Untuk Apa Menyusun Ejaan Ini?
Pada permulaan tulisan ini sudah saya katakan, orang Tionghoa Indonesia yang berbahasa ibu Hokkian di pantai timur Sumatera dapat menjadikannya sebagai
bahasa ibu sungguhan. Yang dimaksud bahasa ibu, adalah bahasa yang dipergunakan sejak kecil. Jadi dengan mengenal huruf Latin yang hanya 26 buah itu, anak yang baru belajar dua tiga tahun di SD sudah tidak buta huruf lagi. Tentu saja masalah ini perlu mendapat dukungan dari orang Tionghoa ybs, sebab menurut
kelaziman internasional Pemerintah tidak bisa lepas tangan atas pendidikan bahasa ibu rakyatnya.
Di kita jangankan Pemerintah, orang Tionghoanya sendiri kebanyakan tidak tahu atas haknya itu. Apakah orang Tionghoa tidak lebih baik langsung belajar Mandarin? Yah, tentu saja. Tapi untuk menunggu sampai semua orang Tionghoa mempunyai kesempatan belajar bahasa Mandarin perlu puluhan tahun, ditambah
lagi bahasa Mandarin adalah bahasa persatuan orang Tionghoa, belum tentu bahasa ibunya.
Yang kedua adalah perlunya penulisan standar untuk nama-nama Tionghoa Hokkian. Di Indonesia, orang Tionghoa kelompok Hokkian atau bukan, kebanyakan
menulis namanya dengan dialek Hokkian, seolah dialek Hokkian memang sudah jadi lingua franca, tentu saja ini disebabkan beberapa hal, pertama orang Hokkian
yang pertama datang ke Indonesia, Tionghoa Hokkian merupakan terbanyak diantara golongan Tionghoa di Indonesia, dan ketiga, dialek Hokkian dipopulerkan oleh penulis cerita, baik cerita silat, maupun cerita roman biasa.
Misalnya orang Hokchnia yang bersne Lim, sebetulnya dalam dialek Hokchnia harus dibaca Lieng, tapi karena kebiasaan di Indonesia Lim, mereka terima bunyi itu. Pertanyaan yang muncul adalah: apa tidak lebih baik menulis nama Tionghoa langsung dengan Hanyu Pinyin?
Di Singapora hal ini sudah dicoba, hasilnya kurang memuaskan, orang lebih senang menggunakan nama dialek yang lebih sesuai dengan lidah orang tuanya,
apalagi kalau orang tuanya tak bisa berbicara bahasa Mandarin, nanti nama anaknya saja tidak bisa baca, kan repot, yang bersangkutanpun akan malu sendiri,
misalnya bila anaknya bernama: Xu Shirao, kalau dibaca secara Indonesia menjadi Su Si Rao, siapa yang akan kenal? Mumpung penggunaan nama Tionghoa baru akan mulai lagi, kami anjurkan gunakanlah ejaan standar ini, yang merasa mendapat kesulitan silahkan hubungi milis ini.
Untuk dialek lain, kami sedang mencoba melakukan penelitian, dengan syarat: ejaan tidak jauh berbeda dengan dialek Hokkian, sebab dasarnya adalah ejaan Indonesia.
Catatan: kami tidak membantu mencari nama, itu hak anda, atau anda berhubungan dengan yang ahli di bidang itu, kami hanya membantu menuliskannya dengan dialek Hokkian dan Mandarin sekali gus, bila nama itu sudah ada. Terima kasih atas partisipasinya.
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.