dan mencari permusuhan. Tapi datang untuk mempererat persahabatan diantara Negara-negara Asia-Afrika. Kami datang kesini untuk mencari persamaan pandangan, bukan menimbulkan masalah yang berbeda. Sebagian besar negara Asia-Afrika telah mengalami derita kolonialisme, kita harus mencari persamaan umum untuk menghilangkan penderitaan yang menimpa kita, akan lebih mudah bagi kita untuk saling mengerti, saling menghormat, dan saling membantu satu sama lain, …” Dengan sikap PM Chao yang bersahabat dan berwibawa begitu, akhirnya KAA tidak berubah menjadi konfrensi keributan dan pertengkaran sebagaimana diharapkan dunia Barat, sebaliknya justru berhasil mencapai kesepakatan 5 Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai, meningkatkan persatuan dan solidaritas Negara-negara Asia-Afrika dalam semangat melawan kolonialisme-imperialisme, yang kemudian dikenal dengan Dasasila Bandung, Semangat Bandung yang tetap berkumandang hingga sekarang, sekalipun telah lewat 56 tahun.
Dasasila Bandung:
- Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
- Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
- Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
- Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
- [a]. Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun. [b]. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
- Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
- Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
- Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
- Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Itulah peran pertama yang dijalankan Mei Sen sebagai “Diplomat” menyampaikan situasi rencana diselenggarakannya KAA pada pihak Pemerintah TIongkok. Peran kedua, sebagaimana diketahui Bandung dipilih menjadi tempat KAA, karena:
- Udara sejuk dan pemandangan indah;
- Di Bandung inilah tahun 1928 Soekarno berpidato mengajukan pemikiran Indonesia dan Pan Asia. Yang hendak menyatukan Naga-nya Tiongkok, Sapi-nya India, Singa-nya Mesir, Gajah-nya Thailand, Merak-nya Burma, Ularnya Vietnam, Harimau-nya Filipina dan Banteng-nya Indonesia, … untuk melawan setan-siluman penjajah kolonialisme dan imperialism; dan
- Ada 2 Hotel, Hotel Homann dan Hotel Preanger peninggalan koloni Belanda yang pantas bisa digunakan.
Tapi, ternyata setelah di-hitung 2 Hotel yang ada di Bandung itu tidak cukup menampung begitu banyak tamu Negara yang akan menghadiri KAA. Itulah masalah serius yang sulit mendapatkan pemecahan, bagaimanapun juga sudah tidak mungkin membangun Hotel lagi dalam sekejab. PM Ali Sastroamidjojo dan Roeslan Abdulgani yang ketika itu ditugaskan sebagai ketua dan sekretaris Panitia Penyelenggara Konfrensi AA jadi bingung, mau ditaroh dimana tamu Negara itu? Saat mereka berdua memperbincangkan bersama Presiden Soekarno belum juga mendapatkan pemecahan yang baik, muncul-lah wartawan muda Mei Sen. Segera saja dipanggil Bung Karno untuk ikut memikirkan jalan keluarnya. Setelah Mei Sen terdiam berpikir sejenak, mengajukan pemikiran: “Bagaimana kalau kita minta bantuan pengusaha-pengusaha Tionghoa agar bisa meminjamkan vila mereka untuk menerima Tamu Negara itu?”
Segera saja usul itu diterima, dan Roeslan Abdulgani minta Mei Sen mencoba menghubungi pengusaha-pengusaha Tionghoa untuk meminjamkan Vila mereka menerima tamu Negara. Tugas ini dikerjakan Mei Sen dengan baik, dan berhasil meminjam Vila-vila yang dibutuhkan untuk menampung Tamu Negara yang menghadiri KAA di Bandung. Ketangkasan Mei Sen, membuat Roeslan Abdulgani juga terkagum pada wartawan muda ini, lalu memuji Mei Sen: “Bukan saja Peserta tapi juga pencipta Sejarah.” Tanpa peran yang dimainkan Mei Sen entah bagaimana jadinya KAA, bisa sangat mempermalukan Indonesia sebagai Negara pemerkasa dan tuan-rumah Konfrensi!