KREDIT MACET
Salah satu pelaksanaan dari sekian banyak usulan IMF, adalah mergernya beberapa bank pemerintah dan dibentuknya lembaga keuangan khusus yang menangani kredit macet. Bukan rahasia lagi kalau kredit macet di bank-bank pemerintah sebagian besar adalah kredit dari perusahaan anak-anak presiden dan anak-anak pejabat tinggi lainnya, atau perusahaan-perusahaan di mana mereka turut terlibat di dalamnya termasuk perusahaan milik warga keturunan Cina. Kalau atas desakan IMF kredit macet ini harus segera diseret ke pengadilan, perhatian international semua akan tertuju kepada mereka. Oleh karena itu diterapkan taktik tarik-ulur sambil menunggu mereka dapat menyelesaikan kredit macetnya. Kredit macet dapat diatasi kalau mereka dapat menemukan sumber uang yang cukup besar. Dengan sedikit pengetahuan soal moneter, sumber uang segera ditemukan melalui krisis moneter yang menimbulkan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US$ yang cukup besar.
Kalau kita menutup dolar pada saat kursnya turun, dan melepas kembali pada saat kurs naik otomatis kita akan mendapat keuntungan. Kalau ini dapat terjadi dalam 10 kali, dan setiap kali untung Rp.1.000,- per US$, maka dengan bermain US$ 100 juta saja kita akan mendapat keuntungan Rp.1 triliun. Makin besar modal yang dipakai akan makin besar dan makin cepat keuntungan yang didapat untuk menutup kredit macet. Hanya masalahnya kita tidak tahu kapan dolar akan turun dan kapan akan naik, kecuali kita punya uang yang sangat besar seperti Soros sehingga mampu mempermainkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Orang yang mempunyai kemampuan seperti Soros di Indonesia rasanya tidak ada, tetapi lembaga yang mempunyai kemampuan seperti itu ada yaitu Bank Indonesia. Kalau Soros bertindak demikian disebut spekulasi yang tujuannya untuk kepentingan pribadi, kalau BI yang bertindak disebut intervensi meskipun mekanismenya sama karena BI bertindak demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Kalau anda mempunyai kekuasaan untuk mengatur BI, apa bedanya dengan Soros meskipun anda tidak punya uang? Anda bisa menyuruh anak-anak anda untuk membeli dan menjual dolar pada saat yang tepat.
Skenario ini harus dijalankan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak lain, sampai anak-anak anda cukup mendapat keuntungan untuk menutup kredit macetnya. Mengingat efek dari sekenario ini sangat berbahaya bagi perkeonomian Indoneisa, nilai tukar rupiah harus diatur tidak terlalu tinggi – kurang lebih dua kali harga yang wajar, oleh karena itu kurs rupiah terhadap dolar bertahan agak lama pada level Rp.6.000 – Rp.7.500 (akhir 97 s/d awal 98 – pen). Selain itu agar semua skenario dapat berjalan lancar, perlu dicari kambing hitam yaitu warga keturunan Cina dengan segala sepak terjangnya di dunia business dan sudah terbukti cukup kuat memerankan kambing hitam dalam berbagai keperluan. Singapore dengan mayoritas penduduknya keturunan Cina, juga dapat dipakai untuk lebih menghitamkan kambing hitam yang ada (Singapore pernah dituding ikut mempermainkan rupiah – pen).
|
Hutang-hutang perusahaan swasta kepada pihak luar negeri, dipakai sebagai alat untuk menyebarkan isu bahwa kelangkaan dollar akibat diborong pihak swasta untuk membayar hutang-hutangnya yang jatuh tempo. Perusahaan swasta di mata orang awam adalah milik warga keturunan Cina, jadi yang memborong dolar tidak lain keturunan Cina. Fakta yang ada di mana banyak perusahaan milik warga keturunan Cina yang mendapat kredit dari negara lain, membuat orang awam makin terbuai. Jika dilihat dari banyaknya perusahaan mungkin benar, tetapi dilihat dari jumlah uangnya tidak ada yang tahu yang mana sebenarnya yang lebih besar : jumlah seluruh hutang swasta non-pribumi atau hutang yang dibuat oleh group Cendana plus anak-anak pejabat lainnya. Dengan demikian pihak yang dapat mengatur naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa tidur nyenyak di atas tumpukan dolarnya sedang yang kena getahnya warga keturunan Cina.
Supaya lebih dramatis, dicetuskan Gerakan Cinta Rupiah, di mana pelopornya (Tutut) langsung di-expose semua saluran TV dan dinobatkan sebagai pahlawan. Bagi yang mengerti akuntansi dan management keuangan, isu hutang dolar yang jatuh tempo dianggap lelucon yang tidak lucu. Memangnya hutang dolar ke pihak luar negeri semuanya jatuh tempo pada tahun 1997 dan tahun sebelumnya tidak ada hutang dolar yang jatuh tempo? Kenapa tahun-tahun sebelumnya tidak ada masalah dan baru tahun 97-98 ini yang menimbulkan gejolak demikian hebatnya?
Pihak yang tidak sejalan berpendapat, krisis moneter di Indonesia sekarang ini akibat imbas dari krisis regional Asia Tenggara dan sekitarnya. Apakah benar demikian bobroknya perekonomian Indonesia? Thailand dan Filipina yang secara politis dan ekonomi tidak lebih baik dari Indonesia, depresiasi mata uangnya terhadap US$ mampu bertahan di bawah 50%, sedangkan Indonesia yang sebelumnya dipuji berbagai pihak memiliki fundamental ekonomi yang kuat mata uangnya jatuh sampai lebih dari 500% (Jan.98 – pen). Tentu ada faktor X yang mengendalikan kejatuhan rupiah ini, tidak semata-mata masalah moneter atau ekonomi.
Lalu mengapa para kreditur di luar negeri secara serempak tidak bersedia melakukan rollover kreditnya. Tapi anehnya mengapa beberapa mega proyek tetap ngotot harus terus dijalankan, bahkan dalam keadaan krisis yang demikian parahnya masih ada pihak asing yang bersedia membangun mega-proyek baru kilang minyak dan listrik swasta bekerja sama dengan anak presiden, meskipun akhirnya proyek yang dimaksud ditangguhkan. IPTN yang produknya hanya laku ditukar ketan, tetap ngotot untuk meneruskan proyek N-2130 nya.