Budaya-Tionghoa.Net | Sejarah Perkembangan Tao Chiao Chang Tao Ling pada tahun 142 mendirikan suatu sekte Tao yang dinamakan ‘Jalan Para Guru Surgawi’ ( Th’ien Shih Tao / Way of the Celestial Masters). Terdapat dua sekte yang cukup dikenal pada sekitar abad ke-4, yaitu (1) Sekte Shang Ch’ing (Kemurnian Agung) Mao Shan , dan (2) Sekte Ling Pao (Pusaka Permata) .
Selama Dinasti T’ang (th. 618-907), Taoisme memperoleh kedudukan kehormatan, khususnya dalam persidangan yang dicirikan oleh penggabungan doktrin dan upacara agama. Terlepas dari berbagai usaha untuk membatasi timbulnya berbagai sektarianisme yang dilakukan selama Dinasti Ming (th. 1368-1644), tetap saja masih terjadi polarisasi antara tradisi ortodok klasik (pandangan keagamaan kuno) dan tradisi heterodok (pandangan keagamaan modern) sampai akhir abad ke-20 ini.
|
Di Taiwan, para pengikut tradisi kuno dipanggil sebagai ‘Kepala Hitam’ dan para pengikut modern dipanggil sebagai ‘Kepala Merah’. Sementara kelangsungan praktek Taois di Tiongkok masih merupakan suatu tanda tanya, di Taiwan malah terjadi pembaharuan agama Tao yang cukup menarik selama beberapa abad belakangan ini. Sebagai tambahan, belakangan ini para cendekiawan Barat telah memulai penelitian terhadap berbagai kontribusi Taoisme terhadap perkembangan kebudayaan China.
TUJUAN KEHIDUPAN PARA TAOIS
Kalau para Confucianis bertujuan untuk mencapai kehidupan sebagai seorang Budiman [C’un Zi] dan lebih memperhatikan sisi moralitas atau kesusilaan, maka para Taois lebih memperhatikan sisi pendalaman diri [nei sheng], yang walaupun secara eksplisit, pada akhirnya dapat diwujudkan kepada suatu keagungan luar [wai wang] dengan mengembalikan sisi kehidupan ke Jalan Kebenaran melalui cara Tiada Berbuat [wu wei], pengolahan diri sejati [nei yeh], ataupun pencerminan apresiasi seni yang bernafaskan unsur kejiwaan dan pikiran [hsin-shu].
Sifat-sifat keduniawian yang tak terkendali, seperti ambisi, kekayaan, dan kemelekatan terhadap suatu pengetahuan ataupun nafsu keinginan akan mengacaukan dan mengeringkan energi [Chi’]. Seorang Taois harus dapat selalu menyatukan diri atau bersatu [pao-i] dengan Tao dalam suatu tingkat kesadaran diri yang tak tergoyahkan. Menyatukan diri dapat juga berarti senantiasa menjaga keseimbangan Yin dan Yang dalam dirinya dan penyatuan antara roh [hun] dan jiwa [p’o]. Para Taois mempercayai bahwa dalam diri
seseorang terdapat tiga hun dan tujuh p’o. Roh seseorang pada umumnya akan keluar (pada waktu mimpi), dan apabila terdapat dorongan keinginan dapat menyebabkan tersesatnya roh tersebut. Untuk menjaga dan menyelaraskan roh seseorang, maka penting dijaga kehidupan fisik maupun penyatuan keseluruhan entitas diri. Seorang Taois yang suci mengolah dirinya dalam suatu tingkat kebatinan yang bersifat kosong tapi berisi, dengan senantiasa menyucikan diri dari segala kemelekatan. Dengan kosong dari segala bentuk kekotoran batin, maka seorang Taois dipenuhi oleh energi murni [yuan chi’]. Energi murni ini terdapat dalam setiap manusia yang mana menjadi tercemar pada pada
saat dilahirkan di dunia.
Karena energi murni dan roh sulit untuk dibedakan, maka usia panjang merupakan suatu bukti nyata dari kehidupan suci. Seorang Taois yang berusia panjang dianggap sebagai orang suci karena telah berhasil mengolah dirinya secara berkelanjutan, hal ini merupakan suatu bukti nyata akan kesucian dan kebersatuannya dengan Tao. Taois yang suci memperlihatkan fisik yang sehat, penampilan yang bercahaya, dan di dalam dirinya mengalir terus sumber energi yang diwujudkan dalam pancaran aura yang berkekuatan dan memberikan pengaruh yang positif terhadap sekelilingnya. Hal ini merupakan suatu perwujudan sifat keagungan yang nyata dari Tao.
Pendalaman mistik dari Chuang Zi menyebabkannya disingkirkan oleh para Taois yang berjuang untuk usia panjang dan keabadian. Walaupun begitu, keabadian fisik telah merupakan tujuan kehidupan seorang Taois sejak diperkenalkannya Taoisme Mistik. Penguasaan atas keabadian tersebut yang dipercayai telah dicapai oleh Lau Zi, menyebabkan metode ini dijadikan suatu pilihan diantara berbagai metode yang ada, bertujuan untuk mengembalikan energi murni [yuan chi’] yang dimiliki seseorang pada waktu lahir. Melalui metode ini, maka Taois yang telah mahir tersebut akan menjadi dewa [hsien] yang dipercayai dapat hidup mencapai usia 1000 tahun di dunia ini jika dia memilih demikian, ataupun kalau dia sudah puas, dapat saja menuju ke kahyangan (surga) dan hidup di sana dalam keabadian. Tujuan ini merupakan suatu pencapaian tingkat kedewaan dari seorang Taois yang telah dapat mengubah dirinya dalam bentuk energi Yang (positif) murni.
Chuang Zi dan juga para Taois yang telah mencapai kebersatuan dengan Tao, menguraikan Tao yang pada dasarnya sulit diuraikan tersebut dalam suatu bentuk puisi yang tidak begitu berbeda. Manusia yang telah mencapai kesempurnaannya, dapat mencirikan gerakan kehidupannya secara lengkap dengan gerakan kekuatan alam sehingga menjadi tidak terpisahkan dan bergabung dengan keabadian yang tak terhingga yang melampaui lingkaran kehidupan dan kematian. Ia menjadi roh yang suci. Ia tidak akan merasakan kepanasan di tengah padang rumput yang sedang terbakar, ataupun kedinginan di tengah salju. Tidak ada yang dapat mengejutkan ataupun menakutkannya. Tidak saja ia kebal terhadap berbagai serangan ilmu hitam, tetapi ia juga begitu mawas diri dalam menghindar dan mendekati, sehingga tidak ada yang dapat mencederainya. Manusia seperti ini dapat mengendarai awan dengan membawa matahari dan bulan seperti mengendarai kuda surgawi. Tema berupa perjalanan roh [yuan yu], dimana dapat dilansir kembali pada perjalanan roh cenayang, senantiasa muncul dalam karya Chuang Zi pada saat beliau menyinggung mengenai kesempurnaan manusia. Mereka yang membiarkannya dibawa lari oleh energi murni dari Surga dan Bumi dan dapat mengendalikan enam unsur energi melewati ruang tanpa batas, apakah masih ada yang mereka perlukan disini?
Perjalanan roh ini merupakan suatu perjalanan dalam diri seseorang yang melewati suatu kegiuran tanpa batas ruang dan waktu. Dengan bersatu dalam Tao, maka ” Manusia Sempurna tiada memiliki diri, Orang Suci tiada memiliki jasa, Pertapa tiada memiliki kemasyuran.” Ia hidup tanpa menyolok di antara manusia, dan apapun yang merupakan sifat Tao tercermin dalam dirinya.
Bersambung.
Budaya-Tionghoa.Net | Arsip Mailing List Budaya Tionghoa 2497
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.