Budaya-Tionghoa.Net | Masa pemerintahan Qianlong ada yang dinamakan “Old Man of The Ten Completed Great Campaigns” . Serangkaian seri perang yang di lakoni [1747-1792] seperti perang di kawasan Asia Tengah [Dzungars , Uyghurs ] , Tibet , Burma , Vietnam , Taiwan , Nepal [Gurkha].
|
Burma merupakan kelanjutan dari monarki kuno yang berbasis kosmologi India dan Buddha Theravada , merupakan kawasan “penyangga” antara peradaban India dan Tiongkok .
Dinasti Konbaung kemudian muncul menjadi penguasa baru di Burma [1752-1885] . Dinasti ini akan menjadi dinasti terakhir sebelum diduduki Inggris.Raja Burma sejak abad 16 mengklaim suzerainty meliputi teritori Shan yang terletak di perbatasan Burma -Tiongkok. Shan secara etnik adalah cabang dari etnis Thai.
Sejak tahun 1752 Raja Burma mengontrol politik di kawasan Shan dengan menaruh para pangeran Shan [Sawhwas] di Ava , ibukota Burma , baik dalam status pelajar maupun sandera. Sebagai gantinya Raja Burma menaruh perwakilan mereka , deputi sendiri [sitke] yang didukung kekuatan militer di kawasan Shan. Penguasa Konbaung juga melancarkan operasi militer untuk menangkap penduduk yang bisa dipaksa untuk mengabdi dan membentuk grup baru.
Di tahun 1756-1766 , Raja Burma , Hsinyushin , meminta tribute dari salah satu negeri Shan yang secara turun temurun sudah mengabdi kepada penguasa Qing tetapi di masa lampau menjadi vassal Burma.
Perang kemudian tidak terhindarkan antara Burma dan Qing yang berlangsung dalam beberapa seri. Dalam Sino-Burmese War I , kekuatan Qing yang diwakili Liu Tsao dikalahkan dan Liu memutuskan bunuh diri.
Pengantinya adalah , Yang Yingchu diijinkan untuk melancarkan serangan dalam Sino Burmese War II , ke Bhamo di tahun 1767. Pasukan Qing sekali lagi terkepung dan dikalahkan. Qianlong yang marah kemudian mengeksekusi Yang menyembunyikan kekalahannya.
Ming Jui dipercaya untuk memimpin pasukan Qing berikutnya dalam Sino Burmese War III , Mingjui dan pasukannya mengalami hal yang sama. Perang terakhir dipimpin oleh A-kuei , veteran perang dalam front Mongolia dan Xinjiang , kemenangan Qing tidak kunjung datang.
Ditempat yang lain , King Hsinbyushin dan Jendral Maha Thiha Thura memporakporandakan Ayutthaya , ibukota Siam di tahun 1767. Sebelum kekalahan Ming Jui , pejabat Qing disekitar Qianlong menggerutu tentang kegemaran kaisarnya yang gandrung berperang. Kampanye Qianlong ke Burma dan Vietnam dinilai melanggar interest perdagangan di kawasan selatan Tiongkok.
Muncul pertanyaan dari prasangka Confucian tentang kultur pedagang dan muncul keraguan bahwa Qianlong mengambil jalan perang terhadap Burma untuk melindungi pedagang Chinese di sana.
Disaat Dinasti Qing berdiri seabad sebelumnya , pedagang Chinese sudah melakukan penetrasi ke kawasan Asia Tenggara , termasuk Filipina , Vietnam , Burma yang menjadi kawasan frontier Tiongkok.
Berdirinya Dinasti Konbaung yang membangun port baru menjadi atraksi bagi imigran asal Guangdong [ orang Burma menyebutnya “short jackets” ] dan imigran asal Fujian [Orang Burma menyebutnya “long jackets”] .
Ada ribuan penambang perak asal Chinese di kawasan Shan.Untuk menghukum Burma , Qianlong mengambil kebijakan embargo terhadap seluruh jalur perdagangan Qing dengan Burma. Hal ini memungkinkan terjadinya konflik antara pemerintah dan pedagang. Qianlong menyelamatkan muka dari rentetan kekalahan di Burma dengan dalih bahwa komoditas cotton Burma penting bagi populasi Yunnan.
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing-List Budaya Tionghua