CINA DAN GLOBALISASI
Ide globalisasi dicetuskan pihak barat, yang pada dasarnya mencari market yang luas untuk memasarkan produk mereka. Biaya produksi yang tinggi di negara barat, menyebabkan mereka tidak dapat bersaing dengan produk dari Asia dan negara berkembang lainnya.
Peluang yang masih terbuka hanya produk yang berlandaskan hi-tech, tetapi biaya research dari produk hi-tech sangat tinggi. Untuk mengatasinya maka produk hi-tech yang dibuat harus secepat mungkin dipasarkan seluas-luasnya agar dapat menutup biaya research, sebelum ditiru oleh negara berkembang. Dengan globalisasi, maka semua negara anggota harus membuka pintu lebar-lebar yang berarti market bagi mereka.
Dengan globalisasi mereka dapat menginvestasikan modalnya di negara manapun,dan sekaligus merupakan relokasi industri dari negara maju yang biaya produksinya sangat mahal ke negara berkembang. Di antara negara-negara berkembang yang sangat potensial menjadi negara industri adalah Indonesia, yang memiliki kekayaan alam dan sumber bahan baku yang cukup. Daerah yang sangat luas merupakan nilai tambah bagi perkembangan industri di masa yang akan datang, dan jumlah penduduk yang 200 juta merupakan pasar yang sangat potensial.
Krisis moneter di kawasan Asean dan sekitarnya, telah membuka mata mereka (atau mungkin juga diatur oleh mereka) bahwa apabila kurs rupiah terhadap US$ sangat tinggi, maka modal yang mereka perlukan untuk membuka industri di Indonesia menjadi relatif murah. Tapi kalau industri yang dimaksud harus dibangun dari awal, membutuhkan waktu lama untuk membangunnya dan sangat merepotkan. Akan lebih praktis kalau dapat membeli perusahaan di Indonesia yang sudah berjalan. Rencana ini tampak jelas dari syarat-syarat yang diajukan IMF yang seolah-olah ingin mengikat erat sekujur tubuh kita. IMF hanya sebuah lembaga, sedang yang mengelola lembaga tersebut mayoritas orang barat dengan Amerika sebagai pemimpinnya.
Jadi tidak heran kalau syarat yang diajukan IMF cenderung membuka jalan bagi rencana expansi mereka ke Asia khususnya Indonesia, di mana dengan modal minimum mereka akan mendapatkan hasil yang maksimum. (Inilah salah satu sebab kenapa negosiasi penjadwalan kembali utang luar negeri demikian alot – pen).
Krisis moneter yang dimanfaatkan pihak tertentu untuk menutup kredit macetnya yang sangat besar, dimanfaatkan pula oleh pihak barat untuk memaksa Indonesia membuka peluang masuknya investor asing Dengan meng-conversikan piutang mereka yang membengkak akibat kenaikan kurs, dengan penyertaan modal pada perusahaan di mana mereka memberikan piutang. Tahap pertama yang paling solid adalah dalam busines perbankan, dari sini selanjutnya dapat dikontrol arus uang dan kemudian dikembangkan lebih lanjut ke bidang usaha lainnya. Karena ekonomi Indonesia mayoritas dikuasi oleh warga keturunan Cina, maka strategi yang paling sederhana adalah membuat mereka takut atau memojokkan mereka sedemikian rupa agar tidak mempunyai pilihan lain, sehingga dengan segera mereka mengobral perusahaan miliknya. Dari bawah mereka memanfaatkan kalangan extrimis tertentu yang anti Cina untuk menimbulkan keresahan dan ketakutan.
Dari atas mereka menekan pemerintah yang dasarnya sudah diskriminatif dengan berbagai syarat yang arahnya untuk empersempit ruang gerak warga keturunan Cina, yang sebagian memang kredit luar negerinya sudah jatuh tempo atau terlibat kredit macet di dalam negeri. Ini tidak lain adalah kolonialisme bentuk baru. Mereka tidak perlu menyediakan pasukan seperti jaman VOC untuk mengamankan investasinya, cukup mengadakan pendekatan-pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan perlindungan total dengan sedikit komisi. Peralatan militer yang mayoritas berasal dari negara barat, merupakan alat ampuh untuk menekan pihak militer mengikuti kemauan mereka. Apalah artinya pesawat F15, Mirage, dan sejenisnya kalau spareparts nya tidak tersedia.
Kalau Indonesia dapat dikuasai, tinggal selangkah lagi bagi Amerika untuk memindahkan pangkalan angkatan laut dan angkatan udara yang semula di Filipina ke salah satu pulau kecil di Indonesia. Dilhat dari strategi kemiliteran, pulau kecil di Indonesia lebih strategis dan lebih exclusive dari pada pangkalan Subic di Filipina dan lebih dekat ke sasaran „musuh baru” Amerika di sebelah utara Indonesia (RRC). Pangkalan khusus untuk perawatan dan perbaikan kapal di Singapore ditinjau dari segi militer kurang strategis dan cukup riskan serta mahal.(Kedatangan mantan Wapres Amerika, Wolter Mondale ke Jakarta pertengahan 98 pernah diisukan untuk menyewa salah satu pulau di Indonesia, dan sekaligus untuk membantu mengatasi krisis ekonomi.