Budaya-Tionghoa.Net | Membandingkan sastra Barat dengan sastra Tiongkok memang hal yang menarik. ada seorang budayawan Tiongkok yang berujar, keunggulan sastra barat adalah penjelajahan tentang ruang. sedangkan keunggulan sastra Tiongkok adalah penelusuran tentang waktu.
|
Pengamatan ini ada benarnya, jika kita membaca novel Barat, tema alienisasi atau keterasingan yang sangat menonjol, keterasingan ini tentu berkaitan dengan ruang dan tempat, problem eksistensi sebenarnya juga mencerminkan hubungan manusia dengan dunia tempat manusia hidup. Novel Sampar dari Camus yang terkenal bahkan mengkondisikan tokoh-tokohnya terkungkung dalam ruang yang tertutup (kota dalam isolasi), untuk mengungkap problem eksisitensi.
Sebaliknya, jika kita simak novel Tiongkok, begitu mudah kita menemukan kisah2 yang berlatar sejarah. Meski dalam novel yang berbicara tentang masa kini, dialog dengan masa lalu selalu saja dilakukan. Meski tokoh dalam cerita banyak berpindah tempat, faktor ruang ini tak banyak berpengaruh terhadap perkembangan watak. Perkembangan watak dan perjalanan nasib tokoh2nya justru tak bisa lepas dari pengaruh masa lalu. Dalam essay sastra, segala renungan hidup selalu disertai penggalian unsur sejarah.
Yang memiliki kecenderungan menengok sejarah tidak hanya kaum sastrawan dan budayawan, tapi juga masyarakat umum, yang kurang pendidikan sekalipun. Dalam mengomentari topik2 masa kini, manusia Tionghoa dengan mudah merujuk ke peristiwa-peristiwa sejarah. Kisah-kisah sejarah ini bukan mereka pelajari dari sekolah, tapi mereka pelajari dari berbagai media kesenian populer semacam dongeng para dalang, nyanyian rakyat dan seni opera, atau lewat buku-buku sastra populer. Boleh dikata, masyarakat Tionghoa adalah masyarakat yang sadar sejarah.
Yang paling berjasa dalam menanam “Rasa Sejarah” dalam masyarakat Tionghoa adalah 司马迁 Sima Qian, seorang penulis sejarah yang hidup di zaman Dinasti Han. sebelum dirinya, penulisan sejarah sudah ada, tapi cenderung berupa rekaman peristiwa saja, Sima Qian lah yang mulai tradisi menulis sejarah dengan menempatkan manusia sebagai pusat perhatian. dengan cara ini, sejarah bukan lagi catatan peristiwa yang kering, tapi sesuatu yang hidup. Tokoh2 dalam ” Catatan Sejarah” Sima Qian kaya akan warna, segala tindak tanduk mereka juga selalu diberi penilaian moral. Setelah Sima Qian, semua penulisan buku sejarah Tiongkok mengacu ke tradisi ini. Sejak itulah, semua tokoh masyarakat, dari Raja, menteri, panglima hingga sastrawan, menjadi sangat peduli terhadap penilaian sejarah. Semua orang selalu berpikir : Setelah saya tiada, bagaimana penilaian generasi di kemudian hari terhadap saya?
GUNUNG JIWA – GAO XING JIAN
Gunung Jiwa karya Gao Xingjian [1] (saya lebih senang menyebutnya Gunung Sukma dalam bahasa aslinya). Novel ini sangat alot dikunyah, karena ini bukan novel yang sarat dengan plot, tapi lebih ke dialog batin. Isinya penuh dengan renungan2 filsafat dengan meminjam metafor-metafor.
Novel ini lebih pas dengan tradisi sastra Barat, yang senang bergumul dengan problematika existensi, mengupas hubungan jiwa dan roh bahkan tubuh manusia. Sangat berlainan dengan tradisi sastra Tiongkok yang suka mengupas hubungan antar manusia, manusia dengan masyarakat, bahkan manusia dalam pusaran sejarah.. Maka novel ini disambut dingin oleh kalangan sastra Tionghoa, bukan karena masalah politik.
Saya sendiri tidak suka dengan novel ini, karena strukturnya yang tanpa jeda sangat melelahkan. Sebenarnya fragment2 dalam kisah ini lebih tepat diungkap dalam potongan2 essay yang lepas satu sama lain. Kita bisa lebih konsentrasi membacanya. Maka saya cenderung menyebut ini essay yg dinovelkan!
Jika ingin membaca novel Tiongkok, ada berapa nama yang pantas disimak, karya mereka juga sudah banyak dialih bahasa-kan ke bahasa Inggris dan Eropa lainnya, entah yang ke bahasa Indonesia.
Ini deretan nama pengarang:
- 余华 Yu Hua , terkenal dengan “To live” yang difilmkan Zhang Yimou.
- 莫言 Mo Yan , terkenal dengan Red Sorghum yang difilmkan Zhang Yimou. Mo Yan baru saja meraih nobel sastra 2012
- 苏童 Su Tong , terkenal dengan Rise the Red Lantern yang juga difilmkan Zhang
- 贾平凹 Jia Ping’ao , penulis dari Xi’an.
- 王安忆 Wang Anyi , terkenal dengan novel berlatar Shanghai.
Dan masih masih banyak lagi novelis yang berbobot. Saya kekurangan waktu untuk memburu tulisan mereka. Itu di dunia novel. Sedangkan Tiongkok juga terkenal dengan genre essay sastra. Salah satu essayis yang terkenal dan banyak jadi perbincangan publik adalah 余秋雨 Yu Qiuyu, essay2 budayanya sangat mengasyikkan dan selalu menjadi best seller, semua pemerhati budaya Tionghoa wajib menyimak.
salam,
Zhou Fuyuan , 58104
CATATAN KAKI :
[1] Gao Xingjian adalah sastrawan Tionghoa pertama yang menerima penghargaan ini, dalam sepanjang seratus tahun sejarah Nobel.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa