III.Bersama Adam Malik, memainkan peran penting menggolkan hak RRT sebagai anggota PBB yang sah.
Sebenarnya, hubungan pribadi Mei Sen dengan Adam Malik juga sudah terjalin dimasa Jogya itu, dan kemudian menjadi lebih erat dan dekat, disekitar tahun 59, Adam Malik yang dari Partai Murba, termasuk partai yang dilarang oleh Pmerintah, dan kalau datang ke-Istana menjadi dijauhi orang, hanya Mei Sen saja yang masih saja tetap bersahabat. Orang boleh saja beda pendapat bahkan beda pandangan ideologi–politik, tapi persahabatan tetap bisa dipertahankan secara baik. Tentu tidak berarti harus setuju atau mengikuti pemikiran Trotsky yang dituduhkan itu. Begitu sikap Mei Sen muda ketika itu yang menyentuh hati Adam Malik.
Sikap setia-kawan Mei Sen inilah, membuat Adam Malik juga sangat menghargai wartawan muda yang satu ini. Selalu mengingat dan memperlakukan Mei Sen sebagai sahabat baik, setiap ada kesempatan akan menemui Mei Sen untuk ngobrol atau makan sate-kambing kesukaan mereka berdua. Begitulah ditahun 1971, menjelang Adam Malik resmi dinobatkan sebagai Ketua PBB, menyatakan keinginan bertemu dengan Szetu Mei Sen, yang ketika itu diketahui berdomisili di Macau. Melalui Konsul-jenderal di HK, Szetu Mei Sen diminta datang ke HK menemui Adam Malik.
Dalam pertemuan, Adam Malik mengajukan pemikirannya, hendak menggunakan kesempatan dirinya menjabat Ketua PBB itu menggolkan keanggotaan RRT yang sah di PBB. Tapi, ini bertentangan dengan PERINTAH Presiden Soeharto yang tetap hendak mengakui Taiwan sebagai anggota sah di PBB. Mei Sen saat itu juga menghadapi kesulitan untuk menyampaikan pemikiran Adam Malik ini pada Pemerintah Tiongkok yang sedang menghadapi kemelut RBKP dan “Peristiwa Lin Piao”. Sikap pimpinan RRT dirasa kurang aktive merespon untuk menggunakan kesempatan Adam Malik menjabat Ketua PBB itu merebut keanggotaan RRT yang sah di PBB. Ketua Mao bahkan mengatakan, “Kalau kali ini tidak berhasil menjadi anggota PBB, biarlah dilain kesempatan saja, …”
Sekalipun Adam Malik agak kecewa dengan jawaban yang disampaikan Mei Sen dalam pertemuan pertama itu, tapi keinginan berbuat sesuatu yang baik dan berarti saat menjabat Ketua PBB tidak terpatahkan. Begitulah dalam perjalanan ke AS memangku jabatan Ketua PBB di bulan September 1971, Adam Malik lebih dahulu singgah di Hong Kong untuk sekali lagi menemui Szetu Mei Sen, sahabat karibnya itu. Mei Sen kembali ke BeiJing berusaha menmui PM Chou En Lai, tidak juga berhasil dan hanya ditemui Sekretarisnya. Rupanya kesibukan pucuk pimpinan RRT diakhir RBKP dan tegangnya situasi saat “Peristiwa Lin Piao”, mengakibatkan mereka belum bisa lebih serius menangani masalah keanggotaan RRT di PBB.
Dalam pertemuan kedua kali dengan Adam Malik di Hong Kong ini, Mei Sen sekali lagi hanya bisa menyampaikan jawaban Pemerintah Tiongkok yang hanya disampaikan sekretaris PM Chao itu: “Pertama, Terimakasih dengan sikap bung Adam Malik untuk mempertahankan hanya mengakui RRT, satu Tiongkok didunia ini. Kedua, sikap resmi RRT sehubungan dengan masalah keanggotaan PBB sudah jelas dalam “Pernyataan Menteri Luar Negeri” tgl. 20 Agustus 1971. Dan ketiga, pihak Tiongkok tetap mengharapkan bung Adam Malik bisa membantu sesuai dengan kemampuan saja, tapi jangan sampai mempersulit diri sendiri.”
Adam Malik yang berkeras hendak mempertahankan “mengakui Satu Tiongkok” dan ingin berbuat JASA memulihkan keanggotaan RRT yang sah di PBB, tentu saja bertentangan dengan “Surat Perintah” Presiden Soeharto yang tetap saja anti Tiongkok Komunis dan berkeras ingin mencegah RRT menjadi anggota PBB yang sah. Setelah Mei Sen selesai membaca Surat Perintah Presiden Soeharto, Ruang pertemuan tetap dalam keheningan, nampak kedua sahabat ini sedang menghadapi kesulitan menemukan jalan keluar yang baik. Mei Sen kemudian mengajukan pendapat: “Bukankah anda sebagai Ketua PBB, adalah mewakili PBB, tidak lagi mewakili Pemerintah Indonesia. Jadi pemikiran dan pelaksanaan tugas, harus berdiri diatas kepentingan Negara-negara didunia, PBB. Tidak lagi bisa berdiri diatas kepentingan Indonesia saja. Jadi, boleh saja mengabaikan Perintah Soeharto dalam kepentingan PBB. Bagaimana kalau pemungutan suara kali ini diajukan secara terbuka, biar diketahui Negara mana setuju dan Negara mana menentang, …” Nampak wajah Adam Malik pun berseri cerah, tersenyum gembira mendengar usul sahabat karibnya yang cukup bijaksana ini.
Dan sebagaimana diketahui Sidang PBB ke-26, 25 Oktober 1971, yang diketuai Adam Malik, ternyata berhasil mewujudkan cita-cita Adam Malik sendiri untuk berbuat JASA menggolkan keanggotaan RRT yang sah di PBB. Pemungutan Suara berhasil baik meraih mayoritas mutlak, dengan 76 suara setuju, dan 35 menentang menggolkan hak keanggotaan RRT yang sah di PBB. Sorak gembira gemuruh memenuhi ruang sidang PBB, usaha mengganjel yang selama ini dipelopori Amerika dan tetap saja didukung Presiden Soeharto, GAGAL total!