Budaya-Tionghoa.Net | Liberalisasi ekonomi Republik Rakyat Tiongkok [RRT / PRC] dimulai setelah Hongkong kembali ke PRC dan setelah pasca krisis moneter Asia di tahun 1997. Saya tidak tahu apa krisis ini memang suatu rekayasa atau memang sesuatu yang natural karena semuanya tampak seperti kebetulan. Menurut para pakar , Eropa dan Amerika Serikat takut terkena dampak sistemik sehingga Bank Dunia [World Bank] dan International Monetary Fund [IMF] waktu itu memberi jatuh tempo hutang di tahun 1997 bertepatan dengan pengembalian Hongkong ke Republik Rakyat Tiongkok. Apabila jatuh tempo yang harus dibayar bersamaan ,debitur menerima jatuh tempo akan kelabakan untuk mengembalikan. Pertanyaannya kenapa para debitur menerima jatuh tempo tersebut?
|
Alasannya adalah , terpaksa ! Indonesia sudah memperkirakan akan terjadi hal tersebut sebelumnya sehingga memperkokoh sektor industrinya mulai tahun 1985-1996 sebagai puncak ekonomi Indonesia , ekspor cukup bagus dan House of Indonesia didirikan di 53 negara. Krisis ekonomi di tahun 1997 ini yang menghancurkan harapan sampai sekarang. Sementara PRC mendapat benefit dari dampak krisis tersebut , dengan melemahnya daya saing dari Korea Selatan , Malaysia , Indonesia , Thailand dan Filipina.
PRC telah memulai langkah awal sejak Deng Xiao Ping naik kekuasaan pasca Revolusi Kebudayaan termasuk mendirikan zone ekonomi bebas seperti Shenzhen. Benar-benar persiapan yang matang dari sistem politik , hukum dan ideologi komunisme yang tetap dipertahankan sebagai law enforcement yang kuat dan diktator, tetapi diimbangi oleh liberalisasi ekonomi sehingga rakyat tidak terbebani oleh dampak KORUPSI , kekuasaan absolut , rekayasa perkara yang merupakan faset lain dari birokrasi pada umumnya yang terjadi juga di Indonesia dan negara-negara lain. Dengan jumlah populasi yang besar , PRC dengan mudah memunculkan segala sesuatu dengan skala besar.
Dengan adanya keuntungan dari dampak krisis 1997 tersebut , PRC membanjiri dunia dengan produknya dengan harga yang sangat murah dan berkualitas rendah. Fase lainnya adalah PRC membuka arus investasi asing untuk masuk bersamaan dengan alih teknologi . Investor ini tidak akan masuk begitu saja tanpa ada kepastian hukum dan infrastruktur yang memadai. Demikianlah PRC menggeliat di tahun 2002 bak Naga Asia . Kunci kesuksesan PRC adalah fast response , fast action.
PRC tidak bisa mengadopsi model pembangunan Jepang dengan serangkaian fase yang terlalu lama untuk diulang dalam sekian dekade. PRC langsung menarik investor asing dengan beberapa benefit seperti sinkronisasi teknologi terkini hasil dari alih teknologi . Ini adalah cara yang paling cepat dan tepat. Investor asing mau masuk jika dan hanya jika infrastruktur memadai. Dan demikianlah PRC membangun infrastruktur dalam satu dekade seperti pelabuhan , bandara , jaringan jalan raya , jaringan kereta api cepat , energi dan komunikasi . Dengan dukungan sumber daya manusia yang murah [cheap labour] , persiapan skill tenaga kerja yang didukung jalur pendidikan , infrastruktur yang memadai dan sasaran tepat guna membuat roda pembangunan PRC itu melaju cepat.
Tetapi kebangkitan PRC itu bukan berarti berjalan mulus. Pada masa transisi 1999-2002 , pasca Tiananmen , banyak produk murah PRC , made-in-china berkualitas rendah , reputasi buruk . Kendala besar itu berakibat pada banyaknya kredit macet dan pabrik yang terancam gulung tikar.
Pemerintah memberikan respon cepat dengan re-schedule atau penjadwalan kembali tanggungan kredit asal mau menerima arus investasi asing dan juga mengadopsi teknologi asing seperti Motorola , Samsung , Volkswagen , Honda , Epson dan perusahaan terkemuka dunia lainnya yang memberikan suborder kepada pabrik kecil asalkan pabrik kecil tersebut membeli mesin buatan asing . Sistem “barter” ini merupakan simbiosis mutualisme yang baik. Benar-benar suatu perencanaan dan kebijakan yang sangat cantik antara pemerintah , swasta dan asing sehingga akhirnya membuahkan sinergi dalam bidang ekonomi.
Sebenarnya Indonesia sudah mengetahui perencanaan seperti ini , tetapi pelaksanaan dilapangan berkata lain seperti Batam yang seharusnya menjadi zona ekonomi khusus yang strategis seperti halnya Singapura tetapi tidak berkembang maksimal.PRC tidak hanya menarik investasi asing tetapi juga melakukan riset teknologi tinggi seperti halnya Jepang tetapi itu membutuhkan waktu dua dekade kedepan untuk memetik hasilnya. Dengan dukungan kekuatan finansial Hongkong yang berkiblat ke London , makin memantapkan kiprah PRC di pasar global. PRC juga membidik sumber daya alam di Afrika dan mempererat hubungan Sino-Afrika , meningkatkan pasar di Eropa Timur , menekan terus produknya ke Amerika Serikat dan Eropa Barat . Singkatnya PRC melebarkan sayapnya ke semua front.
Roda pembangunan yang terlalu cepat juga memunculkan resiko yaitu memanasnya ekonomi dalam negri , inflasi , harga mulai naik , menguatnya Yuan dan suku bunga pinjaman naik. Sistem politik PRC yang kemudian melakukan intervensi dan kontrol secara politik dengan menekan Yuan ke ambang batas terendah. Ini yang membuat Amerika Serikat menjadi gusar karena menganggap hal itu tidak sesuai dengan Free Market Policy. Tantangan lain yang dihadapi PRC adalah krisis energi di masa depan seperti yang pernah terjadi di tahun 2008 . Ambruknya ekonomi Amerika Serikat membuat dollar Amerika [USD] ditekan terus sampai batas terendah dengan alasan pemulihan ekonomi nasional yang berimbas pada krisis di sejumlah kawasan Eropa seperti Yunani , Turki , Portugal , Spanyol dan Eropa Timur. Hal ini akan mempengaruhi kinerja PRC di masa mendatang . Tanpa persiapan matang , dikhawatirkan PRC akan mengalami gelembung ekonomi yang akan menjadi suatu epilog yang menyedihkan.
Memang sekarang liberalisasi ekonomy China sudah seperti negara2 maju, bahkan lebih liberal ketimbang beberapa koleganya di BRIC[+S] seperti India & Rusia, kaidah ekonomi komunis seolah hilang sama sekali. Swasta boleh memiliki property, asing juga diperbolehkan setelah tahun 1999, sebelumnya banyak masalah di pertanahan di PRC . Yang perlu kita acungi jempol adalah tindakan yang cepat dlm waktu singkat , serentak , mereka menuntaskan permasalahan terebut dalam skala yang besar , dibandingkan Singapore. Ini merupakan hasil didikan disiplin sosialisme yang dikawatirkan dengan adanya liberalisasi tersebut, malah luntur.
Solomon Uno
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.