Budaya-Tionghoa.Net | Pada suatu ketika, terdapatlah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu beserta keempat anak laki-laki mereka. Harta keluarga itu berjumlah sebanyak delapan ratus ribu keping uang.
|
Ketika usia anak-anak mereka sudah dewasa, mereka lalu mengatur perkawinannya dan memberikan kepada masing-masing anak sejumlah seratus ribu keping uang. Tidak lama kemudian ibu anak-anak itu meninggal dunia. Anak-anak itu mempunyai pikiran yang sama, yaitu : “Kalau ayah kawin lagi, maka harta keluarga kita akan dibagi juga kepada anak-anak dari isteri mudanya dan tidak ada lagi yang tersisa untuk kita. Marilah saudara-saudaraku, kita harus membantu ayah dan menenangkan hatinya.”
Sambil menunggu waktu yang tepat, mereka lalu melayani ayah mereka dengan menyediakan makanan-makanan yang enak-enak dan pakaian yang terbaik. Mereka juga memijati tangan kaki serta mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga
ayah mereka. Setelah mereka merasa sekaranglah waktunya yang tepat, mereka lalu berkata : “Ayah, kami berjanji akan merawat ayah selama hidupmu, berikanlah kekayaan ayah kepada kami.”
Si ayah menyetujui permintaan anak-anaknya itu. Ia lalu membagikan kepada mereka masing-masing seratus ribu keping uang. Sekarang, laki-laki tua itu tidak mempunyai lagi uang yang tersisa untuk dirinya. Semua kekayaan yang dimilikinya telah dibagikan kepada keempat anaknya.
Untuk beberapa hari lamanya, anak laki-lakinya yang paling tua merawatnya dengan baik. Sampai pada suatu hari, ketika orangtua itu setelah mandi di sungai dan pulang ke rumah anaknya yang paling tua, menantu perempuannya sambil berdiri di depan pintu gerbang berkata kepada ayah mertuanya : “Ayah, apakah kamu memberikan kepada anakmu yang paling tua ini lebih banyak seratus atau seribu keping uang daripada yang kamu berikan kepada anakmu yang lain? Kamu hanya memberikan kepada setiap anak dua ratus ribu keping uang. Apakah kamu tidak tahu jalan ke rumah anak-anakmu yang lain?” Orangtua yang mendengar kata-kata yang kasar dari menantunya itu menjadi marah dan berkata : “Kamu ini perempuan jahat, tukang fitnah!”
Ia lalu pergi ke rumah anaknya yang kedua. Tetapi beberapa hari kemudian ia mengalami hal yang sama di rumah anaknya yang kedua. Ia lalu pindah lagi ke rumah anaknya yang ketiga. Tidak lama kemudian ia pindah lagi ke rumah anaknya yang bungsu, hal yang sama dialaminya pula. Pada akhirnya, karena anak-anaknya tidak mau merawatnya lagi, ia tidak mempunyai lagi tempat untuk berteduh dan meminta makanan dari rumah ke rumah, ia terlunta-lunta.
Lalu ia pergi menemui Sang Buddha dan menceritakan semua yang dialaminya. Sang Buddha lalu memberinya nasehat : “Baiklah saudara, pelajarilah syair ini. Apabila orang-orang sedang berkumpul bersama di ruangan besar dan anak-anakmu ada di antara kerumunan orang-orang itu, katakanlah di depan mereka syair ini : Saya sangat menyayangi anak-anak saya Saya amat bahagia ketika mereka lahir Tetapi sekarang, karena dipengaruhi oleh isteri mereka Mereka mengusir saya Mereka adalah raksasa-raksasa Yang menjelma menjadi anak-anak saya Mereka membuang saya di usia saya yang sudah tua ini Kalau seekor kuda sudah menjadi tua Pemiliknya akan berhenti memberinya makan
Hal yang sama juga terjadi pada diri saya Saya harus mengemis makanan dari rumah ke rumah orang lain Tongkat saya lebih berguna daripada anak saya Tongkat ini mengusir kerbau liar dan anjing galak . Di kegelapan malam tongkat ini selalu berada di depan saya Yang menuntun saya untuk menghindari lubang-lubang yang dalam . Dengan bantuan tongkat ini saya tidak jatuh ke dalam lubang
Ketika orangtua itu tiba di kerumunan orang-orang yang sedang berkumpul dan anak-anaknya juga ada di antara kerumunan itu, ia lalu mengulang syair yang diajarkan Sang Buddha. Orang-orang yang mendengar syair itu menjadi marah kepada keempat anak laki-laki tua itu.
Mulai sejak itu berlakulah suatu hukum kemoralan. Apabila seseorang yang telah dirawat oleh ayah dan ibunya dan ia tidak mau merawat kembali ayah dan ibunya yang sudah tua, maka orang itu harus mati.
Anak-anak laki-laki tua itu dengan ketakutan segera berlutut di hadapan ayah mereka, memohon ampun kepadanya supaya mereka tidak dihukum mati, dengan berkata : “Ayah ampunilah segala kesalahan kami. Selamatkanlah jiwa kami.” Orangtua yang mendengar anak-anaknya memohon ampun atas segala kesalahan mereka, menjadi lemah hatinya, ia lalu berkata kepada kerumunan orang-orang itu : “Tuan-tuan, jangan bunuh anak-anak saya ini, mereka sudah berjanji akan merawat saya dengan baik.”
Kerumunan orang-orang lalu berkata kepada keempat anak laki-laki itu: “Tuan-tuan, apabila mulai hari ini kalian tidak merawat ayah kalian dengan baik, kami akan membunuh kalian.” Keempat anak laki-laki itu amat ketakutan, mereka lalu menggendong dan mendudukkan ayahnya di sebuah kursi, lalu membawanya pulang. Mereka lalu membersihkan tubuh ayahnya, memandikan dan memberinya bedak dan minyak wangi.
Setelah itu mereka lalu berkata kepada isteri mereka masing-masing : “Mulai sekarang kamu harus merawat ayahku dengan baik, kalau kamu menolak, aku akan menghukummu.”
Cerita ini mengandung pesan yang cukup penting, bahwa seorang anak harus merawat orangtuanya yang sudah tua dengan penuh kasih, seperti orangtua merawat anaknya dengan kasih sayang yang tidak mengenal batas.
Juni 2004
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.