Budaya-Tionghoa.Net | St. Fransiscus Xaverius berniat menyebarkan Injil di Tiongkok, tetapi telanjut wafat pada tahun 1552 di dekat Kanton. Pada saat itu, bajak laut sedang mengamuk dan orang asing kerap menjadi sasaran kecurigaan.
|
Upaya pengabaran Injil di Tiongkok diteruskan oleh seorang Yesuit bernama Matteo Ricci (1552-1610). Pada tahun 1583, Matteo Ricci berhasil juga mencapai Guangzhou.
Guna menarik perhatian bangsa Tiongkok, Matteo Ricci mengenakan pakaian biarawan Buddhis, yang dikenakan hingga tahun 1595. Ini merupakan kebiasaan yang umum pada misionaris Katolik yang berkarya di Jepang dan Filipina. Akhirnya pada tahun 1601, Matteo Ricci tiba juga di Beijing. Kedatangannya ini membuka peluang bagi para misionaris lainnya
Upaya penyebaran agama Katolik awalnya memang berat dan memancing kesalah-pahaman. Kaum terpelajar menentang dengan keras penyebarannya, karena memandang bahwa para misionaris itu hanya semata-mata menyebarkan gagasan aneh ke kepala orang yang kurang terpelajar.
Kendati demikian, di kalangan rakyat jelata pun juga timbul kesulitan, karena mereka kurang dapat memahami gagasan adanya Tuhan pencipta yang padaNya mereka harus bersyukur setiap hari. Di kalangan bangsawan sendiri timbul penolakan, karena bila hendak menerima agama baru tersebut mereka harus menceraikan gundik-gundiknya.
Upaya penyebaran agama Katolik mulai mendapatkan titik terang, setelah dipergunakan metoda-metoda sebagai berikut:
1. Penggunaan parabel atau kisah-kisah.
2. Menggunakan upacara yang megah, prosesi, nyanyian, suara lonceng, dan ritual-ritual yang terkesan megah serta agung.
3. Memperlihatkan penghormatan terhadap gambar-gambar keagamaan, benda-benda suci (relik), medali suci, dan air suci.
4. Mendekati anak-anak Tionghua.
Penginjilan awal ini mulai memperlihatkan hasil, ketika sejumlah kaum terkemuka menganut agama Katolik, seperti Xu Guangqi, Li Zhizao, dan Yang Tingyun. Ketika itu, penghormatan terhadap leluhur masih diperkenankan. Para misionaris juga sering diminta bantuannya dalam ilmu astronomi, matematika, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1644, di Tiongkok terjadi pergantian dinasti. Dinasti Ming runtuh dan digantikan oleh Qing. Kaisar Kangxi dari dinasti Qing memberikan toleransi pada umat Katolik asalkan mereka tidak menentang pemujaan terhadap leluhur. Toleransi ini dikukuhkan berdasarkan titah bertahun 1692. Kondisi ini mulai berubah ketika paus mengeluarkan edik yang melarang upacara penghormatan pada leluhur yang dibawa oleh Maillard de Tournon. Umat Kristen Tiongkok dilarang melakukan penghormatan pada leluhur.
Selain itu, Tournon menegaskan adanya kekuasaan paus terhadap para misionaris dan orang-orang Tionghua yang telah beralih agama. Mereka ingin mendirikan perwakilan kepausan (Nuntius) di Beijing. Kangxi berpandangan bahwa kesetiaan mendua seperti ini akan membahayakan kerajaannya; sehingga mulai mengusir para misionaris. Dengan demikian kegiatan misionaris di Tiongkok mulai mengalami masa surutnya.
Ivan Taniputera (1 Agustus 2011)
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa
DAFTAR PUSTAKA :
- Ebrey, Patricia Buckley. China serial Cambridge Illustrated History, Campus, 1996.
- Gernet, Jacques. Die Chinesische Welt, Suhrkamp, 1988.