Budaya-Tionghoa.Net | Sebelumnya , Siam telah menjadi tujuan migrasi sejak abad 14 M. Jumlahnya terus meningkat sejak abad 18. Setelah ibukota kuno Siam , Ayuttahaya di serbu Burma di tahun 1767 dan ibukota baru didirikan di Thonburi-Bangkok , Raja Siam menyambut baik kedatangan para Tionghoa untuk ikut berkontribusi dalam membangun kembali perekonomian. Seng Sae Khu [Khu Chun Seng] adalah seorang Hakka bermarga Khu yang bermigrasi ke Siam [1860] pada usia sekitar 10-12 tahun. Pada usia semuda ini ada kemungkinan Khu didampingi ayahnya[?].
|
Sejak abad 1860, kedatangan Tionghoa setiap tahun berkisar sekitar 10 ribu orang ke Siam yang hampir semuanya adalah pria. Dua pertiga diantaranya memilih menetap di Siam. Pekerjaan awal yang ditempuh adalah menjadi kuli di sekitar pelabuhan Bangkok dan lahan pertanian. Mereka yang berhasil mengumpulkan sedikit modal kemudian membuka usaha dagang.
Tidak banyak yang diketahui mengenai Khu Chun Seng yang merupakan kakek buyut dari Thaksin Sinawatra berasal. Khu Chun Seng mengadu peruntungan dalam tax farming di tahun 1890. Khu Chun Seng menikah dengan gadis setempat, Thongdi.
Sekitar tahun 1900, tax farm-nya Khu sudah kadaluarsa sehingga dia pindah untuk berdagang di Talat Noi , sebuah distrik komersial Tionghoa di Bangkok. Di tahun 1908 , Khu pindah kembali ke Chiang Mai untuk terjun sebagai tax-farmer kembali.
Khu Chun Seng memiliki enam orang anak dari istri pertama , Thongdi dan tiga anak dari istri kedua , Noja. Chiang , kakek dari Thaksin Shinawatra adalah anak kedua dan putra pertama dari Khu Chun Seng, lahir di Chanthaburi , di tahun 1890. Setelah keluarga pindah ke Bangkok , Chiang diusia 15 tahun menempuh pendidikan di sekolah misionaris.
Versi lain menyebutkan bahwa Chiang pindah ke Chiang Mai di tahun 1908 bersama kedua orangtuanya. Chiang menikah dengan Saeng , puteri dari Nai Mun Somna . Pasangan Chiang dan Saeng berkerja bersama , berdagang dan melakukan barter dengan Tionghoa lain dan Shan yang membawa barang dari Yunnan , Sipsongpanna dan British Shan States. Chiang dan Saeng juga mendistribusikan barang seperti kerosin , garam , lilin dari Chiang Mai untuk dijual di Sankamphaeng. Mereka juga mengimpor sutera mentah dari Burma dan diolah kembali untuk di ekspor kembali ke Burma dalam bentuk sarong. Pasangan ini semakin bertambah makmur.
Tidak seperti imigran Tionghoa lainnya , Khu Chun Seng dan keturunannya tidak tertarik untuk kembali ke negri leluhurnya , Tiongkok. Tidak ada catatan tentang anggota keluarga Khu yang kembali atau berkunjung ke Tiongkok. Baik Khu Chun Seng [kakek buyut Thaksin] dan Chiang [kakek Thaksin] menikah dengan wanita Thai. Sampai di tahun 1938 , mereka menggunakan marga Tionghoa.
Pada saat itu sedang terjadi tekanan yang berat terhadap Tionghoa di masa pemerintahan duet Phibun dan Wichit . Posisi minoritas Tionghoa berhadapan dengan sebuah rejim diktator yang notabene berdarah Tionghoa . Di tahun 1938 , Chiang mendaftarkan marga Thai yang dipilihnya sendiri , Shinawatra yang berarti “berbuat baik dengan rutin” [Jitra 2004].
Muisian , anak tertua sekaligus puteri tertua dari Khu Chun Seng menikah dengan putera dari keluarga Chutima. Puteri dari Muisian , menikah dengan klan Osothaphan yang memiliki bisnis penggilingan padi. Cucu perempuan dari Muisian menikah dengan Thawat Tantranont yang membangun departemen store pertama [Tantraphan]
Generasi berikutnya , Khemtong menikah dengan Chu Osothaphan yang bergerak dibisnis komoditas padi dan kayu. Sujet menikah dengan keluarga Phromchana yang bisnisnya bergerak dibidang pertania. Di tahun 1950 , Keluarga Shinawatra telah mendirikan salah satu perusahaan utama di Chiang Mai. Selain bergerak dibidang bisnis , sebagian lain dari keturunan Khu Chun Seng berkarir di bidang militer. [Dalam tatanan sosial tradisional , berkarir di pemerintahan lebih prestisius daripada komersial] .
SILSILAH KELUARGA [SHINAWATRA]
H1-A : Seng Sae Khu [Khu Chun Seng] = Thongdi
- Muisian = Wanit Tansuphayon
- Chiang = Saeng Somna
- Bico = Janthra na Chiang Mai
- Lek = Pan Bunchu
- Jansom = Ek-hong Rattanakhuha
- Sengkim
H1-B : Seng Sae Khu [Khu Chun Seng] = Noja
- Nang = Khong Caiyatha
- Bualoi = Noi Phon-nimit
- Sumet = Fongnuan Aryangkun
H2 : Chiang = Saeng Somna
- Khemtong = Chu Osathaphan
- Gen Sak = Thawi Maninet
- Bunsom = Siwan Kantha-in
- Loet = Yindi Ramingwong
- Sujet = Phenphan Promchana
- Jansom
- Somjit = Manat Hiranyaphruk
- Thaowan = Sunthon Homkhajon
- Suraphan = Pramoen Miphanit
- Bunrot = Surat Tantiwet
- Wila = Somwong Khongprayun
- Thongsuk = Jean Corsadier
H3 : Loet = Yindi Ramingwong
- Yaowalak = Gen Suppharirk Khlongkhamnuankan
- Thaksin = Pojaman Damaphong
- Yaowaret = Wirachai Wongnaphajan
- Piyanut = Sa-nga Limphatthanachat
- Udon = Dararat Sukannasin
- Yaowapha = Somchai Wongsawat
- Phayap = Phoruthai Jantharaphan
- Monthathip = Somchai Kowitcharoenkun
- Thasani
- Yinglak = Anuson Amonchat
REFERENSI :
- Pasuk Phongpaichit , Christopher John Baker , “Thaksin : The Business of Politics in Thailand” ,
- Budaya Tionghoa , “Chinese Worse Than Jews , Krisis Identitas Diaspora di Thailand” , 2011
- Scott Barne , Luang Wichit and The Creation of a Thai Identity , 1994
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.