Budaya-Tionghoa.Net | Manusia harus mengerti kapan dia harus diam dan kapan harus bicara. Baik dalam ajaran Buddhisme maupun Taoisme mengenal prinsip diam yang masing-masing memiliki konsep pengertian yang hampir dapat disamakan. Adakalanya kita memerlukan waktu untuk lebih banyak diam, lebih banyak mendengarkan. Kita terlalu disibukkan dengan berbagai permasalahan duniawi, masalah rumah tangga yang rumit, pekerjaan di kantor yang tidak berkesudahan, bisnis usaha yang tidak stabil, teman yang menyebalkan, dan berbagai permasalahan lainnya. Permasalahan inipun sering kita bawa pada saat menghadap di depan Yang Maha Agung, dan kitapun mengeluhkan berbagai permasalahan tersebut dengan harapan akan menemukan suatu jalan keluar.
|
Namun tanpa kita sadari, justru kita tidak mencoba untuk mendengarkan solusi yang diberikan oleh Yang Maha Agung. Karena kita selalu mengeluh, dan tidak pernah mendiamkan diri untuk mendengarkan. Lakukan meditasi dan pusatkanpikiran, maka disanalah akan kita temukan solusinya.
Guru Khung Fu Zi bersabda, ” Saya lebih baik tidak berbicara. ” Zi Kung (salah satu muridnya) menanyakan lebih lanjut, bahwa kalau Guru tidak mau bicara, maka bagaimana mereka sebagai murid-muridnya harus mencatat. Yang dijawab oleh Guru Khung Fu Zi : ” Apakah Yang Maha Kuasa berbicara ? Empat musim bergantian dan segenap makhluk tumbuh dan hidup. Apakah Yang Maha Kuasa berbicara ? ” (Lun Yu XVII/19).
Th’ien Li suatu Kebenaran
Th’ien Li adalah suatu Kebenaran berupa ketentuan-ketentuan hukum alam yang berasal dari Yang Maha Esa. Setiap manusia harus berusaha untuk mengolah batinnya dan memperbaiki sifat-sifat buruknya, agar dapat menjalani kehidupan selaras dengan Th’ien Li.
Confucius menjelaskan suatu konsep kesamaan hak azasi yang melihat bahwa tingkat pendidikan dan situasi lingkungan merupakan faktor yang menciptakan perbedaan antar tingkat sosial dalam kehidupan umat manusia, dimana pada dasarnya secara alami adalah sama. Th’ien Li atau ketentuan hukum alam ini dapat kita samakan dengan pengertian karma yang secara alami akan berbuah sesuai dengan kondisi kematangannya.
Walaupun demikian, tidaklah berarti bahwa kita harus mengeluh dan berputus asa dalam menerima kondisi kelahiran kita yang kurang menyenangkan dibandingkan dengan orang lain yang kita rasakan lebih berbahagia. Justru dengan menerima konsep persamaan awal yang tanpa perbedaan tersebut, maka akan memacu kita untuk lebih giat merubah kondisi yang kurang menyenangkan tersebut dengan mengolah batin dan hidup secara selaras melalui belajar dan senantiasa berada di Jalan Kebenaran.
Guru Khung Fu Zi bersabda : ” Secara alami, semua manusia itu adalah sama. Namun karena ada perbedaan dalam pendidikan dan lingkungan, sehingga menimbulkan perbedaan yang mana makin lama makin jelas perbedaan tersebut .” (Yun Lu XVII/2).
Th’ien Ming Hakekat Sejati
Th’ien Ming adalah segala sesuatu di alam ini, yang telah ada atau yang telah terjadi, dimana erat kaitannya dengan Th’ien Li. Th’ien yang absolut sebagai sumbernya, sedangkan alam semesta bergerak menurut hukum-hukumnya. Manusia di dalam kehidupannya menghadapi penderitaan, kematian, kesenangan, kekayaan dan kemiskinan, yang semuanya berasal dari Yang Maha Esa [Th’ien], sesuatu yang tidak berawal dan tidak berakhir. Sesuatu yang kita bawa serta dari kehidupan-kehidupan sebelumnya, benih-benih perbuatan kita sendiri yang didorong oleh nafsu keinginan untuk menjalani kehidupan ini dalam lingkaran kehidupan dan kematian. Hanya dengan pengolahan batin yang mendalam dan pengertian yang benar atas hukum sebab-akibat, maka manusia akan dapat terbebas dari lingkaran kehidupan dan kematian tersebut.
Confucius menawarkan suatu jalan untuk mengolah batin agar dapat hidup secara berbudi luhur dan berkesadaran tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya kepada masyarakat maupun dalam menjaga keharmonisan kehidupannya dengan alam semesta. Proses pengolahan diri ini dijelaskan sebagai berikut :
Dalam menjalani kehidupan, setiap orang harus mengolah batinnya dan mengubah sifat buruknya, serta berusaha mengolah diri, agar dapat menuju pada sifat budi yang luhur dan berakhlak sebagai manusia Budiman yang berbudi luhur
[C’un Zi].
Peningkatan kesejahteraan hidup setiap orang dapat dilakukan dengan carabelajar, agar dapat menguasai suatu ilmu atau kepandaian. Oleh karena itu, pendidikan dan nama baik dalam kehidupan bermasyarakat memainkan peranan yang penting bagi kehidupan seseorang. Kesadaran yang tinggi atas tugas dan tanggungjawab setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat, dimanapun dia berada sangatlah ditekankan untuk senantiasa menjaga kehidupan yang selaras dengan hukum alam.
Seseorang haruslah mampu mengenal firman dari Yang Maha Kuasa. Firman yang disampaikan melalui Para Guru Agung yang telah datang ke dunia ini yang dalam bahasa lainnya dikenal sebagai Wahyu, Dharma, Sabda, Tao, ataupun Alunan Surgawi. Tanpa mengenal firman tersebut, maka kita tidaklah mungkin dapat menjadi seorang Budiman, sehingga kita tidaklah mungkin dapat mengenal sifat jati diri kita sebenarnya sebagai seorang manusia.
Guru Khung Fu Zi bersabda : ” Tanpa mengenal firman dari Yang Maha Esa, tidaklah mungkin menjadi seorang Budiman yang berbudi luhur. Tanpa menguasai ketentuan-ketentuan budi pekerti, tidaklah mungkin mengembangkan suatu kepribadian. Tanpa mengetahui makna kandungan dari kata-kata, tidaklah mungkin dapat mengenal manusia.” (Lun Yu XX/3 = alinea terakhir dari Lun Yu).
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua