Budaya-Tionghoa.Net | Yap Ah Loy adalah seorang pemuda Hakka berusia 17 tahun ketika dia pindah dari kampung halamannya di prefektur Huizhou, Guang Dong ke Melaka. Detail mengenai latar belakang keluarga Yap tidak diketahui . Diduga orang tuanya adalah petani miskin yang tidak memiliki dana untuk membiayai anaknya untuk sekolah yang layak.
|
Di Melaka, Yap muda berjumpa dengan kerabatnya yang kemudian mengatur pekerjaan di tambang timah. Dari pekerjaan ditambang , Yap beralih menjadi seorang asisten di toko kecil. Setelah hampir setahun , pemilik toko , Yap Ng , menasehati Yap Ah Loy untuk kembali ke Tiongkok dan memberikan ongkos yang cukup untuk kembali.
Nasib berkata lain , Yap Ah Loy kehilangan tiketnya dalam sebuah permainan judi saat dia menunggu kapal yang akan membawa dia dari Singapura. Tidak ada pilihan lain bagi Yap Ah Loy untuk tetap bertahan di Malaya.
Yap kemudian menuju Lukut ,yang sedang berkembang pertambangan timah. Yap Fook [keponakan Yap Ng] menolongnya untuk mendapatkan pekerjaan di kongsi tambang timah yang dipimpin oleh Hakka Huizhou bernama Chong Chong. Setelah berkerja selama tiga tahun , Yap Ah Loy berhasil menabung cukup uang untuk memulai usaha perdagangan babi. Usaha yang dirintisnya berkembang dari Lukut sampai ke area pertambangan timah terdekat di Sungei Ujong , Negri Sembilan.
Yap Ah Loy kemudian berkenalan dengan dua orang Hakka Huizhou yang akan berperan penting bagi Yap dikemudian hari. Dua orang tersebut adalah kapitan Shin [Shen Ming Li] dan pengawalnya , Liu Ngim Kong , yang mengajaknya untuk turut mengabdi sebagai pengawal sang kapitan.
Yap Ah Loy bergabung dalam serikat rahasia Hai San dimana Kapitan Shin dan pengawal Liu diduga sebagai pemimpin Hai San [Khoo 1972 : 117 ] .
Di tahun 1860 , meletus pertempuran di Sungei Ujong ketika penambang Tionghoa menentang pemungutan pajak yang berlebihan oleh penguasa lokal. Yap ikut bertempur di pihak kapitan Shin yang kemudian menderita kekalahan. Kapitan Shin sendiri terbunuh. Jasad kapitan dikembalikan ke Melaka untuk dimakamkan. Pengawal Liu terluka dan kedudukannya terancam kemudian meninggalkan Melaka.
Yap Ah Loy turut terluka dalam pertempuran tersebut tetapi Yap memilih tetap bertahan di area itu. Terjadi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan sang kapitan yang memberikan kesempatan bagi Yap untuk meraih posisi pemimpin. Kapitan Shin meninggalkan dua orang anak , Ah Sam dan Lam Ma yang kemudian hari teridentifikasi sebagai kepala serikat rahasia Hai San.
Pemimpin Hai San lainnya , penambang kaya asal Konghu [Cantonese] bernama Wong Ying dan beberapa lainnya memilih Yap Ah Shak, seorang pedagang kaya dengan koneksi Hai San untuk mengambil alih posisi kapitan yang kosong. Yap Ah Shak kemudian mengalihkannya kepada Yap Ah Loy. Pertimbangan Yap Ah Shak dalam memilih Yap Ah Loy adalah postur petarung dan kemampuannya mengontrol para penambang.
Di tahun 1862 , Yap Ah Loy mendapat undangan dari teman lamanya , pengawal Liu Ngim Kong yang sekarang sudah menjadi seorang kapitan di Kuala Lumpur , kawasan hunian yang sedang berkembang.
Yap Ah Loy kemudian berkunjung ke Kuala Lumpur ditemani tiga temannya , dua diantaranya adalah pemimpin militer dalam perang Selangor. Yap Ah Loy kemudian menjadi asisten pribadi dari Liu Ngim Kong dan karirnya berkembang pesat dengan memiliki dua tambang timah dan satu toko “obat”. Liu Ngim Kong kemudian mengatur jodoh bagi Yap dengan seorang wanita Tionghoa dari Melaka , Kok Kang Keown.
Yap memegang peranan penting dalam pembangunan kelenteng yang didedikasikan untuk bekas atasannya , mendiang kapitan Shin. Kesuksesan Yap di Kuala Lumpir paralel dengan area yang terus bertambah luas. Seiring itu juga muncul potensi konflik dari dua grup Hakka yang terlibat dalam pertambangan timbah. Di utara , kawasan Selangor, Hakka Jiayingzhou telah terlibat dalam pertambangan disekitar Kanching sejak tahun 1840an, sementara di Ampang dan Kuala Lumpur , grup Hakka Huizhou yang banyak terlibat.
Selain perbedaan subdialek , kaitan antar serikat rahasia juga menambah faset lain dari kompetisi ekonomi. Kedatangan Yap Ah Loy di Kuala Lumpur membuat sekitar 1000 penambang asal Huizhou dibawah serikat Ghee Hin terusir dari pertambangannya dalam pertempuran yang intens di Larut [Perak] oleh serikat Hai San.
Perpecahan yang terjadi diantara bangsawan Selangor juga menambah kerumitan konflik. Kematian Sultan Muhammed Selangor di tahun 1589 membawa sengketa kekuasaan selama tiga tahun . Dan suksesornya yang lemah , Raja Abdul Samad , tidak dapat mengimbangkan pemasukan yang dikumpulkan dari pemimpin lokal di lima distrik Selangor. Persaingan lainnya adalah dari Malaysia keturunan Bugis yang mengontrol kawasan pantai dan dari Malaysia asal Sumatera. Konflik meluas kedalam perang saudara selama sekitar 10 tahun yang pada awalnya berupa konflik antara orang Malaysia kemudian menyeret juga konflik antara faksi-faksi Tionghoa.
Liu Ngim Kong , kapitan Kuala Lumpur , berkunjung ke Klang di tahun 1866 untuk menjadi mediator antara Mahdi dan Raja Abdullah , mengkhawatirkan kemungkinan chaos yang terjadi jika tidak terjadi kesepakatan. Usaha Liu tidak berhasil. Untuk dua tahun berikutnya Liu menderita sakit dan mulai mengatur suksesi kepemimpinan untuk mengambil alih jabatan kapitan speninggal dia.
Kandidat utama adalah Hiu Siew , Hakka Huizhou , seorang anggota serikat Gee Hin [Khoo 1972 , 117] . Kandidat lain adalah Yap Si , Hakka Huizhou dan bekas partner Hiu Siew. Transaksi terakhir membuat Yap Si sebagai penambang terkaya di Kanching. Dan jika Yap Si yang menggantikan posisi Liu , maka persatuan dua kawasan akan tercapai. Tetapi Yap Si sudah memasuki usia pensiun dan tidak tertarik menjadi kapitan. Pilihan terakhir jatuh pada Yap Ah Loy. .
Setelah berkonsultasi dengan pemimpin Malaysia – Sumatera , Liu mencapai kesepakatan akhir dengan Sultan Abdul Samad. Sebelum kematiannya , Liu memanggil Yap kembali ke Klang. Liu meminta Yap untuk mengatur pemakaman didirinya di Melaka dan properti pribadinya dilindungi dan dialihkan ke keluarga Liu.
Kedudukan Yap sebagai kapitan segera mendapat tantangan dari marga-marga relasi dekat kapitan lama , seperti marga Liu , Kon dan Chong, yang mengklaim hak dalam hal jabatan kapitan dan juga properti pribadi Liu. Sengketa ini diselesaikan melalui bantuan pemimpin lokal , Sutan Puasa , yang memberi informasi terhadap relasi-relasinya bahwa sultan dan pemimpin lokal menyetujui pengangkatan Yap.
Yap kemudian menuntaskan permintaan Liu dengan mengatur pemakaman dan mengalihkan properti pribadi kepada keluarga Liu.
Kapitan Yap menyadari bahwa musuh terus bertambah kemudian merekruit lebih banyak petarung untuk pengawal pribadinya. Sekitar enam bulan sejak kematian Liu, Chong Chong , bekas atasan Yap di Lukut , menghadirkan tantangan serius kepada otoritas Yap.
Chong sempat berkunjung kerumah Yap kemudian memilih menjadi oposan bagi Yap dengan menghimpun kekuatan Hakka Jiayingzhou di Kanching. Yap Si , pemimpin di Kanching terbunuh ketika mencoba melarikan diri ke Kuala Lumpur. Insiden ini meracuni hubungan antara dua kelompok penambang Hakka.
Raja Mahdi merasa bahwa konflik diantara kelompok Hakka ini akan mengganggu pemasukan dari timah dan pajak. Raja kemudian memutuskan untuk mengangkat Yap Ah Loy sebagai kapitan secara resmi. Tak kurang dari setahun , Raja Mahdi diserang dan dipaksa keluar dari Klang oleh menantu sultan , Tunku Kudin dari Kedah.
Yap Ah Loy terus menghimpun kekuatan , termasuk dengan mengirim adik termudanya ke Tiongkok untuk merekruit pengawal baru. Tahun 1870 menandai dua tahun kampanye dan pertempuran. Chong Chong menghimpun Hakka Jiayingzhou ke utara dan selatan Kuala Lumpur. Kekuatan pemimpin Malaya lokal di pimpin oleh Sayid Mashor , sementara Sutan Puasa dan yang lainnya mendukung Yap Ah Loy.
Dalam serangan yang gagal terhadap Kuala Lumpur di tahun 1871 , Chong Chong menghilang dan tidak jelas siapa yang melanjutkan memimpin pasukan untuk melawan Yap Ah Loy yang berujung pada kekalahan sementara Yap dengan jatuhnya Kuala Lumpur di tahun 1872. Yap kemudian berhasil mengambil kembali Kuala Lumpur di tahun 1873. Perang Selangor berakhir , dan Tunku Kudin mengatur pengangkatan kembali Yap sebagai kapitan dibawah otoritasnya.
Bersambung
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
REFERENSI :
- Sharon A Carstens, “Histories , Cultures , Identities : Studies In Malaysian Chinese Worlds”