Budaya-Tionghoa.Net | Saya setuju bahwa pembahasan sejarah sebaiknya tidak mengarah kepada kebanggaan semu , artifisial , dan sebagainya. Ciri dari pembahasan yang artifisial , akan mengarah pada yang bagus2nya saja , disisi lain yang jelek2 saja saat menatap sejarah dan budaya bangsa lain.
Kita bisa melihat bahwa sejak perkakas batu yang paling sederhana , peradaban muncul silih berganti mendominasi dan secara global tumbuh semkain kompleks . Tetapi barang siapapun yang mendominasi akan mempengaruhi [bermanfaat] bagi peradaban lain .
Suatu mega-civilization mengalami siklus dalam dirinya sendiri, dia tidak bisa terus terusan bertambah tinggi dan besar , sehingga berbenturan dengan langit . Yang menarik disimak bagaimana periode siklus itu , berusia panjang atau seumur jagung.
Amy Chua mendeskripsikan bagaimana hiperpower tumbuh dan runtuh dengan alasannya masing-masing.
|
Sebagai contoh Imperium Mongol yang begitu luasnya , keruntuhannya ditandai dengan intolerance dalam religi , meninggalkan prinsip kebebasan beragama yang di bangun oleh Genghis Khan. Khanate di wilayah Russia bergabung dengan Mamluk Mesir dalam holy war. Dalam tubuh Mongol sendiri perekatnya segera hilang karena justru masalah religi dan saling menyerang satu sama lain . Di Central Asia , shamanisme yang merupakan kepercayaan asli Mongol pun turut tertekan. Sementara itu di Tiongkok , Dinasti Yuan sendiri mengalami keruntuhan karena , muncul gerakan anti sinifikasi Mongol yang sebelumnya justru didukung oleh Kubilai Khan. Selain kemudian dihantam oleh Black Death , Mongol yang semula tolerance justru mengalami keruntuhan secara bertahap karena intolerance , baik intolerance terhadap budaya , maupun agama .
Hiperpower lain adalah Belanda , Belanda nyaris tidak tertahankan disaat zenith pertumbuhannya , termasuk ketika mengirimkan pasukan untuk invasi ke Inggris , dibawah pimpinan William Orange III . William memobilisasi sekitar 500 kapal dengan puluhan ribu personil + dukungan finansial dari Yahudi – Belanda . Hasil ironis justru tampak bahwa amalgamasi Inggris-Belanda , Belanda mengekspor toleransi ke Inggris , dan Inggris muncul menjadi kekuatan baru didunia maritim.
Toleransi di Belanda secara prinsip adalah kebijakan internal , tetapi kunci kegagalan Belanda adalah justru di didaerah koloni mereka , prinsip intoleransi di daerah koloni ini , termasuk Indonesia , Ceylon , Suriname dll , dimana pemerintah kolonial memperlakukan koloninya secara inferior baik kultur maupun etnik . Inggris masih memiliki ikatan kuat dengan koloninya , sampai sekarang dalam bentuk persemakmuran.
Di masa Perang Dunia II , Jerman dan Jepang mencatat pencapaian yang menakjubkan ditambah klaim sebagai bangsa yang superior . Hitler kemudian membawa Jerman dari puing2 kekalahan Perang Dunia I ke negara yang kuat dan disegani , dengan power of hate dan intoleransi etnis . terhadap gipsi , yahudi , slavia [eropa timur] .
Hitler kemudian merampas apapun yang dimiliki Yahudi dari kekayaan hingga jiwa dan raganya. Dan kehilangan talenta2 berbakat yang memilih mengamankan diri ke Amerika Serikat , kalau sempat.
Pada saat Jerman mencapai puncaknya dan hampir seluruh benua Eropa dalam genggamannnya . Masalah lain muncul , bagaimana hubungan antara penguasa dan “jajahannya” . Di Soviet , Jerman tidak memposisikan diri sebagai pembebas rakyat Soviet [dari Stalin] tetapi memang untuk menjadikan mereka semacam budak yang sedari lama diimpikan Hitler bahwa Soviet tempat yang tepat sebagai lebensraum.
Tidak seperti Genghis Khan , Hitler tidak tertarik untuk merekruit talenta superior di kawasan yang dikuasai. Tidak seperti Romawi , Hitler tidak tertarik untuk melakukan inkorporasi dengan populasi kawasan barunya. Akibatnya Hitler dan Nazi mendapat perlawanan terus menerus dari daerah yang didudukinya . Hal yang sama juga terjadi pada sekutunya , Jepang .
Dinasti Tang yang juga di tandai sebagai salah satu hiperpower , puncak keemasannya ditandai dengan toleransi yang bisa digambarkan sebagai hanya satu2nya kawasan dimana hampir seluruh religi dan budaya dunia berada pada satu atap yang sama . Aliran Persia , Islam , Confucianisme , Taoisme , Buddhisme , Kristen Nestorian .
Pada akhirnya Amerika Serikat , walau kekayaannya dan imperiumnya dibangun dari hasil menjarah Indian untuk tahap pertama , dan menganeksasi sebagian Meksiko , seolah seperti menafikan prinsip dasar yang mereka bangun sendiri waktu berjuang melawan Inggris . Dan bahwa intoleransi sempat memuncak dalam bentuk perang saudara . Tetapi ada satu kunci bahwa mereka menampung semua talenta superior dari berbagai ras dan kawasan , termasuk juta talenta-talenta terbaik Indonesia .
Permasalahan Amerika Serikat sekarang seperti Belanda di masa lampau , prinsip toleransi yang sekarang diusung hanya merupakan prinsip internal , sementara keluarnya Amerika Serikat mencampuri urusan dalam negri orang dimana-mana sehingga kadang menerima ganjaran berupa terrorisme dimana-mana.
Masalah toleransi ini merupakan salah satu faset , faktor , dari bagaimana hiperpower kelak akan menentukan nasibnya , ada mekanisme lain berupa rivalitas , yang akan memacu kreativitas lain seperti contoh Tiongkok , dan mungkin India.
Tiongkok sekarang melakukan praktek “kapitalisme ala timur” , sebagaimana Eropa dulu pencerahannya dibangun oleh etika dan filsafat Timur untuk menyelesaikan permasalahan intoleransi yang lagi mewabah di bumi Eropa [ Reformasi – Kontra Reformasi] . Mengirim sejumlah pelajar [atau barangkali juga spy’] untuk memanen teknologi di Amerika kembali ke Tiongkok .
Kita sangat menantikan kapan Indonesia akan memainkan peran penting di dunia . Mudah2an pembelajaran sejarah bisa dipetik oleh bangsa ini .
Salam
Dada