Budaya-Tionghoa.Net | Untuk mempelajari strategi dan taktik peperangan, kebijakan pemimpin negara, psy-war etc adalah dengan membaca buku-buku sejarah kuno Tiongkok yang sangat luas dan belum pernah aku membaca buku yang terdapat begitu banyak variasi yang tidak ada duanya di dunia.
|
Saya kira membaca buku-buku kuno Tiongkok terutama pada jaman Chun-Chiu (772-481 BC musim semi hingga musim gugur) dan jaman Chan-Kuo (481-221 BC, Warring States,Perangan Antar Negara) dan jaman sesudahnya, terutama yang ditulis oleh filosof-filosof dan ahli strategi Tiongkok.
Disini aku akan ceritakan sebuah cerita pendek yang ditulis oleh Han Fei, seorang legalis, penganut undang-undang dan dianggap sebagai ahli hukum yang besar pada jamannya dan seorang pangeran dari keturunan kerajaan Han.
Pangeran Wu dari Negara Cheng akan menyerang Negara Hu, tetangganya yang jauh lebih lemah dari Negara Cheng. Raja dari Negara Hu, yang belakangan ini mengetahui keinginan negara tetangganya yang kuat dan kelemahannya sendiri.
Untuk menghindari keruntuhan negaranya, raja Hu membicarakan akalnya dengan putrinya lalu menikahkan putrinya yang cantik untuk diambil sebagai istri dari raja Wu. Raja Wu sangat mencintai putri kerajaan Hu yang cantik dan yang dapat memainkan peranannya dengan baik. Karena itu raja Wu memperlemah penjagaan batas-batas dengan kerajaan Hu.
Selang beberapa waktu Raja Wu ingin memperluas kerajaannya dan membicarakan dengan menterinya Kuan Chi-Si, yang Beliau paling percaya sebelumnya dan berkata: ”bapak menteri Kuan, aku ingin menggerakkan tentara, menurut pandangan Anda negara mana yang aku harus serbu terdahulu?”
Menteri Kuan menjawab dengan hati yang tulus dan kesetian berkata: ”Kalau paduka akan menyerbu dan memperluaskan negara paduka , saya kira negara Hu-lah yang paduka harus serbu dahulu.
” Tanpa terduga Raja sangat marah dan membentaknya: ”Hai, kurang ajar sekali kau, kan kau tahu bahwa negara Hu adalah negara yang berhubungan keluarga dengan negara kita!” Lalu raja Wu berteriak: ”pengawal, mari sini, penggal kepala orang ini yang tidak mengenal norma-norma kebijakan.”
Mendengar ini dari putrinya, raja Hu berkata: ”nah, sekarang aku bisa tidur dengan aman, tanpa kuatir lagi.” Tetapi disampingnya itu dia memperkuat militernya dan menunggu sampai waktunya matang untuk menyerbu negara Wu.
Kemudian negara Hu sudah cukup kuat lalu dia memobilisir tentaranya dan menyerbu dengan tanpa diduga apa-apa oleh raja Wu. Karena kelongaran penjagaan batas antar dua negara ini, raja Wu menyerah kalah pada negara besannya yang mempunyai akal yang busuk dengan mengunakan cara seperti orang Tionghoa mengatakan “Mei-ren Ju”, atau politik menggunakan kecantikan wanita.
Ada lain cerita lain yang bunyinya sebagai berikut: Pangeran Chao sesudah pesta dan terlalu banyak minum arak, Beliau mabuk dan ketiduran dengan pakaian yang tipis pada waktu tidur. Disitu ada dua penjaganya yang satu harus menjaga diluar kamarnya dan yang satu lagi di dalam kamar untuk meladeni pangeran apabila Beliau memerlukan bantuannya.
Penjaga yang diluar takut kalau pengeran masuk angin, maka Beliau diberi selimut. Pangeran Chao bangun dengan perasaan yang segar karena kehangatan selimut yang meliputi badannya. Untuk ini si pangeran bertanya pada pembantu kamarnya: ”Siapakah yang menyelimuti aku tidur? Terima kasih atas pekerjaanmu untuk menyelimuti aku, sehingga aku tidak sampai masuk angin.”
Dengan jujur pembantunya ini berkata: ”yang menyelimuti Anda ialah penjaga diluar kamar pangeran.” Pangeran Zhao lalu berkata dengan memberi tahu akan tugas-tugas mereka sebagai berikut: ”Kau melanggar, tidak mengerjakan tugasmu dengan betul, dan kau penjaga keamanan kamar diluar melanggar batas –batas tugasmu. Maka kalian berdua patut mendapatkan hukuman.”
Pelanggaran yang persis seperti diatas terjadi pada jaman tiga negara (San-Kuo) yang dialami oleh Cao-cao, perdana menteri kerajaan, namun hukumannya melebihi dari kepatutan dan kesesuaian. Atas kesalahan ini Cao-cao menghukum mati kedua pembantunya untuk menakuti pegawai-pegawai lainnya agar mengerjakan tugas-tugasnya dengan betul, tanpa mempertimbangkan kesetian kedua pegawai itu pada Cao-cao.
Dari cerita tersebut diatas dapat aku simpulkan sebagai berikut: “Menganalisa lalu mengenal kebenaran memang sukar, tetapi mengenal bagaimana mengadakan reaksi balasan yang sesuai atas “sesuatu kebaikan”, itulah yang betul-betul paling sulit.”
Maka dari itu intelegensi dan kebijaksanaan adalah dua hal yang berlainan, hanya intelegensi kita tidak dapat mengenal suatu kebenaran sampai mendalam; tetapi dengan mengunakan semua yang ada pada kita, kita dapat mendalaminya dengan menjeluruh.
Dr. Han Hwie-Song
Breda, 19-5-2005 The Netherlands
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | ICCSG