Budaya-Tionghoa.Net| Di Kunming kami sempat mengunjungi dua buah taman, yang pertama Daguanlou Gongyuan (Hokkian: Taman Tai Kuan Lao = Tay Kwan Lauw) atau Taman Raya Loteng untuk Memandang , buku-buku tourisme menuliskannya sebagai Grand View Park disebut demikian karena di sana ada bangunan bentuk budaya yang indah, dan kita dapat naik lantai atas untuk memandang jauh ke depan. Dari situ kelihatan Danau Dianchi yang luas kebiru-biruan, bahkan sebagian dari danau itu menjorok ke dalam taman, menyebabkan taman menjadi lebih indah kelihatannya.
Di bagian danau yang menjorok ke dalam taman, ditanami pohon teratai banyak sekali, sehingga hampir menutupi seluruh permukaan bagian dari danau itu. Sayang waktu saya ke sana, bukan musimnya bunga teratai berkembang. Bunga teratai dalam budaya Tionghoa menempati tempat yang khusus. Kuanyim (Kwan Im) sering digambarkan di atas pohon teratai. Teratai hidup di atas air berlumpur, tapi bunganya selalu bersih. Ini adalah symbol bahwa meskipun kita hidup di dalam masyarakat yang penuh dengan perbuatan jahat, kita harus tetap tidak ternoda. Nama bunga teratai atau Lianhua (Lian Hoa) banyak dijadikan nama anak perempuan.
|
Taman ini cukup luas, mengelilingi danau yang cukup besar, bagian pinggir danau dalam taman ini bersambung dengan tepi utara danau Dianchi yaitu danau terbesar di Kunming yang memanjang dari utara ke selatan sejauh 40 km persegi. Di bagian barat adalah pegunungan dan di bagian timur dataran rendah. Luas danau sekitar 300 km persegi. Taman Daguanlou ini terletak di pantai bagian utara dari danau Dianchi, dari sana bisa naik perahu atau motor boat menuju ke bagian tengah pantai timur danau, lalu jalan kaki ke Taman Haigeng Desa Longmen, Dari sana mendaki lagi sampai ke Gerbang Longmen, kemudian mendaki lagi ke Gerbang Naga dan Xi Shan. Pulangnya bisa turun dari sana ke dekat makam Nie Er, lalu naik bis kembali ke kota. Nie Er adalah musikus terkenal pada zaman perang melawan Jepang, karena banyak mencipatakan lagu patriotik . Lagu kebangsaan Tiongkok yang sekarang digubah oleh Nie Er pada saat itu. Karena kepopulerannya maka pada tahun 1949 dijadikan lagu kebangsaan.
Sangat mengecewakan, danau yang termashur indah itu, dan masih indah dipandang dari jauh, kalau sudah dekat, airnya menjadi pekat hijau kecoklat-coklatan karena polusi yang tak terkontrol dari pantai tenggara danau ini yang sekarang menjadi kawasan industri.
Di dalam danau dekat tepi danau masih ada lapangan rumput sehingga kita dapat duduk-duduk dengan nyamannya, di pantai danau ada jalan untuk berjalan kaki di bawah pohon-pohon yang rindang, banyak bangku di sana untuk kita beristirahat. Karena luasnya danau maka anginpun cukup besar, sehingga kita merasa nyaman sekali. Sekali lagi, kalau saja airnya masih biru jernih, taman ini akan menjadi indah sekali.
Taman kedua yang kami kunjungi adalah Minzu Cun atau taman etnis minoritas. Ini adalah taman mininya Kunming. Taman luas sekali, taman tidak mungkin terkelilingi semua dalam sehari kalau mau mengamati tiap anjungan minoritas. Seperti telah dikatakan di atas ada 26 etnis minoritas di propinsi Yunnan ini. Dari 16 keresidenan (orang Tiongkok menterjemahkannnya sebagai prefektorat) di propinsi ini, 8 di antaranya adalah keresidenan otonom etnis minoritas. Keresidenan demikian dibentuk kalau di sana ada konsentrasi yang cukup besar etnis minoritas, meskipun mayoritas tetap orang Han. Pimpinan utama dari pemerintahan setempat harus dari etnis minoritas, inilah kebijakan affirmatif untuk meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan kepada minoritas yang tidak pernah saya dengar di negara lain. Memang ada komentar-komentar yang menyatakan tidak adil, tapi pemerintah tetap pada kebijaksanaanya. Segi negatifnya adanya sebagian anggota kelompok minoritas menjadi manja.
Di bidang pendidikan, etnis minoritas diberi prioritas, misalnya ujian masuk perguruan tinggi yang diselenggarakan serempak di seluruh negara, nilai etnis minoritas di tambah 20. Sehingga kalau nilainya sama dengan calon etnis Han, yang minortitas saja yang akan diterima. Kenalan di Universitas Ningbo mengatakan di unversitasnya nilai ujian triwulan, kuartal atau semester untuk mahasiswa etnis minoritas juga ditambah 20 Sehingga mereka lulus kalau dapat nilai 40, sedang etnis Han harus 60.
Saya sendiri beranggapan, ujian masuk perguruan tinggi ditambah 20 masih masuk akal, karena sekolah SD dan menengah di daerah etnis minoritas umumnya di daerah yang ekonominya masih terkebelakang, sehingga sulit untuk para siswa bersaing dengan orang Han. Tapi dalam kelas gurunya sama, bahannya sama, harusnya affimatif demikian tidak diperlukan lagi. Apakah ini berlaku untuk seluruh negara? Saya sendiri tak mendapat data.
Kebijakan demikian menjadi kontra-produktif, sebab kalau melamar kerja, calon majikan bisa menilai, seorang etnis minoritas yang mendapat rata-rata 65, sebetulnya 45 maka ditolak. Sedang mahasiswa Han yang mendapat 55 diterima karena aktualnya lebih tinggi dari si minortias ini, Lalu kelihatan ada diskriminasi, memicu ketidak puasan di kalangan minoritas. Syukurlah, karena minoritas di Yunnan hampir semua menggunakan nama Han, dan wajahnyapun seperti orang Han, kecuali waktu perayaan adat, seperti kelahiran, perkawinan dan upacara kematian. Perbedaan demikian tidak mencolok seperti di Xinjiang.
Di taman Minzu Cun ini saya melihat candi orang Dai yang indah sekali. Orang Dai ini serumpun dengan orang Thai dari Thailand. Anjungan lain yang sangat menarik adalah anjungan orang Bai. Karena semua bangunan yang dibuat berbentuk arsitektur Bai. Di luar tak kelihatan ada jendela, semua rapat. Pintu menghadap ke taman di depan rumah. Lalu ada gerbang besar dari halaman ke luar. Dinding selalu putih bersih tapi di bagian atas ada gambar gambar yang indah. Bubung rumah di kedua ujungnya mencuat ke atas, agak mirip anjungan Minangkabau, hanya saja bagian yang mencuat itu tak sebesar rumah adat Minangkabau.
Karena luas taman yang demikian besar, maka kami tak sempat masuk ke teater besar untuk melihat tarian minoritas secara kolosal seperti di Jinxiu Zhonghua, Minzu Cunnya Shenzhen.
[Liang U]