Budaya-Tionghoa.Net | Salah satu kejadian yang kerap dijumpai adalah pada saat menyebut permainan barongsai , tarian tradisional Tionghoa dan permainan alat musik tradisional sebagai KEBUDAYAAN MANDARIN. Kalau itu yang dimaksud maka saya kira bukan “Kebudayaan Mandarin”, tetapi “Kebudayaan Tionghoa” atau “Chinese Culture”.
|
Kata Mandarin sendiri mempunyai makna yang lain, tidak bisa diberi tanda sama dengan (=) antara kata Mandarin dan Tionghoa. Masih ingat beberapa tahun lalu, ketika sebuah stasiun TV menyelenggarakan acara menyambut tahun baru Imlek.
Salah seorang pembicara mengungkapkan (dalam bahasa Mandarin) bahwa acara itu 充满中华文化气氛(Chongman Zhonghua Wenhua Qifen), ketika ditanya oleh apa artinya, pembicaranya menterjemahkannya sebagai “Penuh Suasana MANDARIN”.
Itu kesalahan yang teramat-amat parah, 中华 (Zhonghua) tidak bisa disamakan begitu saja sebagai Tiongkok. Memang ungkapan “Bahasa Mandarin” berarti bahasa Tionghoa yang dipakai secara resmi sebagai bahasa nasional di negeri China, namun itu merupakan terjemahan langsung dari kata 官话 (Guanhua), bahasa yang dipakai oleh para official atau pejabat/pembesar di China.
Kata “Mandarin” sendiri berarti Official atau mantri (menteri), maka bahasa yang digunakan oleh para official adalah bahasa Mandarin (bahasa para official / mantri / menteri), di samping dialek-dialek lain yang begitu banyak yang dipakai oleh rakyat umum.
Bila mengacu pada arti kata “Mandarin” dalam kata “Bahasa Mandarin” adalah “official”, maka kita akan merasakan kejanggalan (bahkan kelucuan yang tidak lucu) saat mendengar pembicara tersebut mengungkapkan “Penuh Suasana Mandarin”!! Apakah dengan itu yang ia maksud adalah “Penuh Suasana Kekeratonan”? atau “Penuh Suasana Resmi Kenegaraan”? atau “Acara penuh dihadiri oleh pada Pejabat Negara”?
Memang sejak memasuki era reformasi, banyak kelompok masyarakat Indonesia yang tidak lagi menggunakan kata “Cina”, sebagai penggantinya adalah istilah “China” atau “Tionghoa”. Namun, ada pula sebagian orang (yang karena ketidak-mengertian) menggunakan istilah “Mandarin” yang diambil dari kata “Bahasa Mandarin”.
Jalan pikir mereka, kalau bahasa Mandarin berarti bahasa Tionghoa, maka tidaklah salah bila istilah-istilah lain yang tadinya menggunakan kata “Cina” diganti dengan kata “Mandarin”, maka terciptalah ungkapan-ungkapan seperti “Suasana Mandarin”; “Kebudayaan Mandarin”; “Orang Mandarin”; “Jeruk Mandarin”; “Pete Mandarin”; “Huruf Mandarin”. Saya rasa sangat menggelikan.
Tentu sekarang sudah tidak ada lagi yang namanya Guanhua itu. Bahasa Mandarin sebagai bahasa Nasional dikenal sebagai Putonghua, atau Huayu oleh orang non Chinese. Tapi, konteks pembicaran saya justru mengacu pada zaman ketika istilah Mandarin itu pertama digunakan untuk merujuk pada bahasa resmi Tionghoa!!!
Secara etimologi Mandarin artinya memang official, demikian pun secara etimologi Bahasa Mandarin artinya Bahasa Official. Namun, seiring perkembangan zaman, bahasa yang tadinya digunakan hanya di kalangan official / pejabat sudah meluas ke kalangan masyarakat bahkan resmi menjadi bahasa nasional.
Tanggapan saya bukan pada “Apakah sekarang masih ada Guanhua atau tidak”, tetapi pada tepat atau tidaknya istilah “Mandarin” dipergunakan begitu luas untuk mengganti istrilah “Cina”! Tolong dimengerti dulu konteksnya!!
Erik Eresen.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua