You can never step into same river twice – Heraklitus
Budaya-Tionghoa.Net | Siddhartha , seorang yang Brahmin yang rupawan dan senantiasa menjadi pusat perhatian gadis disekitarnya. Bersama temannya , Govinda , Siddhartha menjalani praktek kontemplasi dan meditasi. Ayahnya yang bangga merasa yakin bahwa Siddhartha akan menjadi guru besar , pangeran tak bermahkota. Govinda pun menganggap Siddharta sebagai patron.
|
Siddhartha tidak puas dengan pencapaiannya. Kedamaian tak kunjung datang dalam dirinya . Siddhartha mengajak Govinda untuk meninggalkan kehidupan yang dijalani selama ini di daerah mereka , untuk menjadi Shramana , pengembara askesis. Ayahnya meradang dengan keputusan anaknya. Siddhartha yang sudah berkeras akhirnya tetap meninggalkan rumah bersama Govinda. Kehidupan yang keras selama mengembara memangsa badannya hingga kurus.
Perjalanan Siddhartha pada awalnya serupa dengan Gautama. Terlahir dari keluarga brahmana, lantas meninggalkan segala kebesaran duniawi dan mengakrabi kemiskinan dan penderitaan untuk mencapai pencerahan. Dengan cara ini pula Hesse mempertemukan Siddhartha dengan Gautama. Gautama sendiri memperingatkan Siddhartha bahwa kecerdasannya sangatlah luarbiasa sekaligus berbahaya. Siddhartha—seperti halnya Socrates—dengan lantang menyerukan bahwa kebenaran sejati itu tidak bisa diajarkan, bahkan ajaran Buddha sekalipun. Kesadaran akan kebenaran sejati itu harus di cari dan bergantung pada usaha masing – masing.
Pertemuan antara Siddhartha dan Gautama menjadi titik bifurkasi bagi Siddhartha. Siddhartha akhirnya berpisah dengan Govinda. Sahabatnya memutuskan untuk menjadi pengikut Gautama sekaligus memberikan rasa kesendirian bagi Siddhartha.
Untuk selanjutnya Siddhartha mengambil jalan yang jauh berbeda dari Gautama dalam mencari pencerahan, dengan jalan yang berliku dan tidak terduga.
Pertemuaannya dengan pelacur cantik , Kamala , menggiring Siddhartha untuk patuh terhadap keduniawian .
Kebetulan kekayaanpun menghampiri dirinya , bertolak belakang dengan tekat yang menggebu-gebu untuk meninggalkan rumah dan menghancurkan hati ayahnya.
Siddharta mengakrabi anggur , wanita , ketamakan yang menghancurkan jiwanya perlahan-lahan.
Siddhartha bertemu dengan seorang pengayuh sampan yang akan merubah seluruh pola pikir Siddhartha. Bagaimana Siddhartha memandang sebuah sungai yang akan biasa saja dalam keseharian masyarakat disekitarnya menjadi sumber pengetahuan.
Dengan pertolongan sang pengayuh sampan , Siddhartha belajar banyak dari sungai . Aliran sungai menghanyutkan satu demi satu keraguan yang selama ini menghalangi jalan Siddhartha untuk mencapai pencerahan , sebagaimana dia dulu menolak Gautama.
Siddhartha , merupakan sastra klasik dari pemenang nobel sastra [1946] , Herman Hesse , yang berasal dari Jerman. ini mengandung kesederhanaan yang mengurai kompleksitas . Bukunya yang tipis meringankan penderitaan pembaca untuk tidak berlama-lama menjaring esensi.
Kualitas tulisan allegorical Hermann Hesse sangat luar biasa indah, mengalirkan bagaikan aliran air sungai yang mengantar pembaca terhanyut dari derasnya kata – kata menuju kesunyian lautan yang luas.
Tulisan aslinya dalam bahasa Jerman yang diterjemahkan Hilda Rosner ke bahasa Inggris. Saya mendapatkan buku ini dari terjemahan Indonesia [Terbitan Bentang Pustaka] beberapa tahun lalu.
DATA BUKU :
Judul : Siddhartha
Penulis : Herman Hesse
Penerbit : Bentang Pustaka
Halaman : 236
Tulisan ini pengembangan dari resensi di blog lama saya beberapa tahun lalu.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua