KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA[2000]
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2000
TENTANG
PENCABUTAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 1967
TENTANG AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN ADAT ISTIADAT CINA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada hakekatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari hak asasi manusia;
b. bahwa pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, Adat Istiadat Cina, dirasakan oleh warga negara Indonesia keturunan Cina telah membatasi ruang geraknya dalam menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadatnya;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dalam huruf a dan b, dipandang perlu mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, Adat Istiadat Cina dengan Keputusan Presiden;
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENCABUTAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN
1967 TENTANG AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN ADAT ISTIADAT CINA.
PERTAMA:
Mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat
Cina.
KEDUA:
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, semua ketentuan pelaksanaan yang ada akibat Instruksi
Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina tersebut
dinyatakan tidak berlaku.
KETIGA:
Dengan ini penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilaksanakan
tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana berlangsung selama ini.
KEEMPAT:
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Januari 2000
PRESIDEN REPUBLlK INDONESIA,
ABDURRAHMAN WAHID
Bagi sebagian lagi, terutama generasi muda yang lahir setelah 1965an tidak pernah mengalami nuansa kata pada pemakaian masa lalu yang bernada pejorative (merendahkan); karena ketidak tahuan bersikap netral tanpa asosiasi makna atau maksud buruk apapun. Mereka yang bertumbuh dalam pendidikan selama 30 tahun pemerintahan Soeharto, terbiasa dengan pemakaian istilah yang muncul di media masa selama itu. Sebagian lain lagi menggunakan istilah China secara gamang membaca dengan ejaan yang dilafalkan “cina”, sebagian (yang benar) cara bahasa Inggris dilafalkan “ ‘tsai.ne ”. Hal yang sama juga pada pelafalan kata Chinese. Pengunaan kata-kata ini sebagai kosa kata bahasa Indonesia diuraikan pada bagian lain. China – Chinese.
Kata dalam bahasa Inggris “China” diperkirakan berasal dari bahasa Persia Cin (چنѧѧѧѧي), mungkin awalnya diperkenalkan oleh Marco Polo. Dalam tulisan bertahun 1555 sudah ada sebutan china bagi benda-benda terbuat dari keramik ( porcelain). Pada bahasa Sanseketa ada kata Cīna ( चीन ), tercatat digunakan sejak AD 150. Pada abad ke 17 Martino Martin, seorang missionaries Jesuit, menyatakan kata China berasal dari nama kerajaan “Qin” (秦,chin), kerajaan disisi barat Tiongkok masa dinasti Zhou, atau mungkin juga berasal dari nama dinasti Qin ( 221 – 206 BC). Pada kebudayaan Hindu dalam naskah Mahabharata (abad 5 BC) terdapat kata Cina dari bahasa Sansekerta, digunakan bagi penamaan daerah di timur India, diperbatasan Myanmar dan Tibet sekarang.
Kata China dan Chinese ini mulai sering muncul dalam media masa berbahasa Indonesia serta masuk dalam istilah kosa kata Indonesia baru pada masa setelah Agustus 1990, hal ini berawal ketika Soeharto membuka kembali hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Pemerintah Tiongkok semula mengusulkan penyebutan sama seperti sebelum pembekuan hubungan diplomatik tahun 1965 sebagai Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dari pihak Soeharto menginginkan pemakaian istilah Republik Rakyat Cina (RRC). Perbedaan ini menjadi penghalang dalam perundingan normalisasi hubungan diplomatik saat itu, sampai akhirnya muncul usulan jalan tengah dari pihak Tiongkok untuk memakai istilah Republik Rakyat China. Dengan kata China yang dimaksudkan agar dibaca sebagai kata dalam bahasa Inggris :”tsaine”. Maka menjadi resmilah pemakaian kata China (kata bahasa Inggris) dalam bahasa Indonesia, tetapi sebagian pembaca tetap melafalkannya dalam gaya bahasa Indonesia yang -bunyinya tetap sama “Cina”. Bagi mereka yang menyadari dari sejarahnya makna dan nuansa kata Cina ini bersifat merendahkan (derogatory) ; terasa kecanggungan dalam menggunakannya, mereka memilih memakai kata China (dari bahasa Inggris).
Demikian juga untuk kata sifatnya, mereka lebih memilih kata yang tepat: masakan Chinese (bukan masakan Cina atau makanan China), budaya Chinese (tidak budaya Cina atau budaya China), dst. Pada website Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok untuk Indonesia di Jakarta, digunakan kata Tiongkok dan China secara bersamaan, dengan perbandingan 2:1. Sama sekali tanpa ada pemakaian kata “cina”. Pada sisi lain makin kusutlah kerancuan yang terjadi dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar dan baik; dalam memilih kata yang tepat. Padahal banyak cendiakiawan yang
menyatakan ketaat asasan pada tata bahasa dan kosa kata bahasa suatu bangsa akan tercerminkan pada budaya bangsa yang tertib juga.