V. Peran yang dimainkan sejak hidup di Macau
Setelah meletus peristiwa G30S 1965, Jenderal Soeharo menggebuk PKI dan menyingkirkan Soekarno. Secara serampangan mengejar, memenjarakan siapa saja yang dicurigai komunis dan Soekarnois. Dengan sendirinya Szetu Mei Sen yang selama itu begitu dekat dengan Bung Karno tentu tidak akan terkecuali. Melihat situasi begitu, Bung Karno menganjurkan Mei Sen segera menyingkir sementara keluar-negeri. Usaha keberangkan pertama gagal, di bandara Kemayoran terganjal oleh Imigrasi, Seorang Letkol menyatakan: “Szetu Mei Sen tercatat sebagai Pimpinan Umum Surat Kabar “IBUKOTA” berbahasa Mandarin, yang mendukung Gerakan 30 September”. Nama Mei Sen sudah di black-list, padahal surat kabar itu diterbitkan atas kerja sama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya.
Baru kemudian Presiden Soekarno memerintahkan Maulwi Saelan, komandan Cakrabirawa ketika itu, mengawal Mei Sen sampai Kemayoran pada tgl. 4 Nopember 1965 bisa naik ke Pesawat menuju Amsterdam. Dengan alasan membeli obat yang diperlukan untuk Presiden.
Szetu Mei Sen yang bukan apa-apa harus memulai kehidupan baru sebagai pelarian “politik”, usaha semula untuk masuk menetap di Hong Kong gagal, karena pihak koloni Inggris telah menerima instruksi dari Jakarta, Pasport Szetu Mei Sen telah dicabut tidak berlaku lagi dan status dirinya menjadi buronan politik. Rupanya Mei Sen telah dituduh sebagai “Mata-mata RRT disamping Presiden Soekarno”; “Anggota Dewan Revolusioner Tiongkok di Indonesia”; baru awal tahun 1967 dengan bantuan PM Chou, Mei Sen sekeluarga berhasil masuk Macau yang koloni Portugal itu dan memulai hidup baru sebagai pengusaha. Dengan menggunakan nama Szetu Nan Hua, Mei Sen dengan sedikit modal yang ada melakukan usaha apa saja yang bisa dikerjakan untuk menyambung hidup sekeluarga.
Keuletan dan kecerdasan yang ada pada diri Mei Sen berhasil memajukan usahanya secara perlahan-lahan di Macau. Namun sebagai kapitalis yang berhasil, Mei Sen selama-nya tidak melupakan dirinya sebagai pejuang rakyat Indonesia, tetap memberikan perhatian dan dukungan yang bisa diberikan pada usaha kepentingan Rakyat Indonesia. Begitulah Mei Sen tidak sedikit mengucurkan sumbangan pada kegiatan-kegiatan sosial di Indonesia, bahkan di tahun 1981, mengetahui sahabat lamanya, Siauw Giok Tjhan, saat menjalani tahanan rumah tahun 1976-1978 telah menyelesaikan naskah tulisan 3 buku, Mei Sen berinisiatif mengeluarkan dana untuk menerbitkan 3 buku Siauw dalam bhs. Tionghoa di Hong Kong.
Tahun 2002, Mei Sen diusia senja dan sudah mengidap penyakit-tua tetap menjadi inisiator untuk menggalang kerjasama penelitian RI-RRT dalam pembuatan obat berdasarkan herbal/tanaman Indonesia. Pihak Indonesia diwakili LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), pihak RRT diwakili Zhejiang University (research university terbesar di TIongkok). Berdasarkan lobinya yang kuat di pemerintah Beijing, Mei Sen berhasil “membujuk” pemerintah RRT memberikan grant untuk penelitian yang menelan biaya milyaran rupiah tersebut.
Juga jelas Mei Sen sebagai penduduk Macau, sudah tidak mungkin menampilkan diri sebagai orang Indonesia yang pasportnya tidak berlaku, sudah menjadi warga Indonesia yang dicampakkan penguasa! Mei Sen hanya bisa meneruskan hidupnya dengan menampilkan diri sebagai Huakiao asal Indonesia yang bernama Szetu Nan Hua dan menjadi warga baik-baik di Macau. Disamping menjalankan usaha dagang, Mei Sen tentu saja tetap melakukan juga kegiatan sosial dengan status Huakiao asal Indonesia itu. Begitulah Mei Sen terjun dalam kegiatan Huakiao di Macau, menyatukan diri dengan kegiatan Huakio yang bisa dikerjakan dan dianggap berarti selama hidup di Macau. Sekalipun Mei Sen selalu bersikap low porfile, tetap saja tercantum jabatan Ketua Kehormatan Persatuan Huakiao Di Macau, dan juga menjabat Penasehat Qiao Lian Pusat (Federasi Huakiao Seluruh Tiongkok).
Mei Sen selalu mendukung usaha sosial, tidak segan-segan memberi sumbangan untuk usaha perjuangan rakyat di Indonesia dan juga usaha meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan rakyat di Tiongkok daratan. Jadi, tidak hanya di Macau dan di Tiongkok daratan tapi juga di Indonesia, Mei Sen dikenal sebagai seorang pengusaha DERMAWAN.
Sikap dan pendirian yang teguh dipihak Rakyat bisa juga nampak saat Pertemuan pertama dengan Presiden Soeharto di Cendana awal tahun 1981, … itu anak-anak Soeharto, baik Sigit juga Bambang secara terpisah mengundang Mei Sen makan bersama yang sangat mewah dan, tentu saja sambil makan mereka mengajukan tawaran usaha dagang bersama Mei Sen. “Sungguh beruntung, saya dengan berbagai alasan berhasil menolak tawaran ‘manis’ anak-anak Soeharto itu,” kata Mei Sen dalam satu pertemuan di Hong Kong pada saya. “Kalau tidak, mungkin saja saya sudah menjadi pengusaha yang super-kaya, tapi saya tidak mau berkubang dalam comberan bersama anak-anak Soeharto yang sangat merugikan rakyat Indonesia dan, … kalau itu terjadi bagaimana saya masih ada muka menemui Megawati Soekarnoputri lagi?”, tambahnya.
Pada saat Megawati menjabat Wakil Presiden dengan rombongan singgah di Hong Kong, tgl. 31 Januari 2001, mengajukan keinginannya bertemu Szetu Mei Sen yang kenalnya sejak masa kanak-kanak di Istana dahulu. Mei Sen memerlukan ke Hong Kong untuk bertemu Megawati. Pertemuan pertama kali setelah berpisah ditahun 1965, tentu sangat menggembirakan dan sangat mengharukan kedua belah pihak. Melihat Mei Sen datang seorang diri, segera saja Mega menanyakan kenapa ibu tidak diajak? Mei Sen memberitahu, bahwa istrinya baru menjalani operasi jantung, masih lemah da harus istirahat dirumah.
Mengetahui istri Oom Mei Sen baru dioperasi jantung, begitu panggilan Mega dimasa kanak-kanaknya pada Mei Sen, Megawati minta diatur ke Macau untuk bertemu ibu Mei Sen. Itulah cetusan perasaan setiakawan keluarga bung Karno terhadap Mei Sen. “Sungguh tidak disangka, sekalipun Mega sudah menjabat wakil Presiden, masih tetap ingin menemui Mei Sen orang biasa yang bukan apa-apa.” Membuat Mei Sen terharu mendapatkan penghargaan begitu tinggi dari anak-anak Presiden Soekarno. Megawati dengan rombongan keesokan harinya diatur ke Macau, dan oleh Mei Sen lebih dahulu membawa rombongan jalan-jalan melihat Macau. Dan makan siang bersama dengan hidangan masakan Portugal untuk mempertemukan Megawati dengan istrinya, kembali bernostalgia masa lalu yang penuh dengan kehangatan kekeluargaan bersama Bung Karno.
Itulah sikap dan tindak-tanduk yang dilakukan Mei Sen selama hidupnya itu, telah menjadikan dirinya MILIK rakyat kedua negara, Indonesia dan Tiongkok. Mendapatkan penghargaan tinggi dan dihormati oleh rakyat kedua negara. Jadi tidak aneh dan tidak perlu dipersoalkan saat Upacara Belasungkawa perpisahan terakhir dengan Szetu Mei Sen, 19 Oktober 2010 yl, yang berperan dan terangkat hanya pihak Macau dan Pemerintah RRT. Menjadi orang Indonesia yang lebih dihargai dan dihormati Pemerintah negara lain! Itu terjadi hanya karena sikap Pemerintah RI yang berkuasa sekarang, tetap saja tidak ada ketegasan, tidak ada keberanian mengakui kesalahan Pemerintah sebelumnya, saat Soeharto berkuasa, … sekalipun Szetu Mei Sen sebagai Warganegara Indonesia sudah kembali di”gunakan” oleh Presiden Soeharto dalam usaha pemulihan hubungan diplomatik dengan RRT, tapi status buronan politik, sebagai warga pesakitan yang dicampakkan belum pernah direhabilitasi.
Menjadi Pemerintah yang tidak berhasil mengayomi setiap warganya secara baik, tidak sedikit orang-orang yang berjasa terlempar keluar dan mendapatkan penghargaan tinggi dari pemerintah negara lain. Szetu Mei Sen hanyalah salah seorang. Mungkin masih banyak kawan-tua yang ingat dengan nama Lie Man Fong, seorang pelukis Tionghoa yang lukisannya disukai dan termasuk dalam koleksi lukisan Bung Karno. Hanya karena Pelukis Istana ketika itu, paska G30S beliau juga harus melanglang-buana di Singapora dan Thailand, … tapi itulah, jasa besar dibidang seni-melukis yang tiada tandingannya itu, Lie Man Fong juga mendapatkan penghargaan tinggi di Singapora dan Thailand. Salah satu lukisannya “Bali Life” berhasil meraih nilai lebih 25 juga HK Dollar di tahun 2010. Sungguh luar biasa pelukis Tionghoa asal Indonesia ini, hanya saja sayang tidak dihargai oleh penguasa Pemerintahnya sendiri.
Chan Chung Tak (Hong Kong, 13 Maret 2011)
Bahan refrensi:
1. Mohamad Cholid: “Szetu Mei Sen: Api Abadi untuk Menghangatkan RI-RRT”. (Indonesia Focus No.28, 15 Nov. 2010)
2. Yan Hou Chun: “Biografi Szetu Mei Sen – Seorang Tionghoa Peserta dan Pencipta Sejarah” (Penerbitan Budaya Rakyat, Beijing) Dalam bhs. Tionghoa.
3. Zheng Gun: “Jasa Besar Seorang Keturunan Tionghoa dalam Sejarah Hubungan Baik antara Tiongkok – Indonesia” (Web. Rakyat) Dalam bhs. Tionghoa.
Rinto Jiang
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.