IV. Pemulihan Hubungan Diplomatik RI-RRT
Sebagaimana diketahui, hubungan diplomatik kedua negara RI-RRT dibekukan pada tahun 1967, sesaat setelah Jenderal Soeharto berhasil merebut tachta Presiden, dengan kupdeta merangkak menyingkirkan Presiden Soekarno. Gerakan anti-Tiongkok dan anti-Tionghoa segera saja ditingkatkan oleh Soeharto, sesuai dengan kehendak Amerika yang sedang terjepit menghadapi Perang Vietnam. Amerika tidak hendak melihat pengaruh RRT terus meluas didunia khususnya keakraban dengan RI yang begitu mesrah dimasa bung Karno, jadi sedapat mungkin hubungan persahabatan RI-RRT dibikin tegang dan syukur bisa diputus!
Namun arus kemajuan dan pengaruh RRT didunia tidak bisa dibendung, sekalipun di tahun 60-an bisa dikatakan kandas. Setelah keanggotaan RRT di PBB berhasil dicapai tahun 1971, kemudian disusul dengan kunjungan Presiden AS Nixon sendiri ke Beijing bersalaman dengan Ketua Mao Tse-tung, dan lebih lanjut ditingkatkan dengan hubungan diplomatik RRT-AS. Dengan demikian, politik blokade sejagat terhadap RRT yang dijalankan AS terjebol, tidak hanya banyak negara-negara berkembang berturut-turut mengakui RRT satu-satunya negara Tiongkok didunia, tapi juga negara-negara barat bahkan Singapore yang dikenal keras anti-Komunis, mulai mendekati RRT dan membuka hubungan Diplomatik. Jadi bisa dimengerti mengapa Soeharto juga terpaksa mencari jalan untuk mencairkan hubungan diplomatik yang selama ini dibekukan itu. Caranya?
Panggil saja Szetu Mei Sen! Kata Soeharto. Tapi, panggilan Soeharto itu membuat Mei Sen beberapa malam tidak bisa tidur, diterima atau tidak? Sulit bagi dirinya menerka apa maksud Soeharto sesungguhnya? Selama itu tidak ada pernyataan resmi Pemerintah RI mencabut nama Mei Sen sebagai buronan politik, juga tidak ada orang yang bisa memberi jaminan keamanan dan keselamatan jiwanya, … itu sama saja dengan menerjang maut memasuki sarang Harimau. Mudah saja dijebloskan dalam penjara begitu mendarat di Kemayoran, bagaimana bisa balik ke Macau lagi?! Tapi, akhirnya Mei Sen memberanikan diri mengambil keputusan, terjang saja. Barangkali pertemuan dengan Soeharto dia bisa berbuat untuk kebaikan rakyat kedua negara. Apa sih yang dikehendaki Soeharto pada dirinya yang selama ini sudah dicampakkan?
Pada tanggal 29 Januari 1981, Mei Sen kembali menginjakkan kaki di bandara Kemayoran, setelah 16 tahun yl dia tinggalkan. Dijemput oleh Jenderal Benny Murdani yang juga telah dikenalnya dahulu dan ditaroh di Hotel Mandarin untuk menanti pengaturan pertemuan dengan Soeharto di Cendana. Dalam pertemuan dengan Soeharto di Cendana, Soeharto menandaskan: “Indonesia hanya mengakui satu Tiongkok, sedang hubungan dengan Taiwan selama ini dilakukan hanya hubungan perdagangan saja. Tentang pemulihan hubungan diplomatik, tentu masih harus membutuhkan waktu. Tetapi kita juga boleh memulai hubungan perdagangan lebih dahulu, kedua belah pihak bisa melakukan langkah pendekatan untuk pengenalan dan menghilangkan rasa saling curiga.”
Sejak itulah Mei Sen berperan menjembatani hubungan 2 negara, menyampaikan pesan-pesan timbal-balik pada kedua Pemerintah sampai secara resmi hubungan diplomatik dipulihkan kembali pada tahun 1990. Sekali lagi Szetu Mei Sen berperan sebagai “Diplomat” perantara 2 negara RI-RRT yang tentunya menguntungkan rakyat kedua negara.